Friday, April 5, 2013

Sulitnya Pencairan Dana Santunan Kematian



Janji politik pasangan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail-Idris Abdul Shomad untuk memberi santunan kematian bagi warga Kota Depok yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) sudah dimulai bahkan sejak 2009.

Namun, harapan ahli waris untuk menerima uang Rp2 juta saat itu harus berbelit-belit dan memakan waktu lama karena proses pencairannya dilakukan sebuah perusahaan jasa asuransi.

Karena proses memakan waktu lama, sejak 2011, proses pencairannya pun mulai gampang setelah Pemkot Depok mengalihkannya dan ditangani langsung Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Disnakersos) Kota Depok.

Namun, tidak semua warga kota ini dapat menerima santunan bila ada keluarganya yang meninggal. Persyaratannya pun bertambah dan pelaksanaan diutamakan bagi keluarga miskin dengan memiliki kartu jaminan kesehatan daerah (Jamkesda).
Meski demikian, tidak berarti dalam pelaksanaan semua berjalan lancar. Ratusan ahli waris kembali mengeluhkan lamanya proses pencairan dana asuransi kematian itu. Lama pencairan dana santunan kematian ini dibenarkan Kepala Disnakersos Kota Depok, Abdul Haris.

Dia mengatakan, lamanya pencairan dana santunan karena pihaknya belum menenderkan program tersebut karena masih melakukan evaluasi terkait rujukan yang akan digunakan. “Disnakersos belum melelang program santunan kematian karena masih mengkaji landasan hukum yang akan digunakan,” ujar Abdul Haris, Selasa (26/2/2013).

Disnakersos masih terus bekerja dan mengkaji seluruh peraturan baru. Pihaknya tidak lagi menggunakan pijakan yang lama karena banyak lahir keputusan baru dan itu yang harus dikaji serta dipelajari agar tidak salah dalam pelaksanaan.

Menurut Haris, dia belum bisa memastikan apakah masih menggunakan jasa asuransi atau tidak. Namun, program Pemkot Depok tersebut tetap akan dilelang kepada pihak ketiga. “Kami harapkan para ahli waris tetap bersabar, menunggu proses pencairannya dapat dilakukan pihak swasta,” ia menjelaskan.

Lambatnya pencairan dana santunan kematian juga dikeluhkan Mia Aksan Noor (55). Dia mengatakan lambannya pencairan dana itu menyengsarakan pihak keluarga ahli waris. Ahli waris terpaksa meminjam uang untuk biaya pemakaman. Ini karena ketentuan baru saat ini, penerima santunan hanya warga miskin dengan memiliki kartu Jamkesda.

“Kami harus pinjam uang untuk pemakaman suami karena memang nggak ada uang. Saya sudah pasrah kalau memang harus menjual harta lain untuk lunasi utang. Mau bagaimana lagi, sudah tiga bulan saya ajukan, sampai sekarang tidak kunjung cair,” keluh janda empat anak ini.

Dia menambahkan, sejumlah ahli waris yang mengajukan santunan kematian ke Disnaskersos Kota Depok berencana mengadukan hal tersebut ke DPRD Kota Depok. Mereka ingin mempertanyakan kejelasan pencairan santunan tersebut. Mia menuturkan, sebagai warga dengan penghasilan rendah, ia sangat mengharapkan dana tersebut.
“Kalau ada uang nggak masalah, saya kan janda dan tidak kerja. Saya hanya jualan kue, jadi bingung bagaimana mau bayar utang kemarin. Menunggu santunan kematian juga nggak bisa dicairkan,” ujarnya.

Terkait rencana Disnakersos yang akan menenderkan program pencairan dana santunan kematian itu, anggota Komisi A DPRD Kota Depok, Rahmin Siahaan menegaskan, program sosial itu tidak dibenarkan untuk ditenderkan kepada pihak swasta. “Kalau hal itu tetap dilakukan, kesulitan pencairan dana santunan akan terulang kembali seperti tahun 2009,” tuturnya.

Dia menegaskan, bila Disnakersos Kota Depok tetap melelang program tersebut, pihaknya akan memanggil Kepala Disnakersos Abdul Haris untuk mempertanggungjawabkannya. “Jangan coba-coba mempersulit rakyat kecil, kalau pihak swasta mengelolanya maka kami akan mencoret anggaran tersebut,” ujarnya.

Hal yang sama disampaikan anggota Badan Anggaran DPRD Kota Depok, Edi Sitorus. Dia mengingatkan agar program santunan kematian tidak dimasukkan ke dalam kriteria yang ada dalam Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. “Santunan kematian tidak termasuk ke dalam barang dan jasa karena program tersebut diambil dari biaya bantuan sosial,” katanya.

Dia mengungkapkan, Pemkot Depok pernah berbuat kesalahan pada 2009 ketika santunan kematian diasuransikan pada pihak swasta. APBD digunakan untuk membiayai premi masyarakat. Padahal, namanya bantuan sosial tidak boleh dikenakan premi. Apalagi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
“Itu sudah menyalahi Keputusan Menteri Keuangan tentang Keuangan Daerah. Selama ini warga miskin sering menerima dana tidak secara utuh,” tuturnya.

Sumber: Sinar Harapan

No comments:

Post a Comment