Wednesday, October 23, 2013

Indonesia Harus Mencontoh AS dan Singapura



Indonesia harus belajar dari negara-negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan rumah rakyat. Amerika Serikat dan Singapura adalah contoh yang bisa ditiru. Kedua negara ini memiliki sebuah badan yang khusus bertugas membangun rumah rakyat dan disokong penuh oleh pemerintah.

Menteri Perumahan Rakyat masa bakti 2009-2011, Suharso Monoarfa, mengatakan hal tersebut di Jakarta, Selasa (24/9/2013).

Ia membandingkan sistem pengambilan kebijakan di Indonesia dengan bentuk pengambilan kebijakan di Amerika Serikat (AS). Kendati AS merupakan Negara Federal, kebijakan nasionalnya mengikat seluruh negara bagian untuk satu kesatuan. Salah satu instrumen kebijakan mereka adalah menyediakan dana bagi negara bagian untuk membeli tanah (landbanking).

Ketika Detroit bangkrut, kekuatan yang mereka miliki hanya landbanking. Pemerintah pusat tinggal memberikan uang pada negara bagian guna memastikan ketersediaan lahan untuk hunian dan infrastruktur.

Sementara untuk kebijakan moneter, prinsip independensi sangat dipegang teguh Gubernur Bank Sentral atau The Fed. Lembaga ini tidak bisa dikendalikan pasar. Sebaliknya, pasar justru mereka didikte.

"Indonesia, kalau mau beres, harusnya seperti itu. Sebagai otoritas moneter, tidak bisa diatur oleh market. Lucunya, kebijakan kita di Indonesia malah kompromis dan permisif dengan pasar. Di manakah sebenarnya peran dan intervensi negara?" ujar Suharso.

Padahal, lanjutnya, Indonesia sudah punya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Meski sangat terbatas, kalau ditambah Undang-Undang Perumahan bisa mendorong produksi rumah rakyat lebih cepat dan banyak.

Suharso juga membandingkan dengan perangkat perumahan rakyat yang dibentuk Pemerintah Singapura. Negara kecil ini memiliki Housing Development Board (HDB) dan Central Provident Fund (CPF). Keduanya bahu membahu bekerja sama merealisasikan kebijakan perumahan nasional.

"Kementerian Sosial harus dirangkul, Menteri Koordinator Kesejahteraan Sosial dilapori dan Menteri Koordinator Perekonomian diajak berembuk. CPF semuanya konvergen. Masak kita tidak bisa, ini kan sangat aneh. Sumber dana ada, tapi produksi rumah masih minim," ujarnya.

Sebagai catatan, CPF adalah rencana simpanan wajib yang komprehensif bagi para pekerja Singapura dan penduduk tetap negara tersebut. Fungsi dana ini adalah untuk membiayai pensiun, kesehatan, dan kebutuhan hunian.

Sejatinya, esensi fungsi CPF sama dengan Bapertarum. Bayangkan bila aktiva Jamsostek, Askes, Dana Pensiun, dan Bapertarum disatukan, hasilnya bakal luar biasa. Dari Pegawai Negeri Sipil sendiri bisa menghasilkan Rp 1 triliun hingga Rp 3 triliun. Jamsostek, bisa puluhan triliun. Bila dikapitalisasi, bisa jadi Rp 300 triliun dalam tiga tahun.

"Sayangnya, kita punya kerajaan sendiri-sendiri dengan otoritas masing-masing. Lagipula sumber pembiayaan untuk membangun perumahan rakyat justru bersifat jangka pendek dan mahal. Ini yang membuat produksi rumah tersendat," sindir Suharso.

Hal senada disampaikan Ketua Kajian Studi Permukiman UGM Budi Prayitno. Budi mengatakan, koordinasi masih menjadi barang mewah. Urusan perumahan ditangani oleh 19 kementerian dan lembaga. Masing-masing tidak hanya tumpang tindih, tapi tabrakan. (properti.kompas.com)

No comments:

Post a Comment