Sejak
memutuskan untuk berhenti bekerja tepat diakhir tahun 2009 setelah 11 tahun
lamanya mengabdi di salah satu
perusahaan asuransi di Indonesia, saya tidak pernah berniat untuk
mencairkan dana JHT (Jaminan Hari Tua) saya di Jamsostek, walau saya sempat menanyakan
bagaimana cara mencairkan dana tersebut kepada HRD saat hendak pamitan. Bukan
karena tidak butuh uang, namun saya merasa bila dana tersebut dicairkan
pasti akan habis terpakai, jadi salah
satunya cara untuk menyimpannya adalah
dengan tidak mencairkannnya.
Untuk
memantau perkembangan dana selama tidak dicairkan, saya mendaftarkan diri di www.jamsostek.co.id. dan
dari hasil pemantauan online, saya mengetahui perkembangan dana yang tersimpan
di jamsostek tersebut ternyata berkembang lumayan dan lebih besar dibanding
kita menabung di Bank.
Setelah
hampir 3 tahun menitipkan dana tersebut, akhirnya suami saya menyarankan ”
lebih baik dicairkan saja, kalau mau disimpan, simpan sendiri saja, lebih
aman”. Dengan saran tersebut saya pun mulai memikirkan akan dikemanakan dana
itu nantinya dan mulai bertanya pada teman yang pernah mencairkan dana JHT
tersebut.
Tanggal 4
September 2012 lalu akhirnya saya menuju kantor Jamsostek terdekat dan tiba di
kantor Jamsostek kira-kira pukul 10.00. Betapa shock-nya saya saat membuka
pintu ternyata di dalam sudah penuh orang yang tampaknya memiliki tujuan yang
sama dengan saya. Belajar dari pengalaman malu bertanya sesat di jalan, saya
pun bertanya pada petugas keamanan kemana kaki saya ini harus melangkah.
“ Mau urus
pencairan Pak” begitu kata saya pada kedua Petugas Keamanan yang bertugas
memeriksa berkas
“
Kelengkapannya sudah di bawa Bu?”
“
Kelengkapannya apa aja ya Pak?”
“ KTP, KK,
surat lamaran, ijasah, kartu jamsostek”
“ Ijazah? “
“ Iya bu..
kalau gak ada ijazah gantinya pake NPWP, bawa khan”
“ iya bawa…
surat lamaran itu maksudnya surat berhenti kerja dari perusahaan khan Pak”
jawab saya memastikan.
Akhirnya
saya pun diberi dua lembar form yang harus di lengkapi dan ditandatangani
1. Formulir Permintaan Pembayaran Jaminan
Hari Tua (Formulir Nomor 5)
2. Kelengkapan Data Permohonan Pembayaran
JHT
Dalam
formulir Kelengkapan Data tercantum bahwa berkas yang harus diserahkan berupa :
1. Formulir Jamsostek Nomor 5
2. Kartu Peserta Astek/Jamsostek (KPA/KPJ)
3. KTP Foto copy dan Kartu Keluarga
Fotocopy ( ASLI dibawa untuk verifikasi)
4. Surat keterangan Berhenti Bekerja/PHK
(P4D/P4P) (Asli dan fotocopy)
5. Surat pernyataan tidak/belum bekerja
lagi
Setelah
diisi lengkap saya kembali kepada petugas keamanan yang bertugas menerima
berkas dan baru kemudian diberi nomor antrian (NPWP tidak jadi dilampirkan)
Selama
menunggu (karena tidak mendapat tempat duduk) saya perhatikan banyak nasabah
yang harus kembali pulang dengan alasan :
1. Berkas tidak lengkap
2. Dokumen asli tidak dibawa
3. Belum dapat dicairkan kerena masa
kepesertaan kurang dari 5 tahun 1 bulan (status sudah berhenti bekerja)
Ada 3
pilihan pencairan yang dapat dipilih
Transfer Bank (menurut informasi teman
kerja saya yang kebetulan bertemu disana dan memilihmetode pembayaran dengan
cara ini, perlu waktu maksimal 5 hari kerja dana diterima di rekening)
Kantor Cabang PT Jamsostek (tunai dan
berkas harus diterima sebelum jam 12 bila akan dicairkan di hari yang sama,
info dari teman yang sama karena Ia baru tiba di kantor Jamsostek setelah jam
makan siang)
Kantor Pos
Dengan
penuhnya ruangan dan tanpa pengeras suara, saya menunggu panggilan. Ada 2 tahap
panggilan untuk nasabah yang mengambil secara tunai, pertama untuk pengembalian
berkas dan kedua untuk penyerahan uang. Tepat Jam 12 Siang, proses penyerahan
uang dihentikan, dengan alasan petugas istirahat makan siang terlebih dahulu.
Proses
penyerahan uang baru dilanjutkan sekitar jam satu lebih dan saya baru bisa
kembali ke rumah hampir jam 3 sore.
Karena
pernah memiliki pengalaman bekerja di bagian operasional perusahaan jasa
keuangan, maka ada beberapa hal yang dapat saya cermati dari kinerja pelayanan
kantor Jamsostek ini
Melakukan proses seleksi berkas diawal
memang sangat tepat, sehingga petugas dapat memastikan bahwa berkas yang masuk
ke bagian operasional adalah berkas yang layak untuk diproses. Namun, perlu
penempatan orang yang tepat untuk melakukan proses seleksi awal ini, sehingga
tidak ada kesalahan informasi yang diterima nasabah. Contoh seperti Ijazah atau
surat nikah atau NPWP yang diminta sebagai kelengkapan berkas, padahal saya
pikir dokumen-dokumen tersebut diperlukan sebagai dokumen pendukung atau
pengganti bila kartu keluarga tidak dapat menunjukkan kesamaan data tenaga
kerja atau data ahli waris dengan data yang ada di Jamsostek.
Perlu sosialisasi mengenai ketentuan dasar
dari syarat pengambilan dana tersebut, seperti perlunya dokumen asli dan masa
tunggu 1 bulan setelah 5 tahun kepersertaan dan telah berhenti bekerja. Ini
dapat dilakukan dengan mencantumkan persyaratan tersebut di salah satu tempat
yang dapat dilihat saat nasabah baru memasuki kantor Jamsostek, sehingga tidak
semua nasabah bertanya kepada petugas.
Untuk kantor pelayanan jasa keuangan besar
seperti Jamsostek, perlu dilakukan shift petugas saat jam istirahat siang
seperti di Bank atau pelayanan jasa lainnya, sehingga proses pelayanan kepada
nasabah tidak harus terhenti saat jam istirahat dan nasabah tidak perlu
menunggu terlalu lama.
Hanya
sebuah cerita dari pengalaman yang hanya akan saya alami sekali seumur hidup
(mungkin), mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca yang berniat mencairkan
dana JHT di Jamsostek.
(ariyani na/lifesyle.kompasiana.com)
No comments:
Post a Comment