PT
Jamsostek (Persero) akan bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan per 1 Januari 2014. Jamsostek mengharapkan,
transformasi tidak hanya memberikan jaminan ketenagakerjaan, tetapi juga
lapangan kerja bagi masyarakat melalui investasi yang dilakukan.
Penyertaan
langsung seperti penyertaan modal dinilai tidak hanya memberikan manfaat kepada
Jamsostek, tetapi juga perekonomian Indonesia secara umum. Direktur Investasi
Jamsostek Jeffry Haryadi mengatakan, penyertaan langsung akan memberikan dana
segar bagi industri sektor riil. Dengan berkembangnya industri tersebut,
penyerapan tenaga kerja akan semakin tinggi.
Seperti
diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka pengangguran,
yaitu mencapai 7,39 juta penduduk dari total 118,19 juta angkatan kerja.
Melalui investasi yang dilakukan Jamsostek, diharapkan dapat mendukung sektor
riil dan mengurangi pengangguran sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat.
Selain itu,
tenaga kerja baru juga akan membayar iuran jaminan tenaga kerja kepada BPJS.
"Sehingga semuanya bergerak stimultan," ujar Jeffry, belum lama ini.
Ia
mengharapkan porsi investasi BPJS Ketenagakerjaan akan sesuai dengan Peraturan
Presiden (Perpres) No 24 Tahun 2011. Aturan ini merupakan acuan yang selama ini
dipakai Jamsostek dalam berinvestasi. Sehingga, investasi nanti tidak hanya di
instrumen pasar uang seperti deposito.
Hal senada
diungkapkan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Situmorang.
Investasi BPJS sebaiknya tidak dibatasi hanya di instrumen tertentu. Pasalnya
BPJS memerlukan dana yang cukup besar untuk menjamin kesejahteraan peserta.
Meskipun BPJS melakukan diversifikasi investasi, hal ini tetap menjunjung
tinggi prinsip kehati-hatian. "Jika tidak dari investasi, dari mana lagi
BPJS mendapatkan dana untuk memberikan manfaat bagi peserta," ujar
Chazali.
Direktur
Utama Jamsostek Elvyn G Masassya mengatakan, biaya operasional BPJS seharusnya
dipenuhi secara mandiri. Pemenuhan ini salah satunya dilakukan melalui
investasi. BPJS seharusnya bergerak tidak bergantung pada premi yang ditarik
dari anggota, tetapi juga dari dana kelolaan. Meskipun saat ini sejumlah
instrument investasi mengalami fluktuasi, Jamsostek meyakini diversifikasi
investasi bisa memberikan manfaat lebih di masa depan.
Hingga
akhir kuartal ketiga, Jamsostek telah membukukan dana hasil investasi senilai
Rp 11,72 triliun. Nilai ini tumbuh sebesar 17,15 persen bila dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hasil investasi terbesar berasal
dari obligasi, yaitu Rp 4,45 triliun. Selain itu, hasil terbesar juga
dihasilkan dari investasi saham sebesar Rp 4,06 triliun dan deposito Rp 1,96
triliun. Di akhir tahun perseroan menargetkan hasil investasi sebesar Rp 14,61
triliun. Jamsostek optimistis target ini bakal tercapai karena per September
realisasinya sudah mencapai 80 persen.
Dalam
menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara jaminan tenaga kerja, Jamsostek juga
diminta untuk tetap menjaga transparansi dalam pengelolaan dana masyarakat.
Secara konsisten, Jamsostek perlu menerapkan prinsip tata kelola perusahaan
yang baik (GCG) untuk memperkecil fraud dan penyalahgunaan aset perusahaan.
Direktur
Umum dan Sumber Daya Manusia (SDM) Jamsostek Amri Yusuf mengungkapkan Jamsostek
memperkecil kemungkinan penyalahgunaan aset dengan mengaktigkan sistem
whistleblowing ke seluurh unit kerja. Jamsostek juga membentuk komite
integritas dan antisuap.
Perseroan
memperkuat pengawasan internal melalui penyempurnaan infrastruktur GCG. Setiap
pelanggaran GCG akan mendapatkan sanksi sesuai jenis pelanggaran.
"Sanksinya mulai penundaan golongan sampai pemutusan hubungan kerja
(PHK)," tegas Amri. (www.republika.co.id)
No comments:
Post a Comment