Friday, November 22, 2013

Puasa dan Hikmahnya: Takwa




Allah SWT berfirman:
  
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah [2]: 183).
Jika seorang hamba telah mampu memotivasi dirinya untuk senantiasa berperilaku baik, dan mampu menjalankan ibadah puasanya secara benar, serta senantiasa mempertahankan diri untuk tetap melangkah di jalan yang benar, sejatinya ia telah memenangkan sayembara ibadah puasa, yaitu ketakwaan. Takwa sendiri memiliki makna menjauhi segala bentuk kemaksiatan, baik itu berupa maksiat yang besar yang tidak akan pernah diampuni oleh Allah SWT seperti syirik, maupun maksiat-maksiat kecil.
Di antara nilai positif yang dapat kita ambil dari hikmah puasa adalah kita –sebagai seorang hamba-Nya– telah benar-benar melaksanakan apa yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada kita. Dan mereka yang berhasil meraih ketakwaan, sejatinya ia telah berhasil keluar sebagai juara dari ujian ibadah puasanya. Mereka ini akan masuk ke dalam kelompok wali-wali Allah SWT sebagaimana telah dinyatakan dalam firman-Nya:

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS Yunus [10]: 62).
Diriwayatkan dalam hadits Qudsi bahwa nanti di hari kiamat Allah SWT akan memanggil hamba-hambanya, “Wahai hamba-hamba-Ku, janganlah kalian merasa takut dan bersedih hati di hari kiamat nanti.” Lalu sebagian kelompok orang akan mengangkat kepalanya dan berkata, “Kami adalah hamba-hamba Allah SWT.” Kemudian Allah SWT memanggil hamba-hamba-Nya untuk yang kedua kalinya, “Wahai orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat-Ku, kalian adalah termasuk orang-orang yang selamat.” Maka kepala orang-orang kafir akan tergantung. Sementara orang-orang yang mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT tetap mengangkat kepalanya. Kemudian Allah SWT memanggil hamba-hamba-Nya untuk yang ketiga kalinya, “Wahai orang-orang yang beriman, kalian adalah termasuk orang-orang yang bertakwa.” Maka lagi-lagi orang-orang kafir tergantung kepalanya. Sedangkan orang-orang yang bertakwa tetap mengangkat kepalanya. Mereka tidak lagi merasa takut dan bersedih hati, karena Allah SWT telah membuktikan janji-janji-Nya.”
Adapun hikmah ibadah puasa yang kedua adalah sebagaimana firman Allah SWT:

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al- Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia. Dan sebagai penjelasan-penjelasan bagi petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (menemui) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu” (QS Al-Baqarah [2]: 185).
Pada ayat ini, Allah SWT menerangkan kepada kita bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan suci yang penuh keberkahan. Pada bulan ini pula, Allah SWT menurunkan petunjuk yang paling sempurna, yaitu al-Qur’an. Dengan demikian, sudah sewajarnya kita merayakan keberkahan bulan Ramadhan ini dengan amalan-amalan yang bermanfaat yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an. Adapun perayaan mengenai hidayah al-Qur’an di bulan suci Ramadhan dengan cara mempersiapkan diri kita menghadapi hidayah-hidayah yang akan turun di bulan suci ini, yaitu dengan cara menjalankan ibadah puasa. Ketika kita benar-benar menjalankan ibadah puasa atas dasar keimanan, sesungguhnya kita telah sampai pada derajat pensucian jiwa. Sehingga, kita akan dapat menikmati betapa indahnya hidayah Allah SWT itu. Dan juga, kita akan benar-benar paham bahwa agama Islam adalah agama paling sempurna dan telah sempurna. Sebagaimana tercantum dalam ayat berikut:
Š
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu. Dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku. Serta telah Aku ridhai Islam itu menjadi (satu-satunya) agama bagimu.” (QS Al-Maidah [5]: 3).
Adapun hikmah ketiga dari ibadah puasa adalah tersurat dalam ayat penutup dari serangkaian ayat-ayat yang mengulas tentang ibadah puasa:
  
“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al-Baqarah [2]: 185).
Ketika Allah SWT telah mewajibkan ibadah puasa kepada kita, dan saat kita telah mampu membersihkan serta menyucikan diri kita dari segala bentuk kemaksiatan, sudah sewajarnya kita bahagia. Kita harus senantiasa mengagungkan dan memuja Allah SWT karena Dia telah menurunkan hidayah-Nya ke muka bumi ini. Dan telah memberikan kedamaian dan ketenteraman hati serta hidup kita melalui ibadah puasa. Dengan demikian, kita wajib mensyukuri atas semua yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Hanya dengan rasa syukur, Allah SWT berjanji akan selalu menambahkan nikmat-nikmat-Nya yang lain kepada kita. Sebagaimana dalam firman-Nya:
  
“Dan tatkala Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat-Ku) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim [14]: 7).
Dari pelbagai ayat-ayat yang membicarakan tentang puasa, kita akan menemukan salah satu kandungan makna terdalam yang tersurat di dalamnya. Kesemua ayat-ayat tersebut mengarahkan kita agar senantiasa bertakwa kepada-Nya, mengagungkan-Nya, dan beryukur atas semua nikmat-Nya. Allah SWT berfirman:

  
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al-Baqarah [2]: 186).
Tidak dapat diragukan lagi, saat jiwa seorang hamba sudah dipenuhi dengan kemantapan imannya; senantiasa menyucikan diri dari segala kemaksiatan pada-Nya; senantiasa berpegang teguh pada ketakwaannya; selalu mengagungkan Allah SWT dan mensyukuri semua nikmat-Nya, sesungguhnya ia telah sampai pada puncak kedekatannya dengan Allah SWT. Oleh karena itu, bila jiwa yang suci itu berdoa, niscaya akan dikabulkan. Jika ia meminta ilham untuk senantiasa mendapatkan kebenaran, niscaya ia akan diberikan. Dan jika ia meminta pentunjuk, maka ia akan ditunjukkan.
Hal yang perlu digaris-bawahi adalah bahwa proses penyucian jiwa yang sedang kita diskusikan sekarang ini sebetulnya adalah proses ikatan antara jiwa seorang hamba dan malam Lailatul Qadar; malam diturunkannya kitab suci al-Qur’an, dan juga malam-malam di mana para malaikat turun ke muka bumi; serta malam-malam di mana Allah SWT akan memilih hamba-hambanya untuk dijadikan sebagai hamba yang berbahagia di dunia dan di akhirat kelak.

******
Sekarang ini, bila kita bertanya amalan ibadah seperti apakah yang sekiranya mampu kita lakukan agar bulan suci Ramadhan tidak lewat begitu saja, dan malam Lailatul Qadar juga tidak berlalu tanpa bekas? Sekiranya jawaban yang tepat adalah membaca al-Qur’an al-Karim. Tentunya, tidak sekadar membaca tetapi juga berupaya mentadabburi ayat-ayatnya dan senantiasa mencari petunjuk-petunjuk di balik makna-maknanya. Apabila kita berhasil melakukan itu semua, sudah barang tentu seyogianya kita menjadikan al-Qur’an sebagai tolok ukur atas segala bentuk aktivitas kita.
Demikian pula, apabila kita mampu memahami keberadaan bulan suci Ramadhan secara benar, tentunya kita akan bersiap menyambutnya dengan jiwa yang telah dihiasi oleh rahmat Allah SWT. Dan pada akhirnya, kita akan siap menjalaninya dengan penuh rasa ketakwaan, keimanan dan kebahagiaan. Tak hanya itu, kita juga akan mampu merasakan betapa nikmatnya ampunan-ampunan yang diberikan-Nya kepada kita atas segala dosa masa lalu kita. Bahkan Allah SWT akan memberikan kita pahala dan rahmat-Nya.
Ini merupakan janji Allah SWT kepada para hamba-Nya yang betul-betul mengharapkan ridha-Nya. Ia berfirman dalam hadits Qudsi, “Setiap amal ibadah anak-cucu Adam akan kembali kepada pribadi masing-masing, kecuali ibadah puasa. Ketahuilah bahwa ibadah puasa sepenuhnya milik-Ku dan Aku sendirilah yang akan memberikan balasan pahala bagi siapa saja yang menjalankannya.”
Dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw bersabda, “Setiap satu amal kebaikan anak keturunan Adam, akan dilipat-gandakan menjadi sepuluh kali lipat. Dan hasil dari sepuluh kali lipat tadi, akan dilipatgandakan lagi sebanyak tujuh ratus kali lipat.” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Jadi apabila kita benar-benar mengetahui betapa besar pahala yang terkandung di dalam ibadah puasa, tentunya kita akan menyadari betapa rahmat Allah SWT sangatlah agung bagi manusia. Dengan menjadikan ibadah puasa sebagai rukun Islam, Allah telah mengerti betul bahwa watak manusia pada dasarnya memang cenderung liar bila tak dikontrol oleh suatu yang supra di atas dirinya. Dan di sinilah sebetulnya, Allah menjadikan puasa sebagai salah satu kontrol moralitas bagi umat Muslim itu. Sehingga umat Muslim mampu menjaga etika dirinya --baik ketika berhubungan dengan Tuhannya maupun dengan sesamanya.
Hal ini seperti ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya, “Ketahuilah bahwa ibadah puasa adalah tameng atau perisai. Jika salah satu di antara kalian sedang dalam keadaan berpuasa, maka janganlah kalian berbicara jorok dan jangan pula bertingkah bodoh. Seandainya ia dilawan atau dicaci-maki, maka hendaknya ia berkata, ‘Aku sedang berpuasa’.” (HR Imam Bukhari)

No comments:

Post a Comment