Barirah adalah seorang budak milik Ummul Mukminin, Aisyah. Suaminya, Mughits, adalah seorang budak berkulit hitam.[1] Setelah Aisyah memerdekakannya, Rasulullah memberikan pilihan kepada Barirah: bersama suaminya ataukah bercerai dengannya. Barirah sangat membenci suaminya, sementara suaminya sangat mencintainya. Karena itu, Barirah lebih memilih agar diceraikannya.
Ibnu Abbas berkata, “Seakan-akan saya melihat Mughits
mengelilingi Barirah sambil menangis, sampai-sampai air matanya melinang ke sela-sela
jenggotnya.”
Rasulullah bertanya kepada Ibnu Abbas bin Abdul Muthalib,
“Apakah kamu tidak terheran-heran dengan hasrat cinta Mughits kepada Barirah?
Dan kebencian yang tertanam dalam hati Barirah kepada Mughits?”
Karena merasa kasihan kepada Mughits, Rasulullah
memberikan pertimbangan kepada Barirah, “Bagaimana jika kamu kembali lagi
kepada suamimu.”
Barirah bertanya, “Apakah engkau telah memerintah saya
wahai Rasulullah.”
Beliau menjawab, “Saya hanya kasihan saja.”
Barirah berkata, “Saya sama sekali tidak membutuhkannya.”[2]
Putri Abu Lahab
Dzurrah adalah
putri Abu Lahab. Dia memeluk Islam dan ikut serta hijrah ke Madinah. Suaminya
adalah Harits bin Nufail bin Harits bin Abdul Muthalib. Untuk
suaminya, dia menghadiahkan tiga anak: Uqbah, Walid dan Abu Muslim. Ketika
Dzurrah berada di Madinah, banyak orang yang mengolok-olok kedua orang-tuanya.[3]
Sebab itu, dia mengadu kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apakah anak orang
kafir itu hanya saya?”
Rasulullah balik bertanya, “Kenapa kamu bertanya seperti
itu?”
Dzurrah menjawab, “Penduduk Madinah telah menyakiti saya
dengan mengolok-olok kedua orang-tuaku.”
Rasulullah berpesan, “Bilamana nanti kamu hendak shalat
Dhuhur, shalatlah di posisi yang bisa saya lihat.”
Kemudian Rasulullah melakukan shalat Dhuhur. Setelah itu,
beliau menoleh ke Dzurrah untuk selanjutnya menghadap ke jamaah shalat. Beliau
berkata, “Wahai manusia, apakah hanya kalian yang mempunyai nasab (jalur
keturunan), sementara saya tidak mempunyai nasab?”
Seketika Umar bin Khattab berdiri dan berucap, “Allah
akan marah terhadap orang-orang yang membuatmu marah.”
Lalu Rasulullah mengingatkan, “Perempuan ini adalah putri
paman saya. Maka, jangan sekali-kali seorang pun berkata kepadanya kecuali
dengan perkataan sopan.”[4]
[1]Mughits adalah budak milik Abu
Ahmad bin Jahsy al-Asadi. Lihat: al-Ishâbah (3/451-452), nomor
(8172).
[2]Diriwayatkan oleh Bukhari (2075,
5283), Abu Daud, (2231), al-Tirmidzi (1156), al-Nasaî (8/245-246), Ibnu Majah
(2075), al-Darimi (2292), Ahmad (1/215,281,361). Dalam
hadits, terdapat beberapa faedah yang telah ditulis oleh sebagian Ahli Hadits.
Lihat: al-Ishâbah (4/251-252), Fath al-Bâri (5/223-229),
(9/318-327) dan Syirar al-Nubalâ’ (3/533-537).
[3]Dalam riwayat lain
dari Umar bin Yasir, Ibnu Umar dan Abu Hurairah disebutkan bahwa kaum perempuan
di Madinah dari Bani Zuraiq menggelar tikar besama, kemudian berkata kepada
putri Abu Lahab, “Kamu adalah putri Abu Lahab yang telah Allah sebutkan dalam
ayatnya, تبت يدا أبي لهب وتب… Hijrahmu tidak cukup untuk menebus semua itu.” (Diriwayatkan
oleh al-Thabrani) Dalam riwayat tersebut terdapat Abdurrahman bin Basyir al-Damasyqi
yang telah dianggap terpercaya oleh Ibnu Hibban dan dilemahkan oleh Abu Hatim.
Sementara para perawi yang lain semuanya terpercaya. Lihat. Majma’ az-Zawâid
(9/257-258).
[4]Diriwayatkan oleh al-Thabrani.
No comments:
Post a Comment