Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
“Tidaklah sah (diterima) shalat seseorang tanpa wudhu. Dan tidaklah benar wudhu
seseorang tanpa berdoa kepada Allah Swt.”
Diriwayatkan juga dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah Saw.
bersabda, “Sesungguhnya Allah Swt. tidak menerima shalat seorang hamba yang
tanpa wudhu, tidak pula menerima sedekah seorang hamba dari harta yang tidak
halal.”
Dan diriwayatkan pula dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah
Saw. bersabda, “Sesungguhnya akan ada di hari kiamat kelak sebagian umatku yang
dipanggil dengan, “Wahai yang memiliki wajah berkilau, serta kaki dan tangan
yang bersinar sebagai aura jejak-jejak wudhu.” Barang siapa diantara kalian
yang ingin tetap menjaga wudhunya (agar tidak batal), maka lakukanlah semampu
kalian.”
Allah Swt. berfiman:
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki. Dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.” (QS: Al-Maaidah [5]: 6).
Adapun hadits berikut ini adalah sebagi penjelas sekaligus
perinci dari ayat di atas:
Diceritakan dari Ibnu Umar r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
“Jika salah satu diantara kalian bangun dari tidur, maka janganlah langsung
memasukkan tangan kalian ke dalam bejana (tempat apapun) kecuali setelah
membasuh tangan-tangan kalian sebanyak tiga kali. Karena sejatinya (saat kalian
tertidur) kalian tidak mengetahui ke arah mana dan di mana saja posisi tangan
kalian selama semalam.” (HR. Al-Darul Quthni).
Diceritakan pula dari Abdullah Bin Zaid bin ‘Ashim r.a. bahwa
ia pernah diberitahu tata cara wudhu ala Rasulullah Saw. Langkah awal wudhu baginda
Rasulullah Saw. adalah pertama-tama dengan berdoa sebelum memasukkan ke dua tangannya
ke dalam tempat wudhu. Lalu beliau mencuci kedua telapak tangannya sebanyak
tiga kali. Kemudian memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya. Setelah itu beliau berkumur dan menyedot (memasukkan air ke dalam hidung) dengan
menggunakan satu telapak tangannya. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tanganya lalu mengeluarkannya lagi. Setelah itu beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali. Beliau masukkan tangannya dan
mengeluarkannya lagi. Setelah itu beliau membasuh kedua tangannya sampai
kedua sikunya sebanyak dua kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya
dan mengeluarkannya lagi dan kemudian mengusap kepalanya dengan memaju-mundurkan
kedua tangannya. Setelah itu beliau membasuh kedua kakinya sampai kedua mata kakinya.
Kemudian sahabat Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim r.a. menuturkan bahwa seperti inilah tata cara
yang diajarkan oleh baginda Rasulullah Saw. (HR. Imam Ahmad).
Ketika sayidina Usman bin Affan r.a. mencotohkan tata-cara
wudhu kepada kita dengan pertama-tama mencuci kedua telapak tangan sebanyak
tiga kali, kemudian berkumur dan menghirup air ke dalam hidung lalu
mengeluarkannya kembali. Setelah itu, ia membasuh wajahnya sebanyak tiga kali,
kemudian membasuh tangan kanannya sampai siku sebanyak tiga kali. Lalu
dilanjutkan membasuh tangan kirinya sampai siku juga sebanyak tiga kali,
kemudian setelah itu ia mengusap kepalanya, lalu dilanjutkan dengan membasuh
kaki kanannya sampai mata kaki sebanyak tiga kali, dan disempurnakan membasuh
kaki kiri juga sebanyak tiga kali.
Sesasat setelah sahabat Usman bin Affan r.a mencotohkan
semua itu, beliau berkata, “Sesungguhnya aku telah melihat tata cara wudhu Rasulullah
Saw. Maka berwudhulah kalian sebagaimana wudhuku ini.” Kemudian ia lanjutkan, “Sesungguhnya
barang siapa yang berwudhu seperti tata-cara wudhuku ini, lalu melaksanakan shalat
(sunah) dua rakaat, maka semua dosanya yang lalu akan dihapuskan.”
Diceritakan oleh Abu Rafi’ r.a “Ketika Rasulullah Saw. berwudhu, beliau melepaskan cincinnya. (HR. Imam Ibnu Majah dan Darul Quthni).
Rasulullah Saw. Mencintai
Arah atau Sisi Sebelah Kanan
Diriwayatkan oleh sayidah Aisyah r.a.,bahwa “Rasulullah Saw. mencintai untuk mendahulukan
sisi-sisi kanan; baik ketika memakai sandal, ketika melangkah serta tata-cara beliau
ketika bersuci. Bahkan dalam setiap sendi kehidupannya, beliau senantiasa mendahulukan sisi-sisi kanannya.”
Rasulullah Saw. selalu Menyebut Nama Allah dalam
Keadaan Suci
Diceritakan oleh Al-Muhajir bin Qanfadz r.a. ketika ia
mengucapkan salam kepada Rasulullah Saw. yang pada waktu itu sedang berwudhu,
dan beliau pun tidak menjawab salamnya. Setelah Rasulullah Saw. selesai berwudhu, barulah beliau menjawab salam kepadanya. Dan beliau bersabda,
“Sesungguhnya aktifitas berwudhu tidaklah melarangku untuk menjawab salammu.
Hanya saja, aku merasa tidak nyaman ketika menyebut nama Allah Swt. sedang aku
tidak dalam keadaan suci.” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
Siwak
Diceritakan dari sayidah
Aisyah r.a bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Siwak merupakan pembersih
mulut dan diridhai oleh Allah Swt.” (HR. Imam Ahmad, Imam Nasa’i, dan Imam Bukhari).
Diceritakan pula dari sahabat Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah
Saw. bersabda, “Jikalau tidak karena kekhawatiran akan memberatkan umatku – atau
umat manusia pada umumnya – niscaya akan aku perintahkan kepada mereka untuk
bersiwak terlebih dahulu setiap akan melaksanakan shalat.”
Menjaga Kesucian Diri dari
Hadas Kecil Maupun Besar
Dikisahkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa suatu hari ketika Rasulullah
Saw. melintasi dua kuburan beliau bersabda, “Sesungguhnya mereka berdua
benar-benar (sedang) mendapat siksaan. Mereka berdua disiksa bukan karena telah
melakukan dosa besar semasa hidupnya. Namun yang pertama karena ia tidak
membersihkan diri selepas membuang hajat kecil (kencing). Sementara yang lain
karena telah menyebarkan isu fitnah (adu domba).” Kemudian Rasulullah Saw.
mengambil pelepah kurma yang masih basah, lalu menyabetkannya kepada kedua kuburan
tersebut. Hingga akhirnya masuklah ke dalam setiap kuburan itu satu lidi
pelepah kurma yang masih basah tadi. Para sahabat pun penasaran lalu bertanya
pada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah Saw., ada maksud apakah atas tindakanmu ini?.” Rasulullah
Saw. menjawab, “Semoga mereka berdua mendapatkan keringanan (siksaan) selama
dua lidi pelapah kurma ini belum kering.”
Hukum Bagi Wanita yang
Mengeluarkan Darah namun Bukan Darah Haid (Mustahadhah)
Diceritakan dari sayidah Aisyah r.a bahwa suatu hari Fatimah
binti Abu Habiysy mendatangi Rasulullah Saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah
Saw., aku ini sedang dalam keadaan istihadhah. Aku belum bersuci dan apakah aku diperkenankan meninggalkan shalat?” Rasulullah Saw. menjawab, “Tidak,
engkau tidak diperkenankan untuk meninggalkan shalat. Karena, itu hanyalah darah
biasa dan bukanlah darah menstruasi. Jika tiba saatnya engkau menstruasi, maka
tinggalkanlah shalat. Namun jika engkau sudah selesai dari itu, maka mandilah
untuk mensucikan darahmu. Kemudian shalatlah, lalu wudhulah jika engkau hendak
mendirikan shalat hingga sampai waktu itu (menstruasi) datang lagi.”
Dalam riwayat lain diceritakan, dari sayidah Aisyah r.a.
bahwa Fatimah binti Abu Habiysy mendatangi Rasulullah Saw. lalu bertanya, “Wahai
Rasulullah Saw., aku ini adalah wanita yang sedang dalam keadaan istihadhah. Aku belum bersuci. Apakah aku diperkenankan untuk tidak mendirikan shalat?” Rasulullah
Saw. menjawab, “Tidak, engkau tidak diperkenankan meninggalkan shalat. Engkau
diperkenankan meninggalkan shalat saat engkau berada dalam masa-masa
menstruasimu saja. Maka mandi dan wudhulah ketika hendak mendirikan shalat,
lalu kemudian shalatlah meskipun darah
itu (darah mustahadhah) menetes di atas kesetan (sajadah).” (HR. Imam Ahmad dan Imam Ibnu
Majah).
Mandi
pada Hari Jum’at
Diriwayatkan dari Samrah bin Jundub
r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa berwudhu
untuk mendirikan shalat Jum’at, maka baginyalah satu nikmat kebaikan. Namun
barang siapa yang mandi untuk mendirikan shalat jum’at, maka itu jauh lebih
baik dan utama.”
Diceritakan dari al-Fakih bin
Sa’ad r.a. bahwa “Rasulullah Saw. selalu mandi pada hari Jum’at,
hari Arafah, hari Idul Fitri, hari Idul Adha. Dan al-Fakih bin
Sa’ad r.a. selalu memerintahkan keluarganya untuk mandi pada hari-hari tersebut.” (HR. Abdullah dan Ibnu Ahmad)
Tayamum:
Kapan dan Bagaimana Pensyari’atannya?
Diriwayatkan bahwa sayidah Aisyah
r.a. berkata, “Dalam beberapa kesempatan, kami pernah bepergian bersama Rasulullah Saw. Sesampainya
kami di sebuah area gurung padang pasir antara Makkah dan Madinah, kalungku putus
(dan terjatuh entah di mana). Maka Rasulullah Saw. meminta bantuan para sahabat untuk
mencarinya, sementara persediaan air kami telah habis. Selang beberapa saat, beberapa
kerumunan orang mendatangi Abu Bakar al-Shidiq r.a. dan mengatakan, “Tidakkah
kau lihat apa yang sudah Aisyah perbuat? Ia bepergian bersama Rasulullah Saw. dan
para sahabat, sementara mereka berada di padang pasir yang tak maungkin
menjumpai air, dan air bekal mereka pun sudah habis tak tersisa.
Mendengar
pengaduan demikian, datanglah
Abu Bakar r.a. untuk memastikan keadaan. Sementara pada saat itu Rasulullah Saw. meletakkan
kepalanya di pangkuanku dan beliau pun tertidur. Lalu Abu Bakar berkata padaku, “Apakah engkau menahan (untuk meneruskan
perjalanan) Rasulullah Saw. dan para sahabat, sementara area
ini tidak memiliki sumber air, dan bekal air mereka pun sudah habis?
Sayidah Aisyah menjawab, “Abu
Bakar pun menegurku, seraya berkata masya Allah, lalu kemudian ia memegang
pundakku dan melarangku untuk bergerak karena Rasulullah Saw. masih
tertidur di pangkuanku. Saat pagi menjelang, Rasulullah Saw. pun bangun, dan
kami semua masih dalam keadaan tidak ada air. Selang beberapa saat, Allah Swt. menurunkan ayat
tayamum, dan kami semua lalu bertayamum. Kemudian Asyad bin al-Hadhir terheran-heran seraya berkata, “Keberkahan apakah yang engkau dapati wahai keluarga Abu
Bakar?” Lalu sayidah Aisyah berkata,”Setelah itu, kami putuskan untuk melepaskan
unta yang selama perjalanan aku naiki. Dan aku menemukan kalungku di bawahnya (bekas tempat
yang diduduki unta tersebut).”
(HR. Imam Ahmad).
Diceritakan dari Abu Umamah r.a. bahwa
Rasulullah Saw. bersabda, “Semua bumi ini
diciptakan untukku dan untuk umatku; keberadaannya akan senantiasa selalu suci
dan dapat difungsikan sebagai tempat sujud (masjid). Maka siapapun dari umatku
yang hendak mendirikan shalat, ketahuilah bahwa ia selalu memiliki tempat sujud
sekaligus tata cara mensucikan diri dari bumi ini.” (HR. Imam Ahmad).
Diceritakan dari ‘Imar Bin Yasir
r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tata-cara tayamum adalah dengan sekali mengusap wajah
dan kedua tangan.” (HR. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud).
Dalam redaksi lain, “Rasulullah Saw. memerintahkan
‘Imar Bin Yasir r.a. untuk bertayamum dengan hanya mengusap wajah dan kedua
tangannya.” (HR. Imam Tirmidzi).
Mandi merupakan tata-cara
mensucikan diri dari hadas besar seperti junub bagi pria dan wanita; dan secara
khusus hanya bagi para wanita seperti menstruasi atau bagi para wanita yang habis
melahirkan (nifas). Ketika dalam kondisi demikian tidak mendapatkan air, maka cara mensucikannya
adalah dengan tayamum.
Diriwayatkan dari sayidah Aisyah
r.a. bahwa “Ketika Rasulullah Saw. ingin mandi junub, beliau memulainya
dengan membasuh kedua tangannya terlebih dahulu. Kemudian diikuti
dengan berwudhu,
sebagaimana wudhu ketika hendak mendirikan shalat. Setelah itu, beliau memasukkan
jari-jarinya ke dalam air lalu merenggangkannya, dan menyeka akar-akar
rambutnya kepalanya. Lalu beliau menyiramkan air dari
kepalanya sebanyak tiga gayung menggunakan tangannya. Setelah semua itu, barulah beliau menyiramkan air ke
seluruh tubuhnya.”
Diceritakan dari Ummu Salamah r.a.
bahwa Ummu Salim r.a. pernah
mendatangi Rasulullah Saw. lalu
bertanya, “Wahai Rasulullah Saw., aku yakin
bahwa Allah Swt. tidak akan merasa malu untuk sebuah kebenaran. Maka aku ingin bertanya, “Apakah diwajibkan mandi bagi
seorang wanita yang bermimpi (basah)?” Rasulullah Saw. menjawab,
“Iya, jika ia mendapati cairan di sana.” Lalu Ummu Salamah r.a. menutupi
wajahnya sembari malu-malu, kemudian bertanya lagi, “Wahai Rasulullah Saw.,
apakah seorang
wanita itu bisa mimpi basah?” Rasulullah Saw. menjawab, “Iya, bisa.”
Dikisahkan dari Ubaid bin Umair r.a.
bahwa sayidah Aisyah r.a. menerima sebuah kabar tentang Abdullah bin Amru yang
memerintahkan para wanita ketika mandi besar haruslah mencabuti rambut
kepalanya. Maka sayidah Aisyah r.a berkata, “Sungguh tak kusangka jika ternyata
Ibnu Amru memerintahkan wanita untuk mencabuti rambut kepalanya ketika mandi! Bukankah
dengan perbuatan
demikian, ia telah memerintahkan para
wanita untuk menguliti kepalanya sendiri?! Ketahuilah bahwa aku dan Rasulullah Saw. itu mandi di
kamar mandi yang
sama. Dan aku sama sekali tidak menambahkan guyuran air ke kepalaku kecuali
tidak lebih dari tiga kali saja (apalagi sampai mencabuti rambut kepala).”
Diriwayatkan pula dari sayidah
Aisyah r.a. bahwa “Suatu ketika Rasulullah Saw. ditanya mengenai seorang pria yang
menemukan lendir di sekitar kemaluannya. Sementara ia tidak ingat apakah ia
bermimpi atau tidak. Rasulullah Saw. menjawab bahwa pria tersebut tetap harus
mandi. Lalu bagaimakah dengan keadaan seorang pria yang menduga bahwa ia telah
bermimpi, namun ia tidak menemukan tanda-tanda adanya lendir di sana. Rasulullah Saw. menjawab bahwa
pria tersebut tidak wajib mandi. Lalu Ummu Salim r.a. bertanya juga pada beliau,
“Bagaimana jika ia seeroang wanita wahai Rasulullah Saw., apakah ia wajib
mandi? Rasulullah Saw. menjawab, “Iya, wanita itu
juga diwajibkan
mandi. Karena para wanita adalah saudara perempuan bagi para pria.”
Cara
Mensucikan Pakaian dari Kencing Balita, Madzi[1] dan
Darah Haid
Diceritakan dari Ummu al-Fadh r.a.
bahwa Lubabah binti al-Harits berkata, “Suatu ketika Husein bin Ali kencing di
kamar Rasulullah Saw. dan mengenai baju yang beliau pakai. Ummu Al-Fadh lantas berkata,
“Wahai Rasulullah Saw., berikanlah pakaian itu agar aku cuci terlebih dahulu. Dan engkau kenakanlah dengan pakaian yang lain.” Rasulullah
Saw. menjawab, “Untuk kencing balita laki-laki, cukuplah dengan memercikkan
dengan air saja. Tapi
andaikata terkena kencing balita perempuan maka pakaian itu barulah dicuci.” (HR.
Imam Ahmad, Imam
Abu Daud dan Imam Ibnu Majah).
Sahal bin Hanif r.a. berkata, “Suatu
ketika aku menemukan sepercik madzi dalam bagian tubuhku karena ketika itu
cuaca sangat dingin dan akupun merasa sangat kelelahan. Sehingga aku mandi
berkali-kali. Lalu aku memberitahukan keadaanku ini pada Rasulullah Saw. Rasulullah
Saw. bersabda, “Atas apa yang menimpamu, cukuplah hanya dengan berwudhu.” Kemudian aku bertanya lagi, “Wahai
Rasulullah Saw., bagaimanakah cara mensucikan pakaikanku jika madzi itu mengenainya?
Rasulullah Saw. menjawab, “Untuk mensucikan pakaianmu itu, cukuplah engkau ambil
air sebanyak satu telapak tanganmu saja, lalu percikkan air tersebut pada
bagian pakian yang terkena madzi itu.” (HR.
Imam Abu Daud,
Imam Ibnu Majah dan Imam Tirmdzi).
Hadits ini diriwayatkan pula oleh al-Atsrum dengan redaksi berbeda, “Suatu ketika aku menemukan
sepercik madzi yang kala itu aku dalam keadaan sangat kelelahan. Lalu aku mendatangi Rasulullah Saw. dan menceritakan
apa yang aku
alami ini kepadanya. Maka Rasulullah Saw. menjawab, “Engkau cukup mengambil
air sebanyak genggaman tanganmu, lalu teteskan pada bagian yang terkena madzi
itu.”
Diceritakan dari Abu Hurairah r.a.
bahwa Khaulah binti Yasar r.a., berkata pada Rasulullah Saw., “Wahai
Rasulullah Saw., aku hanya memiliki satu baju, dan baju itu pun kini terkena
tetesan darah haidku.” Lalu
Rasulullah Saw. bersabda,
“Jika engkau telah suci nanti, maka cucilah pada bagian yang terkena darah itu.
Lalu dirikanlah shalat dengan mengenakan pakaian tersebut.” Ia pun bertanya lagi, “Wahai Rasulullah Saw., bagaimana
jika ternyata bekasnya tak nampak sampai keluar? Rasulullah Saw. kembali menjawab,
“Cukuplah engkau basahi dengan air, dan area bekasnya itu tak akan membuatmu
merasa kesusahan (hingga sampai perlu mencucinya).” (HR.
Imam Ahmad dan
Imam Abu Daud).
No comments:
Post a Comment