Oleh Otjih Sewandarijatun
Alumnus Universitas Udayana, Bali
Aksi buruh
yang sudah terjadi selama ini meskipun berlangsung dengan terkendali namun
cukup mengesankan adanya situasi yang rawan dalam masalah perburuhan sebagai
salah satu unsur utama industri. Aksi mogok yang bersifat nasional, meskipun
diperkirakan akan terkendali tetapi pasti akan memancing berbagai persoalan
perburuhan yang lebih rumit. Oleh sebab itu tentu bijak apabila disiapkan
penanggulanngannya baik dalam konteks aksi mogok maupun khususnya substansi
yang menjadi tututan kaum buruh.
Janji
Menakertrans Muhaimin Iskandar hanya dianggap basa-basi oleh Sekjen Organisasi
Pekerja seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar di Jakarta (22/10). Karena
dia menilai terbitnya Inpres dan Permenakertrans Upah Minimum justru bentuk
nyata tidak adanya upaya pemerintah mencari solusi dan berdialog dengan serikat
pekerja (SP) dan serikat buruh (SB). Dia justru meminta pemerintah instrospeksi
diri karena telah memulai konflik dengan menaburkan benih-benih tetidak
percayaan buruh kepada pemerintah. Karena itupula, SP/SB dan buruh memilih
untuk berdemo dan mogok nasional tanggal 28-30 Oktober 2013 mendatang.
"Muhaimin
seharusnya berkaca pada kegagalannya melakukan proses verifikasi SP/SB di tahun
2011 lalu, yang menyebabkan keanggotaan perwakilan SP/SB di beberapa dewan
tripartit nasional dan daerah tidka terisi. Tidak hanya masalah upah minimum,
OPSI juga mempertanyakan regulasi operasional BPJS Ketenagakerjaan berupa PP
maupun Perpres. Karena sampai saat ini Menaker dan jajarannya tidak pernah
berdiskusi dengan SP/SB maupun buruh. Justru, informasi yang diperoleh OPSI
adalah, Kemenakertrans sudah memasukkan 4 draft PP ke Kemenkumham untuk
diharmonisasi dan selanjutnmya akan diserahkan ke Presiden untuk
ditandatangani," ujarnya.
Sedangkan,
Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa di Jakarta (17/10), meminta
elemen buruh tidak melulu mengandalkan unjuk rasa sebagai sarana menyampaikan
aspirasi terkait upah minimum. Sebab, cara yang lebih tepat adalah berunding
dengan pengusaha di dewan pengupahan, baik nasional maupun daerah, karena
ketika pekerja terlalu sering berunjuk rasa, maka investor bakal khawatir.
Imbasnya, daya saing industri Indonesia bisa melemah.
"Skema
penaikan upah minimum akan didasarkan inflasi dan hasil diskusi antara serikat
buruh dengan pengusaha. Hatta pun menjamin instruksi presiden (inpres) mengenai
pengupahan, hanya menyentuh substansi cara kenaikan, bukan penentuan
nominalnya," ujar politisi PAN ini
Sementara
itu, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung
Laksono di Jakarta (23/10) mengatakan pelaksanaan jaminan sosial yang dilakukan
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dijalankan bertahap. Pada tahap
awal, saat BPJS beroperasi mulai 1 Januari 2014, belum semua penduduk menerima
layanan asuransi kesehatan dan pekerja ini. Format yang dijalankan pertama kali
adalah BPJS bidang kesehatan. Pihak yang mendapat fasilitas ini diutamakan
fakir miskin atau disebut penerima iuran jamkes.
"Golongan
lain menerima fasilitas awal ini adalah anggota TNI dan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) di Kementerian Pertahanan, anggota Polri, serta warga yang sudah
terdaftar sebagai anggota PT Askes dan PT Jamsostek," kata Menko Kesra
dalam lama khusus Setkab, Selasa (22/10/2013). Adapun pada tahap kedua bagi
penduduk yang belum masuk BPJS kesehatan paling lambat 1 Januari 2019 akan
otomatis, sehingga nantinya pada waktu itu, seluruh penduduk Indonesia mendapat
jaminan kesehatan universal. Dari data terbaru pemerintah, warga yang
memperoleh jaminan kesehatan di Indonesia mencapai 176 juta jiwa atau 72 persen
penduduk. Sebagai awalan, iuran fakir miskin disumbang negara sebesar Rp 19.252
per bulan.
Sedangkan
untuk pekerja formal dengan gaji tetap, Menko Kesra menuturkan skema iurannya
maksimal 5 persen dari gaji, dengan ketentuan sampai 30 Juni 2015, 4,5 persen
merupakan kewajiban pengusaha, dan 0,5 persen jadi tanggungan pegawai. Setelah
1 Juli 2015, pekerja menanggung 1 persen.
Respons
Dalam
menghadapi rencana mogok nasional buruh di Indonesia pada 28 s/d 31 Oktober
2013, maka perlu ada forum atau organisasi buruh yang benar-benar mewakili
seluruh komponen buruh seluruh Indonesia, dengan siapa Pemerintah dapat
berbicara.
Beberapa
Forum Buruh yang mengidentitaskan diri sebagai Sekretariat Bersama, Koordinator
atau Pimpinan Gerakan sudah muncul dan mengklaim sebagai Pimpinan Gerakan Buruh
yang merencanakan akan melakukan mogok nasional selama tiga hari dari tanggal
28- 30 Oktober 2013. Namun demikian status dan identitas ini memerlukan
klarifikasi yang lebih meyakinkan.
Kaum buruh
seluruh Indonesia melalui Pimpinan Nasional mereka itu, perlu secara jelas
menyatakan apa tntutannya. Disamping itu, menggunakan forum-forum pertemuan
yang ada antara kaum buruh, pengusaha dan Pemerintah harus berprisnip
menghormati dan konsisten dengan Demokrsasi Pancasila, yakni mengutamakan
pertemuan dan musayarwarah untuk menyelesaikan tuntutan buruh.
Secara
garis besar tuntutan kaum buruh menyangkut empat hal : kenaikan Upah; Inpres No
9 Tahun 2012; Sistem Outsourcing untuk efisiensi manajemen dan masalah BPJS.
Pemerintah
perlu menugasi Menakertrans untuk mengendalikan rencana aksi buruh tersebut dan
membentuk Forum Interdep untuk membantu Menakertrans. Pemerintah dalam hal ini
Presiden SBY telah memberikan petunjuk-petunjuk kepada para Menteri yang
terkait untk menanggapi tuntutan buruh sesuai dengan proporsi pemasalahan dan
situasi yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini, diantaranya Menko Kordinator
Bidang Ekonomi yang menyatakan pembahasan melalui Forum Pengupahan Buruh adalah
cara yang lebh tepat daripada melakukan pemogokan.
Dengan
tetap menilai, bahwa aksi mogok yang bersifat nasional selama tiga hari (28-30
Oktober 20123) nampak benar-benar tidak bisa dicegah, namun tanggapan agar aksi
mogok tidak berkembang menjadi aksi-aksi radikal dan anarkis, maka
langah-langkah damai melalui Forum Tripartiet dengan substansi yang menjadi
tuntutan kaun buruh, yaitu : pertama, membahas masalah upah atau gaji buruh
dalam sebuah Forum Pertemuan antara Perwakilan Kaum Buruh, Pengusaha dan
Pemerintah serta Inpres No 9 Tahun 2012. Kedua, penjelasan pelaksanaan BPJS
yang akan sudah dimulai pada awal tahun 2014 dengan obyek pertama diantaranya
adalah kaum buruh. Ketiga, masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep
Outsorcing dalam manajemen perusahaan.
Dalam
komunikasi nampaknya penting selain Menakertrans perlu ditonjolkan Menko
Perekonomian sebagai pejabat tinggi di bidang ekonomi yang erat dengan
permasalahan tuntutan ekonomi kaum buruh. Hanya menampilkan Menakertrans dalam
dialog dengan kaum buruh sangat mungkin sudah ada sikap-sikap apriori dari kaum
buruh, permasalahan tidak akan tuntas. Disamping itu, last but not least,
Menakertrans harus mengoptimalkan peranan tokoh-tokoh aktivis buruh yang
dijadikan staf-staf khusus di jajarannya seperti Dita Indah Sari dkk untuk
meredam aksi buruh ini. (news.liputan6.com)
No comments:
Post a Comment