Wednesday, November 6, 2013

Situasi Perburuhan di Indonesia

Oleh Otjih Sewandarijatun
Alumnus Universitas Udayana, Bali

Aksi buruh yang sudah terjadi selama ini meskipun berlangsung dengan terkendali namun cukup mengesankan adanya situasi yang rawan dalam masalah perburuhan sebagai salah satu unsur utama industri. Aksi mogok yang bersifat nasional, meskipun diperkirakan akan terkendali tetapi pasti akan memancing berbagai persoalan perburuhan yang lebih rumit. Oleh sebab itu tentu bijak apabila disiapkan penanggulanngannya baik dalam konteks aksi mogok maupun khususnya substansi yang menjadi tututan kaum buruh.
Janji Menakertrans Muhaimin Iskandar hanya dianggap basa-basi oleh Sekjen Organisasi Pekerja seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar di Jakarta (22/10). Karena dia menilai terbitnya Inpres dan Permenakertrans Upah Minimum justru bentuk nyata tidak adanya upaya pemerintah mencari solusi dan berdialog dengan serikat pekerja (SP) dan serikat buruh (SB). Dia justru meminta pemerintah instrospeksi diri karena telah memulai konflik dengan menaburkan benih-benih tetidak percayaan buruh kepada pemerintah. Karena itupula, SP/SB dan buruh memilih untuk berdemo dan mogok nasional tanggal 28-30 Oktober 2013 mendatang.

"Muhaimin seharusnya berkaca pada kegagalannya melakukan proses verifikasi SP/SB di tahun 2011 lalu, yang menyebabkan keanggotaan perwakilan SP/SB di beberapa dewan tripartit nasional dan daerah tidka terisi. Tidak hanya masalah upah minimum, OPSI juga mempertanyakan regulasi operasional BPJS Ketenagakerjaan berupa PP maupun Perpres. Karena sampai saat ini Menaker dan jajarannya tidak pernah berdiskusi dengan SP/SB maupun buruh. Justru, informasi yang diperoleh OPSI adalah, Kemenakertrans sudah memasukkan 4 draft PP ke Kemenkumham untuk diharmonisasi dan selanjutnmya akan diserahkan ke Presiden untuk ditandatangani," ujarnya.

Sedangkan, Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa di Jakarta (17/10), meminta elemen buruh tidak melulu mengandalkan unjuk rasa sebagai sarana menyampaikan aspirasi terkait upah minimum. Sebab, cara yang lebih tepat adalah berunding dengan pengusaha di dewan pengupahan, baik nasional maupun daerah, karena ketika pekerja terlalu sering berunjuk rasa, maka investor bakal khawatir. Imbasnya, daya saing industri Indonesia bisa melemah.

"Skema penaikan upah minimum akan didasarkan inflasi dan hasil diskusi antara serikat buruh dengan pengusaha. Hatta pun menjamin instruksi presiden (inpres) mengenai pengupahan, hanya menyentuh substansi cara kenaikan, bukan penentuan nominalnya," ujar politisi PAN ini

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono di Jakarta (23/10) mengatakan pelaksanaan jaminan sosial yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dijalankan bertahap. Pada tahap awal, saat BPJS beroperasi mulai 1 Januari 2014, belum semua penduduk menerima layanan asuransi kesehatan dan pekerja ini. Format yang dijalankan pertama kali adalah BPJS bidang kesehatan. Pihak yang mendapat fasilitas ini diutamakan fakir miskin atau disebut penerima iuran jamkes.

"Golongan lain menerima fasilitas awal ini adalah anggota TNI dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Pertahanan, anggota Polri, serta warga yang sudah terdaftar sebagai anggota PT Askes dan PT Jamsostek," kata Menko Kesra dalam lama khusus Setkab, Selasa (22/10/2013). Adapun pada tahap kedua bagi penduduk yang belum masuk BPJS kesehatan paling lambat 1 Januari 2019 akan otomatis, sehingga nantinya pada waktu itu, seluruh penduduk Indonesia mendapat jaminan kesehatan universal. Dari data terbaru pemerintah, warga yang memperoleh jaminan kesehatan di Indonesia mencapai 176 juta jiwa atau 72 persen penduduk. Sebagai awalan, iuran fakir miskin disumbang negara sebesar Rp 19.252 per bulan.

Sedangkan untuk pekerja formal dengan gaji tetap, Menko Kesra menuturkan skema iurannya maksimal 5 persen dari gaji, dengan ketentuan sampai 30 Juni 2015, 4,5 persen merupakan kewajiban pengusaha, dan 0,5 persen jadi tanggungan pegawai. Setelah 1 Juli 2015, pekerja menanggung 1 persen.

Respons


Dalam menghadapi rencana mogok nasional buruh di Indonesia pada 28 s/d 31 Oktober 2013, maka perlu ada forum atau organisasi buruh yang benar-benar mewakili seluruh komponen buruh seluruh Indonesia, dengan siapa Pemerintah dapat berbicara.

Beberapa Forum Buruh yang mengidentitaskan diri sebagai Sekretariat Bersama, Koordinator atau Pimpinan Gerakan sudah muncul dan mengklaim sebagai Pimpinan Gerakan Buruh yang merencanakan akan melakukan mogok nasional selama tiga hari dari tanggal 28- 30 Oktober 2013. Namun demikian status dan identitas ini memerlukan klarifikasi yang lebih meyakinkan.

Kaum buruh seluruh Indonesia melalui Pimpinan Nasional mereka itu, perlu secara jelas menyatakan apa tntutannya. Disamping itu, menggunakan forum-forum pertemuan yang ada antara kaum buruh, pengusaha dan Pemerintah harus berprisnip menghormati dan konsisten dengan Demokrsasi Pancasila, yakni mengutamakan pertemuan dan musayarwarah untuk menyelesaikan tuntutan buruh.

Secara garis besar tuntutan kaum buruh menyangkut empat hal : kenaikan Upah; Inpres No 9 Tahun 2012; Sistem Outsourcing untuk efisiensi manajemen dan masalah BPJS.

Pemerintah perlu menugasi Menakertrans untuk mengendalikan rencana aksi buruh tersebut dan membentuk Forum Interdep untuk membantu Menakertrans. Pemerintah dalam hal ini Presiden SBY telah memberikan petunjuk-petunjuk kepada para Menteri yang terkait untk menanggapi tuntutan buruh sesuai dengan proporsi pemasalahan dan situasi yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini, diantaranya Menko Kordinator Bidang Ekonomi yang menyatakan pembahasan melalui Forum Pengupahan Buruh adalah cara yang lebh tepat daripada melakukan pemogokan.

Dengan tetap menilai, bahwa aksi mogok yang bersifat nasional selama tiga hari (28-30 Oktober 20123) nampak benar-benar tidak bisa dicegah, namun tanggapan agar aksi mogok tidak berkembang menjadi aksi-aksi radikal dan anarkis, maka langah-langkah damai melalui Forum Tripartiet dengan substansi yang menjadi tuntutan kaun buruh, yaitu : pertama, membahas masalah upah atau gaji buruh dalam sebuah Forum Pertemuan antara Perwakilan Kaum Buruh, Pengusaha dan Pemerintah serta Inpres No 9 Tahun 2012. Kedua, penjelasan pelaksanaan BPJS yang akan sudah dimulai pada awal tahun 2014 dengan obyek pertama diantaranya adalah kaum buruh. Ketiga, masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep Outsorcing dalam manajemen perusahaan.


Dalam komunikasi nampaknya penting selain Menakertrans perlu ditonjolkan Menko Perekonomian sebagai pejabat tinggi di bidang ekonomi yang erat dengan permasalahan tuntutan ekonomi kaum buruh. Hanya menampilkan Menakertrans dalam dialog dengan kaum buruh sangat mungkin sudah ada sikap-sikap apriori dari kaum buruh, permasalahan tidak akan tuntas. Disamping itu, last but not least, Menakertrans harus mengoptimalkan peranan tokoh-tokoh aktivis buruh yang dijadikan staf-staf khusus di jajarannya seperti Dita Indah Sari dkk untuk meredam aksi buruh ini. (news.liputan6.com)

No comments:

Post a Comment