Direksi
Jamsostek diminta untuk lebih serius berbenah dan tak hanya sibuk beriklan
jelang diberlakukannya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS. Jamsostek
juga diminta untuk mempersiapkan sistem dan sumber daya agar program BPJS
berjalan dengan baik.
"Harus
ada sosial kontrol dari publik, agar mencegah perilaku moral hazard, baik di
Askes maupun di Jamsostek," ujar Hasbullah Thabrany pakar dari Center for
Health Economics and Policy Universitas Indonesia, Minggu (22/12/2013) dalam
keterangan tertulisnya.
Menurut
dia, harus ada perbaikan mendasar dari direksi Jamsostek jika ingin BPJS jalan.
Hasbullah juga menilai bahwa iklan BPJS yang ditayangkan di berbagai media
mengenai BPJS juga tidak tepat.
"Mereka
harus mengubah iklan mereka. Bukan iklanin BPJS-nya, tapi SJSN-nya. Kan kalau
sebuah perusahaan mengiklankan, produknya yang diperkenalkan," katanya.
Hal yang
juga harus diperbaiki, berkaitan dengan identifikasi potensi masalah.
Masyarakat belum memahami BPJS sehingga dipastikan akan banyak kendala dan
keluhan.
"Mereka
harus mengubah budaya untuk mengutamakan layanan publik. Jangan ada rasa
"aku pegang uang banyak nih" maka aku berkuasa," ujarnya.
Direksi
Jamsostek, tegas Hasbullah, harus berpikir bahwa duit triliunan yang dikelola
itu merupakan amanat yang harus dikembalikan lagi manfaatnya ke pekerja.
"Mereka
harus berpikir "Kami diamanatkan pegang banyak uang orang, dan kami digaji
dari orang yang punya uang itu maka kami harus layani peserta sebaik
mungkin," ujarnya.
Di lain
sisi, Ketua Umum Serikat Pekerja Jamsostek (SPJ), Abdurrahman Irsyadi meminta
Direksi Jamsostek agar lebih prudent dalam memilih instrumen investasi.
Pasalnya saat ini kondisi pasar sedang tidak kondusif.
"Masalah
investasi Jamsostek menurut SPJ harus prudent, hati-hati," ujar Irsyadi.
Menurut
Irsyadi, investasi yang sudah dijalankan saat ini memang sudah bagus dengan
memilih investasi di pasar modal dan pasar uang. Hanya saja ia berharap,
instrumen investasi yang dipilih juga harus bisa memberikan keuntungan bagi
pekerja.
"Harus
memberi efek dalam hal pengembangan investasi," imbuhnya.
Menurutnya
saat ini Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) BPJS, masih belum mendengarkan
aspirasi masyarakat pekerja.
Rumusan RPP
tersebut, kata Irsyadi, belum dilakukan uji publik, sehingga jika langsung
diserahkan kepada Presiden dikhawatirkan isinya tidak sesuai dengan harapan
pekerja atau buruh.
Untuk itu
ia berharap pemerintah hendaknya konsisten terhadap amanat UU Nomor 24 Tahun
2011 tentang BPJS bahwa apa yang sudah didapatkan oleh peserta Jamsostek tidak
berkurang.
Tim RPP
BPJS harus memahami benar tentang pengelolaan dana Jamsostek. Tapi kenyataannya
rumusan belum matang tapi sudah diajukan ke Presiden.
"Kalau
BPJS Ketenagakerjaan akan berlaku per 1 Juli 2015 dan PUMP (pinjaman uang muka
perumahan) melekat di JHT (jaminan hari tua) sebesar 80% dari JHT peserta BPJS
Ketenagakerjaan eks peserta Jamsostek, tentu ini akan membuat para pekerja dan
buruh makin susah punya rumah," katanya.(www.tribunnews.com)
No comments:
Post a Comment