TIGA mobil jenazah terparkir di garasi. Seorang pria sedang menyelesaikan sebuah peti mati. Sementara di dua ruang lain, beragam ukuran dan jenis peti mati bertumpuk.
Setiap
hari, selama 24 jam, tempat ini nyaris tak pernah kosong. Selalu ada pekerja
yang siap sedia. Mereka adalah para pegawai Yayasan Kematian Katolik St Yusuf
Paroki St Kristoforus Grogol, Jakarta Barat. Kantor yayasan ini berada satu
kompleks dengan Sekolah Kristoforus Grogol, tak jauh dari Gereja St Kristoforus
Grogol.
Yayasan ini
berdiri pada 1972 sebagai yayasan sosial di bawah naungan Paroki St Kristoforus
Grogol. Tujuan yayasan, berupaya maksimal meringankan beban moral dan material
keluarga yang ditinggalkan, dengan memberi pelayanan cepat, handal, dan
bertanggung jawab. Meski bersifat sosial, yayasan ini dikelola secara
profesional.
Pelayanan
yayasan ini antara lain, pemandian jenazah, pengangkutan jenazah dalam dan luar
kota Jakarta, pengadaan peti jenazah dari yang standar hingga kualitas ekspor,
pelayanan liturgi, pengurusan kremasi dan pemakaman, pemindahan jenazah,
pengurusan izin, hingga pembuatan akta kematian. Yayasan ini juga bekerjasama
dengan beberapa rumah duka, seperti Sumber Waras, St Carolus, Cikini, Harapan
Kita, Bandengan, dan Oasis Lestari. “Kami juga memberikan kursus merawat
jenazah di lingkungan-lingkungan,” papar Sekretaris Yayasan J. Andi Basuki.
Melayani agama lain
Yayasan
yang memiliki 13 pegawai tetap ini tak hanya melayani umat Katolik. Tercatat
pada tahun 2010, yayasan ini melayani 18 umat Kristen, empat umat Buddha, dan
10 umat Islam. “Kami memprioritaskan umat Islam yang berada di sekitar Gereja
St Kristoforus. Mereka bisa memanfaatkan mobil jenazah secara gratis,” ungkap
Andi.
Umat
Katolik yang dilayani yayasan ini pun tak hanya dari Paroki Grogol. Anggota
juga berasal dari Paroki St Andreas Kedoya, Paroki Hati Kudus Kramat, Paroki
Maria Bunda Karmel Tomang, Paroki St Maria Bunda Perantara Cideng, dan Paroki
Kristus Salvator Slipi. “Secara rutin, kami berkunjung ke paroki-paroki di
Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) untuk menyosialisasikan keberadaan yayasan ini,”
tutur Ketua Yayasan Y. Agus Hendrosusanto. Pada 2011, jumlah anggota mencapai
4.083 kepala keluarga, 461 kepala keluarga di antaranya bukan Katolik.
Dengan
iuran Rp 5.000 per bulan, setiap anggota mendapatkan fasilitas peti mati, mobil
jenazah, pemakaman atau kremasi, dan pelayanan liturgi. Yayasan bekerjasama
dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Rangon, Kampung Kandang, dan Tegal
Alur.
Yayasan ini
juga melakukan subsidi silang. Bilamana ada anggota yang secara ekonomi tak
mampu, yayasan tetap akan memberikan pelayanan. “Bahkan, jika yang meninggal
dunia bukan anggota, yayasan pun akan tetap membantu. Kami juga menyediakan
sumbangan peti mati,” ujar Andi.
Namun, Agus
Hendrosusanto mengingatkan, agar pelayanan kematian jangan seperti arisan.
“Setiap bulan iuran, lalu saat ada kematian diberikan sumbangan. Itu seperti
arisan!” tegasnya. Pelayanan kematian, menurut Agus Hendrosusanto, juga jangan
sampai terjebak pada mencari keuntungan. “Ini adalah pelayanan!” tandasnya
sekali lagi.
St Yusuf
Sementara
di Paroki St Clara Bekasi Utara, Seksi St Yusuf bekerjasama dengan Yayasan
Sinar Kasih Abadi di Narogong, Bekasi. Jadi, saat terjadi kematian, Seksi St
Yusuf akan menghubungi Yayasan Sinar Kasih Abadi. Yayasan inilah yang akan
memberikan segala fasilitas yang diperlukan, seperti peti mati, mobil jenazah,
dan pelayanan pemakaman atau kremasi.
Menurut
Ketua Seksi St Yusuf Paroki St Clara Bekasi Utara, Genoveva Susi Sutanto,
kendala yang kerap dihadapi adalah jika yang meninggal dunia berasal dari
keluarga beda agama, atau umat Katolik yang tak terdaftar di lingkungan.
“Sejauh mereka bisa menunjukkan surat Baptis dan riwayat perkawinan serta surat
keterangan dari RT dan RW, kami masih bisa melayani,” urai Susi.
Seksi St
Yusuf juga melayani umat yang secara ekonomi tak mampu. “Biasanya lingkungan
berkoordinasi dengan St Yusuf untuk memberikan bantuan,” ujar Sekretaris Seksi
St Yusuf Paroki St Clara Bekasi Utara, Yustinus Liswahyudi.
Untuk
pelayanan kematian, Susi dan Liswahyudi mengusulkan agar ada kerjasama
antarparoki di KAJ. Selain untuk berbagi pengalaman, kerjasama ini juga bisa
untuk meningkatkan pelayanan kematian di paroki, serta lebih bisa membantu umat
yang miskin.
Senada
dengan Paroki St Clara Bekasi Utara, Seksi St Yusup Paroki Kalvari Lubang
Buaya, Jakarta Timur juga bekerjasama dengan pihak luar, yakni Yayasan Pario
Putra. Sementara untuk merawat jenazah, menurut Pengurus Seksi St Yusup Paroki
Kalvari, Sony Sutarso, di setiap lingkungan sudah ada tim yang bisa merawat
jenazah. Di setiap lingkungan di Paroki Kalvari, juga sudah terbentuk Seksi St
Yusuf sehingga memudahkan koordinasi.
Hal yang
sama pun dilakukan di Paroki St Nikodemus Ciputat, Tangerang Selatan. Seksi
Kematian St Yusuf Paroki Ciputat juga bekerjasama dengan pihak luar, yaitu
Yayasan Elim. Selama ini iuran St Yusuf di Paroki Ciputat sebesar Rp 5.000.
Jika terjadi kematian, pihak keluarga akan mendapat santunan dan biaya pemakaman
sesuai standar yang telah ditetapkan. Menurut Ketua Seksi Kematian Paroki
Ciputat, Tarsisius Ngadiono, kendala utama yang dihadapi hingga saat ini,
banyak umat yang belum mengetahui prosedur di St Yusuf. “Mereka hanya tahu
semua ditanggung oleh Gereja. Sosialisasi besaran santunan dari St Yusuf memang
kurang disosialisasikan kepada umat,” paparnya.
Dengan
iuran yang sangat terjangkau, menurut Ngadiono, pelayanan kematian ini amat
membantu, terutama umat yang kurang mampu. “Pelayanan ini sangat membantu orang
miskin,” tuturnya. Bendahara seksi kematian Paroki Ciputat, Natalia Felisita
Wuryanti, mengatakan, jangan sampai orang yang kurang mampu diminta nombok
kekurangan uang peti, pemakaman, dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment