Suaranya terdengar pelan, dimakan oleh usia yang kian senja, namun sorot matanya tak mampu menyembunyikan ada kesan ketegasan di situ. H Muhammad Hasanuddin, lelaki kelahiran Bangko, 15 Maret 1953, ini merupakan sosok yang teguh menjalankan tugas dan amanahnya dengan baik sebagai khatib dan penyuluh agama di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Bagansiapiapi.
Sehari-hari dia seolah menjadi suluh yang
menerangi hari-hari yang dilewati oleh para narapidana selama menjalani proses
hukuman dan pembinaan di lembaga pemasyarakatan.
Kesibukan Hasanudin kian bertambah terutama pada
Jumat, karena dia mesti mempersiapkan diri menjadi khatib ataupun penuntun
khatib.
Pagi sekali dia sudah bangun, setelah melaksanakan
salat subuh dan sarapan, biasanya dia duduk di depan rumah menunggu jemputan
untuk diantar ke Rutan.
“Khatib di sini ditunjuk oleh Lembaga Dakwah Islam
(LDI) Rokan Hilir, posisi saya ditetapkan untuk menggantikan apabila ada khatib
yang berhalangan hadir,” katanya.
Di masjid yang diberi nama At Taubah itulah
Hasanuddin memberikan bimbingan dan penyadaran bagi para napi. Jumlah anak
asuhnya mencapai ribuan, sejak dia mulai menjadi juru dakwah pada 1976. Waktu
itu Rokan Hilir belum terbentuk, masih sebagai Kabupaten Bengkalis. Dia
diinstruksikan oleh Kepala Depag Nawawi K agar menjadi Penyuluh Penerangan
Kecamatan Bengkalis dan ditempatkan di Bangko.
”Hingga akhirnya perjalanan hidup mengantarkan
saya menjadi pendakwah bagi para narapidana,” tutur Hasanudin dengan tatapan
menerawang. Lalu apa suka dukanya? Dia tersenyum ketika mendapatkan pertanyaan
tersebut.
“Yang pasti banyak, tak terkatakan lagi. Maklum
saja berbagai perangai terkumpul di sini, narapidananya banyak dengan masalah
yang besar hingga kecil. Masalah yang tak terpikirkan oleh kita,” tukasnya
lagi.
Tak terhitung berapa tepatnya angka narapidana
yang dikenai hukuman karena kasus berbeda seperti zina, pembunuhan, judi,
hingga penyalahgunaan narkoba.
Jumlah kepala Rutan saja sejak 1976 tersebut,
sudah mengalami sepuluh kali pergantian di tengah itu semua namun Hasanudin
tetap bertahan sejak muda hingga sepuh saat ini.
Kesibukan lain yang pernah dilakoni juga oleh
Hasanudin yaitu menjadi guru di Aliyah Bagansiapiapi sejak 1996 hingga 2008.
Sekarang pun ketunakan tekadnya untuk mengabdi
sebagai pengajar, pengabdi sekaligus pendakwah tetap bertahan yang
diperlihatkannya dengan mengajar di Yayasan Datuk Sungai Rumbia, di Jalan
Bintang, Bagan Punak Kecamatan Bangko.
“Untuk mengajar pun tetap diantar jemput,”
sebutnya.
Ditinggal wafat sang isteri, Mariyah binti Nasir,
Hasanudin menjalani hari-harinya dengan bahagia bersama lima orang anak dan 12
cucu.
Keikhlasan, menjadi kata kunci bagaimana
pengabdian sekian lama tersebut mampu dijalaninya dengan baik.
“Saya hanya ingin mengabdi untuk agama saya,
selebihnya Allah yang menontukan (menentukan),” katanya.
Dia berharap semoga para tahanan mampu kembali
menjadi manusia yang baik, sebagaimana fitrah semua manusia adalah diciptakan
dalam keadaan fitri atau suci dan bisa bergaul dengan baik di masyarakat begitu
keluar dari rumah tahanan serta berbuat yang positif demi bangsa dan negara.
(sumber: www.riaupos.co)
No comments:
Post a Comment