Monday, January 20, 2014

Suluh Bagi Napi Bagansiapiapi


Suaranya terdengar pelan, dimakan oleh usia yang kian senja, namun sorot matanya tak mampu menyembunyikan ada kesan ketegasan di situ. H Muhammad Hasanuddin, lelaki kelahiran Bangko, 15 Maret 1953, ini merupakan sosok yang teguh menjalankan tugas dan amanahnya dengan baik sebagai khatib dan penyuluh agama di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Bagansiapiapi.

Sehari-hari dia seolah menjadi suluh yang menerangi hari-hari yang dilewati oleh para narapidana selama menjalani proses hukuman dan pembinaan di lembaga pemasyarakatan.

Kesibukan Hasanudin kian bertambah terutama pada Jumat, karena dia mesti mempersiapkan diri menjadi khatib ataupun penuntun khatib.

Pagi sekali dia sudah bangun, setelah melaksanakan salat subuh dan sarapan, biasanya dia duduk di depan rumah menunggu jemputan untuk diantar ke Rutan.

“Khatib di sini ditunjuk oleh Lembaga Dakwah Islam (LDI) Rokan Hilir, posisi saya ditetapkan untuk menggantikan apabila ada khatib yang berhalangan hadir,” katanya.

Di masjid yang diberi nama At Taubah itulah Hasanuddin memberikan bimbingan dan penyadaran bagi para napi. Jumlah anak asuhnya mencapai ribuan, sejak dia mulai menjadi juru dakwah pada 1976. Waktu itu Rokan Hilir belum terbentuk, masih sebagai Kabupaten Bengkalis. Dia diinstruksikan oleh Kepala Depag Nawawi K agar menjadi Penyuluh Penerangan Kecamatan Bengkalis dan ditempatkan di Bangko.

”Hingga akhirnya perjalanan hidup mengantarkan saya menjadi pendakwah bagi para narapidana,” tutur Hasanudin dengan tatapan menerawang. Lalu apa suka dukanya? Dia tersenyum ketika mendapatkan pertanyaan tersebut.

“Yang pasti banyak, tak terkatakan lagi. Maklum saja berbagai perangai terkumpul di sini, narapidananya banyak dengan masalah yang besar hingga kecil. Masalah yang tak terpikirkan oleh kita,” tukasnya lagi.

Tak terhitung berapa tepatnya angka narapidana yang dikenai hukuman karena kasus berbeda seperti zina, pembunuhan, judi, hingga penyalahgunaan narkoba.

Jumlah kepala Rutan saja sejak 1976 tersebut, sudah mengalami sepuluh kali pergantian di tengah itu semua namun Hasanudin tetap bertahan sejak muda hingga sepuh saat ini.

Kesibukan lain yang pernah dilakoni juga oleh Hasanudin yaitu menjadi guru di Aliyah Bagansiapiapi sejak 1996 hingga 2008.

Sekarang pun ketunakan tekadnya untuk mengabdi sebagai pengajar, pengabdi sekaligus pendakwah tetap bertahan yang diperlihatkannya dengan mengajar di Yayasan Datuk Sungai Rumbia, di Jalan Bintang, Bagan Punak Kecamatan Bangko.

“Untuk mengajar pun tetap diantar jemput,” sebutnya.

Ditinggal wafat sang isteri, Mariyah binti Nasir, Hasanudin menjalani hari-harinya dengan bahagia bersama lima orang anak dan 12 cucu.

Keikhlasan, menjadi kata kunci bagaimana pengabdian sekian lama tersebut mampu dijalaninya dengan baik.

“Saya hanya ingin mengabdi untuk agama saya, selebihnya Allah yang menontukan (menentukan),” katanya.

Dia berharap semoga para tahanan mampu kembali menjadi manusia yang baik, sebagaimana fitrah semua manusia adalah diciptakan dalam keadaan fitri atau suci dan bisa bergaul dengan baik di masyarakat begitu keluar dari rumah tahanan serta berbuat yang positif demi bangsa dan negara.
 (sumber: www.riaupos.co)  

No comments:

Post a Comment