Sejumlah manfaat Jaminan Sosial Ketenagakerjaan terancam gagal dilaksanakan akibat belum diputusnya regulasi teknis pengatur manfaat program yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Menurut
Pasal 70 b UU No. 24/2011 tentang BPJS beleid pelaksanaan dari BPJS
Ketenagakerjaan tuntas paling lama dua tahun dengan tenggat 25 November 2013.
PT Jamsostek yang sudah berubah wujud menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada 1
Januari 2014 pun harus sudah menyelenggarakan seluruh program jaminan sosial
ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015. Namun, hingga kini, aturan teknis
penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT),
jaminan kematian (JKM), serta jaminan pensiun yang diselenggarakan BPJS
Ketenagakerjaan untuk seluruh buruh masih dalam bentuk rancangan peraturan
pemerintah dan rancangan peraturan presiden.
Ketua
Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), Said Iqbal, mengatakan pelaksanaan BPJS
Ketenagakerjaan terancam gagal secara sistemik lantaran aturan teknis
pelaksanaan manfaat program serta jaminan pensiun belum disahkan. Aturan teknis
tersebut harus disahkan untuk mengatur kepesertaan seluruh buruh di Tanah Air,
terutama bagi yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Pasalnya,
hingga kini untuk sektor formal saja masih banyak badan usaha yang belum
mendaftarkan buruh mereka menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sesuai UU No.
3/1992 tentang Jamsostek.
Berdasarkan
data KAJS, hanya sekitar 30% atau 13,2 juta buruh dari 44 juta buruh formal
yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Dari jumlah itu hanya 5% atau
sekitar 660.000 dari peserta yang memiliki jaminan pensiun. Minimnya
kepesertaan tersebut mengancam manfaat jaminan pensiun dari sedikitnya 98%
buruh formal. “Untuk itu, kami mendesak pemerintah harus mengesahkan peraturan
pemerintah tentang premi atau iuran dari sejumlah manfaat, termasuk jaminan
pensiun paling lambat April 2014,” katanya, akhir pekan lalu.
Hal senada
diungkap Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar. “Jangan sampai terlambat
terbitnya aturan teknis BPJS Ketenagakerjaan justru membuat bingung pengusaha
dan buruh,” katanya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) do
Jakarta, Minggu (19/1/2014).
Timboel
meminta aturan tentang manfaat dan jaminan pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan
segera dituntaskan untuk melihat respons publik dari kebijakan baru yang
ditetapkan pemerintah untuk memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada
seluruh buruh di Tanah Air. “Jangan mengulang keterlambatan penerbitan aturan
teknis BPJS Kesehatan.”
Timboel
mengatakan pemerintah harus segera menetapkan manfaat program terutama untuk
jaminan pensiun yang hingga kini masih simpang siur. “Pemerintah harus
membedakan manfaat jaminan pensiun dengan JHT.”
Untuk
teknis manfaat program jaminan pensiun, buruh meminta BPJS Ketenagakerjaan
diberikan sesuai sistem yang selama ini ada atau mengacu UU No. 40/2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Adapun JHT diberikan sekali setelah buruh
memasuki masa pensiun.
Berdasarkan
UU No. 40/2004, jelasnya, manfaat jaminan pensiun diberikan dalam uang tunai
yang diterima peserta setiap bulan sampai meninggal dunia. Jaminan pensiun
tersebut juga bisa dialihkan kepada ahli waris janda/duda, anak, hingga batas
waktu tertentu sesuai undang-undang. ”Saat ini yang masih belum disahkan adalah
premi atau iuran serta masa iur buruh untuk mendapatkan manfaat, termasuk
jaminan pensiun.”
Menanggapi
desakan tersebut, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali
Situmorang, mengatakan saat ini DJSN sedang membahas sejumlah draf rancangan
peraturan pemerintah mengenai teknis pelaksanaan manfaat jaminan pensiun
tersebut.
Direktur
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Jaminan Sosial Kemenakertrans, Irianto
Simbolon, mengatakan seluruh draf peraturan pemerintah BPJS Ketenagakerjaan
masih dalam tahap sinkronisasi dengan lembaga lain. “Ini dilakukan agar tidak
terjadi tumpang tindih aturan pelaksanaan. Yang jelas melalui BPJS
Ketenagakerjaan, pemerintah tidak akan mengurangi manfaat yang selama ini
diberikan Jamsostek.”(www.solopos.com)
Progres Penyusunan Regulasi BPJS
Ketenagakerjaan
A. Prioritas I (Draf telah Disusun)
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang Penyelenggaraan Program JKK, JKM, dan JHT
RPP tentang Program Jaminan Pensiun
RPP tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi
Administratif
RPP tentang Tata Cara Pengelolaan dan
Pengembangan Dana Jaminan Sosial BPJS
Ketenagakerjaan
Rancangan Perpres tentang Penahapan
Kepesertaan Jaminan Sosial
Rancangan Perpres tentang Pengelolaan
Program dan Laporan Keuangan BPJS Ketenagakerjaan
RPP Hubungan Antarlembaga
B. Prioritas II (Draf dalam
Pembahasan)
1. RPP
tentang Tata Cara Transformasi Program dari PT Asabri dan PT Taspen Ke BPJS
Ketenagakerjaan (Transformasi 2029)
2. Rancangan
Perpres tentang Tata Cara Pemilihan dan Penetapan Dewan Pengawas dan Direksi
BPJS Ketenagakerjaan (aturan ditetapkan paling lambat 2016)
3.
Rancangan Keppres tentang Penbentukan Panitia Seleksi Dewan Pengawas dan
Direksi (aturan ditetapkan paling lambat 2016)
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
No comments:
Post a Comment