Kebanyakan pekerja formal sudah memiliki program dana pensiun yang difasilitasi oleh perusahaan. Namun, bisa jadi program dana pensiun dari kantor kurang optimal memberikan imbal hasil. Program pensiun tambahan menjadi agenda wajib karyawan agar target dana pensiun bisa terpenuhi.
Salah
satu keuntungan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang kerap diunggulkan di
zaman dulu adalah keberadaan jaminan pensiun. Namun, kita tahu, kini
keistimewaan tersebut tak lagi eksklusif dinikmati kalangan PNS.
Sesuai
aturan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja swasta
di sektor formal juga berhak mendapatkan jaminan pensiun. Perusahaan lazim
mengikutsertakan para karyawan ke program dana pensiun lembaga keuangan (DPLK).
Iuran
dana pensiun para pekerja swasta ini biasanya dipotong dari gaji bulanan mereka
sendiri atau ditambah kontribusi perusahaan. Alhasil, gaji bulanan Anda tak
cuma dipotong untuk iuran Jamsostek, tapi juga untuk iuran pensiun.
Namun
yang menjadi masalah, kebanyakan program dana pensiun yang diikuti karyawan di
kantor kurang sesuai harapan. Ini juga yang dirasakan oleh Maya, pekerja swasta
di kawasan Jakarta Selatan. Setiap bulan, sekitar 3 persen dari gaji pokok Maya
dipotong perusahaan untuk iuran pensiun atau DPLK.
DPLK
Maya disertakan di sebuah bank pelat merah yang bisa dia cek perkembangan
dananya. Tapi, imbal hasil DPLK Maya terbilang kecil, yaitu cuma sekitar 5
persen–6 persen per tahun. “Itu karena dananya diinvestasikan di instrumen
konservatif seperti instrumen fixed income,” kata dia, mengutip penjelasan dari
kantornya.
Tak
heran setelah hampir lima tahun bekerja di kantor tersebut, hasil investasi
DPLK Maya termasuk masih minim. Jauh di bawah kebutuhan dana pensiun Maya
kelak.
Coba
proaktif
Budi
Raharjo, perencana keuangan One Shildt Consulting, melihat, apa yang dialami
Maya jamak terjadi. DPLK dari perusahaan kebanyakan diputar dalam formula
investasi yang konservatif.
Padahal,
kebutuhan dana pensiun termasuk kebutuhan pokok yang harus direncanakan sedari
dini dengan hitungan yang tepat. “Masa pensiun tidak bisa dianggap main-main
karena merupakan masa pengangguran paling lama,” kata Budi.
Kendati
kelak Anda tetap produktif di usia pensiun, hasilnya kemungkinan sulit menyamai
masa produktif. Kecuali Anda berwiraswasta. Lantas, bagaimana menyiasati
situasi tersebut agar kebutuhan dana pensiun Anda terkejar?
Sebagai
langkah awal, Anda bisa mencoba melobi pemberi kerja terkait formula investasi
DPLK Anda. Misalnya, formula investasi DPLK Anda saat
ini
lebih banyak diputar di instrumen pendapatan tetap dan pasar uang yang berimbal
hasil konservatif.
Cobalah
proaktif meminta pengkajian ulang rumus investasi agar lebih agresif dengan
memilih instrumen ekuitas seperti reksadana saham. Ajak rekan kerja atau
manfaatkan lobi serikat pekerja untuk menyuarakan inisiatif Anda.
Tanpa
bersikap proaktif, formula investasi dana pensiun Anda akan berjalan apa adanya
(default). Namun, seandainya langkah lobi itu tidak berhasil Anda tempuh,
jangan keburu kesal dan putus asa.
Para
perencana keuangan menilai, satu-satunya jalan adalah membarengi kepemilikan
DPLK di kantor dengan menjalankan rencana pensiun sendiri. “Buat sendiri atau
kombinasikan dengan yang sudah ada,” kata Mike Rini, perencana keuangan MRE
Consulting.
DPLK
di kantor yang sudah ada biarkan saja tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Hasilnya kelak akan bisa mendukung kekuatan dana pensiun Anda. Nah, berikut
langkah yang harus Anda tempuh dalam merencanakan dana pensiun.
Hitung
kebutuhan
Agar
bisa menghitung kebutuhan dana pensiun dengan akurat, ada beberapa hal yang
harus Anda tentukan. Yaitu, usia berapa Anda akan pensiun, juga usia harapan
hidup. Usia pensiun di Indonesia rata-rata 55 tahun–60 tahun. Adapun usia
harapan hidup berkisar 72 tahun.
“Tentukan
juga standar dan gaya hidup seperti apa yang Anda inginkan kelak,” imbuh Ratih
Nurmalasari, perencana keuangan ZAP Finance.
Pertimbangkan
pula kondisi kesehatan Anda kelak saat masuk usia pensiun. Masukkan perkiraan
kebutuhan pengeluaran untuk biaya kesehatan. Terlebih jika Anda belum memiliki
asuransi kesehatan.
Anda
bisa menghitungnya memakai kalkulator finansial yang banyak tersedia di
internet dam smartphone atau menghitung sendiri. Jangan lupa menimbang faktor
inflasi dan tingkat bunga di pasar.
Cermat pilih
produk
Setelah
mengetahui kebutuhan dana pensiun, saatnya Anda memilih produk yang tepat untuk
membiakkan dana. Sesuaikan pilihan produk dengan profil risiko Anda.
Namun,
jika usia Anda kini terbilang muda dan target pensiun masih lama, instrumen
yang agresif lebih tepat menjadi pilihan. Misalnya, saham, reksadana saham,
atau reksadana campuran. Anda bisa mendiversifikasi dana pensiun ke banyak
produk. Misal, kebutuhan investasi untuk dana pensiun Anda Rp 1,61 juta per
bulan.
Bagi
dua dana tersebut ke dua produk yang masing-masing memiliki asumsi return
sesuai hitungan simulasi. Langkah diversifikasi itu bisa meminimalisasi risiko
berinvestasi sekaligus memudahkan Anda dalam menilai kinerja produk.
Membuka
DPLK baru di bank, kata Budi, juga bisa menjadi pilihan. Produk DPLK di bank
bisa membantu kedisiplinan persiapan dana pensiun. Maklum, pencairan DPLK tidak
semudah pencairan reksadana. Anda bisa terhindar dari godaan mengambil dana
sebelum memenuhi target.
Paling
cepat setahun setelah menjadi peserta DPLK, Anda baru bisa menarik dana. Itupun
biasanya dibatasi hanya 50 persen dari akumulasi iuran, dan dibebani dengan
beban biaya penarikan berkisar 1 persen–2 persen dari dana yang ditarik.
Keuntungan lain, ada insentif pembebasan pajak selama Anda menjadi peserta.
Di
pasar banyak produk DPLK ditawarkan. Bank Rakyat Indonesia (BRI), sebagai
contoh, menawarkan DPLK pasar uang, DPLK pendapatan tetap, campuran, hingga
DPLK saham. Masing-masing berbeda isi sesuai nama. “DPLK Saham dananya diputar
di reksadana saham,” kata Zulkarnaen, bagian layanan konsumen BRI.
Di
Bank Mandiri pilihannya lebih banyak. Nonny Novriany, petugas layanan konsumen
Mandiri, bilang, ada lima jenis pilihan investasi DPLK Mandiri. Yaitu, investasi
pasar uang, pendapatan tetap, kemudian investasi saham, investasi kombinasi dan
investasi syariah.
Masing-masing
pilihan investasi menentukan rumus racikan dana juga pilihan produk dasar atau
underlying asset. Oh, iya, minimal iuran DPLK di bank rata-rata mulai Rp
100.000 per bulan. Bahkan iuran DPLK BNI mulai Rp 50.000 per bulan. Terbilang
ringan, bukan?
Rajin
mengevaluasi perkembangan
Rencana
dana pensiun merupakan rencana keuangan nan panjang. Jangan malas mengevaluasi
perkembangan dana pensiun Anda. Apakah semua hitungan masih sesuai asumsi Anda
semula?
Sekadar
contoh, mendadak Anda ingin mempercepat usia pensiun. Hitungan kebutuhan dana
pensiun tentu berubah. Begitu juga terkait kinerja produk dana pensiun yang
Anda pilih untuk membiakkan dana.
Rekomendasi
perencana keuangan di produk seperti reksadana dan DPLK bukan tanpa alasan.
Untuk reksadana, biasanya ada kesempatan melakukan pengalihan alias switching
dana ke produk reksadana lain.
Begitupun
DPLK yang memungkinkan Anda meminta perubahan rumus racikan investasi yang
lebih mendukung target. Cermati biaya-biaya yang menyertai setiap produk agar
pertumbuhan dana pensiun Anda bisa optimal.
Kalau
rencana sudah Anda susun dan jalankan dengan matang, tugas Anda tinggal berdoa
agar kelak saat tiba waktunya, Anda bisa menjalani masa pensiun dengan nyaman.
(bisniskeuangan.kompas.com)
No comments:
Post a Comment