Hasil survei kecenderungan investasi masyarakat Indonesia.
Persiapan
masa pensiun belum menjadi prioritas keuangan masyarakat Indonesia. Itu
terbukti dari Manulife Investor Sentiment Index (MISI) kuartal IV tahun 2013
yang diluncurkan Selasa, 11 Februari 2014.
Hasil
survei menunjukkan, 75 persen orang Indonesia masih harus tetap bekerja sampai
akhir umur enam puluhan untuk mencukupi kebutuhan masa pensiunnya. Padahal,
kebutuhan masa pensiun seharusnya sudah disiapkan sejak dini.
“Masih
banyak orang yang belum merencanakannya. Bahkan mereka yang telah memiliki
rencana pensiun masih menyepelekan kebutuhan masa depannya,” ujar Chief of Employee
Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, Nur Hasan Kurniawan.
Kurangnya
perencanaan masa pensiun, mengakibatkan konsekuensi yang serius. Orang jadi
harus bergantung pada tabungan masa pensiun selama 16 tahun, berdasarkan
perkiraan pensiun di usia 61 tahun dan harapan hidup hingga usia 77 tahun.
Padahal
berdasarkan asumsi pengeluaran selama masa pensiun, estimasi tabungan hanya
akan mencukupi rata-rata sampai 9 tahun. Artinya, ada kesenjangan 7 tahun.
Dari
segi prioritas tabungan, perencanaan masa pensiun menempati urutan ketiga
setelah membayar pendidikan anak dan memulai bisnis. Menurut Hasan, selain
kurangnya perencanaan masa pensiun, masyarakat juga merasa pilihan investasi
untuk hari tua masih kurang.
“Oleh
karena itu mereka mengatasinya dengan cara mereka sendiri, yaitu dengan
menginvestasikan pada pendidikan anak-anak mereka dan bisnis mereka sendiri,”
ujarnya.
Danai
tunai populer
Sementara
itu, Director of Business Development PT Manulife Aset Manajemen Indonesia,
Putut Andanawarih mengungkapkan, dana tunai sangat menonjol dan terus menjadi
aset yang sangat populer saat ini.
Walaupun,
lanjutnya, sentimen terhadap dana tunai melemah pada kuartal IV ke angka 77
dari angka 85. Tingginya skor itu mencerminkan adanya kecenderungan masyarakat
memilih dana tunai. Itu sebenarnya melemahkan prospek pensiun investor.
Dalam
persentase terhadap keseluruhan aset yang dimiliki masyarakat atau investor,
dana tunai terhitung sebesar 37 persen di kuartal keempat. Itu turun dari 42
persen pada kuartal III, atau setara dengan pendapatan pribadi selama 10 bulan.
Hanya
18 dari dana tunai ini yang digunakan
untuk pengeluaran sehari-hari dan biaya tidak terduga. “Sebenarnya investor
perlu mengubah pola pikirnya, jika mereka ingin agar tabungan mereka menjadi
sumber pemasukan bagi mereka,” ujar Putut.
Ia
mengingatkan, dengan tingginya angka inflasi di Indonesia saat ini, dalam
jangka panjang dana tunai yang disimpan di tabungan nilainya akan semakin
turun. Misalnya, estimasi inflasi 8 persen. Jika Rp1 juta dipegang, daya
belinya akan berkurang Rp7 ribu setiap bulan.
Properti
dan saham diminati
Karena
itulah, masyarakat harus mulai mempertimbangkan mengurangi simpanan dana tunai
dan melakukan investasi secara lebih efektif. Sudah banyak jenis pilihan
investasi yang tersedia.
Sektor
properti, misalnya. Itu dipandang positif sebagai sarana investasi masa
tua, baik dalam bentuk rumah tempat
tinggal di angka 73 maupun sebagai investasi di angka 76. Dibanding kuartal
sebelumnya, investasi di sektor property naik sekitar 10 persen.
Yang
mengalami kenaikan paling besar, adalah saham. Sentimennya melonjak 14 poin
lebih tinggi dari angka -20. Walaupun, secara keseluruhan sentiment itu masih
tetap negatif pada angka -6.
Merangkum
semuanya, sentimen investor membaik pada kuartal ini. Capaian indeks untuk
Indonesia meningkat menjadi angka 41 dari angka 38 di kuartal III. Capaian itu
di atas rata-rata kawasan Asia, yaitu pada angka 22 salah satunya negara
Filipina. (bisnis.news.viva.co.id)
No comments:
Post a Comment