Sesuai dengan best practices, Sistem Jaminan Sosial terbagi ke dalam: pertama, bagian yang harus diiur secara bersama (masyarakat dan pemerintah, aparatur negara dan pemerintah, pekerja dan pemberi kerja). Dan kedua, bagian yang tidak perlu diiur, dinamakan bantuan sosial. Persoalannya, selama ini kerap dikacaukan oleh banyak kalangan, baik pejabat maupun pengamat, mengenai bagaimana peran Pemerintah, selaku pemberi kerja ataukah penyelenggara negara (administrator). Selaku penyelenggara negara, pemerintah berhadapan dengan warga negara, yaitu seluruh penduduk. Pemerintah, antara lain, berkewajiban menyediakan lapangan kerja dan sarana kehidupan masyarakat serta perlindungan sosial bagi seluruh penduduk. Sedangkan selaku pemberi kerja, pemerintah hanya terkait dengan sebagian penduduk atau warganegara yang bekerja kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan publik.
Khusus selaku penyelenggara negara, maka
menjadi kewajiban pemerintah untuk membentuk lembaga pelayanan atau pengaturan
Jaminan Sosial atau perlindungan sosial dasar yang berlaku untuk semua mulai
dari penduduk yang bekerja di sektor formal sampai penduduk yang bekerja di
sektor informal. Sedangkan fungsi pemerintah yang kedua hanya terbatas untuk
PNS, yaitu Taspen, TNI (Asabri), dan kesehatan (Askes). Kemudian, fungsi
pemerintah terkait dengan pekerja swasta di sektor formal, pemerintah
menyediakan Jamsostek untuk pelayanan Jaminan Hari Tua. Sementara yang terkait
dengan pekerja sektor informal maka pemerintah perlu membangun satu lembaga
lagi, yaitu Jaminan Sosial Nasional (Jamsosnas) yang dapat berbentuk PT
Jamsosnas atau PT Lembaga Jaminan Sosial Nasional Dasar(PT Jamsosnasda).
Hukum Alam (Sunatullah)
Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional
berlaku hukum alam. Artinya, setiap individu yang bekerja harus menabung
(berinfaq) untuk kesejahteraan di hari tua. Sebelum dana tabungan digunakan
untuk membiayai hari tua (misalkan setelah 30 tahun) maka dana itu dapat
diputar atau diinvestasikan guna menciptakan lapangan kerja bagi keturunannya
atau generasi sesudahnya. Proses ini secara terus-menerus berlangsung selama
dunia ada dan berputar.
Bila proses
menabung untuk kesejahteraan hari tua itu terkendala dan tidak bisa berjalan
normal makan akan mempengaruhi tingkat kesempatan atau peluang kerja. Efek berikutnya,
pengangguran dan kemiskinan akan terus meningkat dan bertambah. Inilah yang
saat ini terjadi di Indonesia.
Pada hakikatnya, pembentukan Sistem
Jaminan Sosial tidak boleh dimaksudkan untuk tujuan yang mengarah kepada
keburukan atau kejahatan. Dalam pemahaman agama, khususnya Islam, Jaminan
Sosial dikategorikan sebagai infaq untuk diri pribadi yang juga dianjurkan oleh
Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Al-Baqarah ayat
267: “Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah sebagian dari hasil usaha kamu
yang baik-baik dan ...”
Secara sunatullah, dana yang berasal dari
Jaminan Sosial harus digunakan untuk tujuan kebaikan karena dari dana Jaminan
Sosial itu akan menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dan
kemiskinan masyarakat. Bukan untuk tujuan lain yang
bersifat keburukan atau kejahatan,
misalnya perang.
Amerika Serikat adalah negara dengan
sistem jaminan sosial yang paling maju, teradministrasi dengan baik dan rapih
(baik administrasi maupun aplikasinya), dengan pengumpulan dana yang sangat
besar. Peter F. Drucker, dalam bukunya yang
berjudul The
Unseen Revolution: How Pension Fund Socialism Came
to America, menyatakan bahwa sebagian besar sektor
perekonomian AS dimiliki oleh para pekerja Amerika. Pada tahun 1985, dana pensiun pegawai telah memiliki setidaknya 50-60 persen dari pasar
modal bisnis di AS. Keberhasilan tersebut dicapai
melalui revolusi dana pensiun yang dimulai pada tahun 1950-an oleh Charles
Wilson dari General Motors.
STRUKTUR
PENERIMAAN NEGARA AMERIKA
SERIKAT
Sources of Government Revenue in the United States of
America, 1985
(Percentage of Total Net Government Revenue)
Fed. Govt. State & Local
Govt Total
Taxes on income and property
Personal Income tax 26.7 5.7 32.4
Social Security
24.6 3.5 28.1
Corporate
Profit Tax
5.8 1.4 7.2
Property
Taxes - 8.5 8.5
Taxes on goods
Excise and
Sales taxes
2.8 13.3 16.1
Customs duties
(tariffs)
1.0 - 1.0
Other (incl
non-taxes)
1.3 5.4 6.7
Total
62.2 37.8 100.0
Sumber : ECONOMICS, Stanley Fischer, Rudiger Dornbush,
Richard Schmalence, -2nd ed.copyright 1988, by Mc Graw-Hill
Book Co, printed in Singapore.
Dalam perkembangannya, output Jaminan
Sosial yang kembali ke APBN AS berupa pajak yang seharusnya untuk meningkatkan
daya beli warga masyarakat, ternyata disalah-gunakan untuk tujuan yang tidak
benar. Pada pemerintahan Presiden George W. Bush telah digunakan untuk tujuan
yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Jaminan Sosial, yaitu untuk keburukan
seperti perang Kuwait, Irak, Afganistan dan Afrika, serta memerangi Islam.
Sebab itu berdampak negatif berupa timbulnya kesulitan ekonomi dalam negeri AS
sendiri dan akhirnya meluas menjadi krisis global. Pengangguran dan kemiskinan
di AS meningkat. Banyak keluhan warga masyarakat mengenai jaminan kesehatan
yang menurun dan infrastruktur publik yang seharusnya sudah obsolete dan harus diperbaiki tapi tidak
ada program replacement lantaran
ketiadaan pendanaan dari anggaran Pemerintah AS.
Kebijakan
Pembangunan Ekonomi Indonesia Harus Direformasi
Di awal masa kemerdekaan, Proklamator Bung Karno dan Bung Hatta
menandaskan bahwa membangun Indonesia harus dengan berdikari dan semangat
gotong royong. Hal ini mengandung makna bahwa membangunan Indonesia harus
bertumpu kepada kekuatan sendiri atau kemandirian.
Selama 65 tahun perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi jangka
panjang Indonesia dibiayai dengan dua sumber dana. Pertama, sumber pendanaan jangka pendek dari APBN yang bersifat
ribawi, rupiah yang tidak stabil dan kredit perbankan yang juga kental ribawi. Kedua, sumber pendanaan jangka panjang
yang berasal dari kredit luar negeri yang beraroma ribawi dan dana jaminan
sosial yang rendah. Ketika digoyang krisis pun langsung terjerembab.
Sesungguhnya, siapa saja yang memperoleh mandat memerintah Indonesia akan
terjebak menggunakan kredit luar negeri untuk membiayai pembangunan nasional.
Padahal, membangun negara berpenduduk lebih 200 juta jiwa ini tidak cukup hanya
mengandalkan dana yang diperoleh dari kebijakan fiskal dan moneter. Adalah kebodohan
besar membangun suatu negeri hanya mengandalkan kedua sumber pembiayaan yang
konvensional (fiskal dan moneter) ini. Membangun suatu negeri harus ditopang
dengan pilar dari berbagai sumber pembiayaan jika mengharapkan ketahanan
keuangan nasional akan kuat dan tangguh menghadapi berbagai kemungkinan krisis.
Sumber-sumber pendanaan pembangunan yang merupakan pilar-pilar keuangan negara
Indonesia adalah: sumber fiskal atau pajak, moneter atau perbankan, pasar
modal, Corporate Social Responsibility
(CSR), UKM, koperasi, jaminan sosial atau social
security, sumber lain dari donasi (zakat, infak dan shadaqah), dan tabungan
haji.
Semua sumber dana tersebut harus dieksplorasi dan diwujudkan dalam
administrasi keuangan negara untuk menunjang kebutuhan pembiayaan pembangunan
jangka panjang yang semakin lama meningkat dan membesarkan kue pembangunan
dalam bentuk PDB yang lebih besar. Dalam membangun Indonesia memang manusia
(SDM) Indonesia harus kreatif, inovatif dan berpikir smart, tidak terperangkap dalam business
as usual. Harus mencari terobosan-terobosan baru. Kadangkala bertindak out of box.
Banyak pihak yang kemudian mengartikan bahwa bangunan yang tepat adalah
koperasi. Tapi, kenyataan setelah 65 tahun merdeka tidak muncul koperasi yang
tangguh. Mungkin perlu untuk berpikir kembali dengan paradigma baru, yaitu
mengartikan koperasi bukan sebagai lembaga namun sebagai suatu sistem yang
dimaknai sebagai kebersamaan atau gotong royong.
Bukankah itu yang terjadi sesuai dengan konsep kesejahteraan purna tugas?
Baik itu dana pensiun, asuransi sosial maupun jaminan sosial yang bersifat compulsary dengan kontribusi bersama
dari penduduk/peserta dan pemberi kerja/pemerintah.
Membangun
Indonesia berati mencakup time horizon
yang panjang. Sebab itu diperlukan sumber pembiayaan jangka panjang pula.
Karena itu, sumber pembiayaan pembangunan jangka panjang tidak cukup hanya
mengandalkan kepada fiskal dan moneter jangka pendek. Sumber pendanaan jangka
panjang harus dipenuhi dari kontribusi/iuran bersama antara warga masyarakat
dan pemerintah melalui tabungan jangka panjang. Tabungan jangka panjang akan
diperoleh dari tabungan, iuran dana pensiun, asuransi sosial dan jaminan
sosial.
Membangun
negara atau daerah dapat dianalogikan seperti membangun rumah. Untuk membangun
rumah diperlukan pondasi dan pilar-pilar. Berapa kuat pondasi dan banyaknya
pilar yang dibutuhkan bergantung kepada, antara lain, berapa banyak manusia
yang ditampung di dalam rumah, kualitas manusia dan berapa lama rumah akan
dipertahankan.
Salah satu kunci pokok stabilitas
pembangunan di negara maju adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Sayangnya, SJSN di Indonesia tidak berkembang secara optimal sehingga sulit
diandalkan untuk membiayai pembangunan. Sistem Jamsosnas tidak optimal karena pemerintah tidak tahu apa
sebetulnya sosok SJSN itu. Pemerintah juga tidak konsisten menerapkan
kebijakan program pensiun, THT dan jaminan sosial warganegaranya (termasuk
PNS). Terjadi kebijakan yang standar ganda (double standard) dan kekeliruan dibiarkan bertahun-tahun tanpa ada
yang mengoreksi. Formulasi kebijakan pemerintah bergantung kepada konsultan asing dan
tersedianya grant atau pinjaman
lunak.
______________
Ditulis oleh Achmad Subianto, Ketua Umum KJI
No comments:
Post a Comment