Thursday, February 13, 2014

Membangun Sistem Jaminan Sosial Nasional


Sesuai dengan best practices, Sistem Jaminan Sosial terbagi ke dalam: pertama, bagian yang harus diiur secara bersama (masyarakat dan pemerintah, aparatur negara dan pemerintah, pekerja dan pemberi kerja). Dan kedua, bagian yang tidak perlu diiur, dinamakan bantuan sosial. Persoalannya, selama ini kerap dikacaukan oleh banyak kalangan, baik pejabat maupun pengamat, mengenai bagaimana peran Pemerintah, selaku pemberi kerja ataukah penyelenggara negara (administrator). Selaku penyelenggara negara, pemerintah berhadapan dengan warga negara, yaitu seluruh penduduk. Pemerintah, antara lain, berkewajiban menyediakan lapangan kerja dan sarana kehidupan masyarakat serta perlindungan sosial bagi seluruh penduduk. Sedangkan selaku pemberi kerja, pemerintah hanya terkait dengan sebagian penduduk atau warganegara yang bekerja kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan publik.
Khusus selaku penyelenggara negara, maka menjadi kewajiban pemerintah untuk membentuk lembaga pelayanan atau pengaturan Jaminan Sosial atau perlindungan sosial dasar yang berlaku untuk semua mulai dari penduduk yang bekerja di sektor formal sampai penduduk yang bekerja di sektor informal. Sedangkan fungsi pemerintah yang kedua hanya terbatas untuk PNS, yaitu Taspen, TNI (Asabri), dan kesehatan (Askes). Kemudian, fungsi pemerintah terkait dengan pekerja swasta di sektor formal, pemerintah menyediakan Jamsostek untuk pelayanan Jaminan Hari Tua. Sementara yang terkait dengan pekerja sektor informal maka pemerintah perlu membangun satu lembaga lagi, yaitu Jaminan Sosial Nasional (Jamsosnas) yang dapat berbentuk PT Jamsosnas atau PT Lembaga Jaminan Sosial Nasional Dasar(PT Jamsosnasda). 




Hukum Alam (Sunatullah)
Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional berlaku hukum alam. Artinya, setiap individu yang bekerja harus menabung (berinfaq) untuk kesejahteraan di hari tua. Sebelum dana tabungan digunakan untuk membiayai hari tua (misalkan setelah 30 tahun) maka dana itu dapat diputar atau diinvestasikan guna menciptakan lapangan kerja bagi keturunannya atau generasi sesudahnya. Proses ini secara terus-menerus berlangsung selama dunia ada dan berputar.
Bila proses menabung untuk kesejahteraan hari tua itu terkendala dan tidak bisa berjalan normal makan akan mempengaruhi tingkat kesempatan atau peluang kerja. Efek berikutnya, pengangguran dan kemiskinan akan terus meningkat dan bertambah. Inilah yang saat ini terjadi di Indonesia.
Pada hakikatnya, pembentukan Sistem Jaminan Sosial tidak boleh dimaksudkan untuk tujuan yang mengarah kepada keburukan atau kejahatan. Dalam pemahaman agama, khususnya Islam, Jaminan Sosial dikategorikan sebagai infaq untuk diri pribadi yang juga dianjurkan oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 267: “Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik dan ...”
Secara sunatullah, dana yang berasal dari Jaminan Sosial harus digunakan untuk tujuan kebaikan karena dari dana Jaminan Sosial itu akan menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran dan kemiskinan masyarakat. Bukan untuk tujuan lain yang bersifat keburukan atau kejahatan, misalnya perang.
Amerika Serikat adalah negara dengan sistem jaminan sosial yang paling maju, teradministrasi dengan baik dan rapih (baik administrasi maupun aplikasinya), dengan pengumpulan dana yang sangat besar. Peter F. Drucker, dalam  bukunya yang berjudul The Unseen Revolution: How Pension Fund Socialism Came to America, menyatakan bahwa sebagian besar sektor perekonomian AS dimiliki oleh para pekerja Amerika. Pada tahun 1985, dana pensiun pegawai telah memiliki setidaknya 50-60 persen dari pasar modal bisnis di AS. Keberhasilan tersebut dicapai melalui revolusi dana pensiun yang dimulai pada tahun 1950-an oleh Charles Wilson dari General Motors.
STRUKTUR PENERIMAAN NEGARA AMERIKA SERIKAT
Sources of Government Revenue in the United States of America, 1985
(Percentage of Total Net Government Revenue)
  
                                                            Fed. Govt.   State & Local Govt   Total
Taxes on income and property      
Personal Income tax                               26.7                    5.7                 32.4
Social Security                                         24.6                    3.5                 28.1
    Corporate Profit Tax                             5.8                    1.4                   7.2
      Property Taxes                                       -                      8.5                   8.5
 Taxes on goods
    Excise and Sales taxes                          2.8                  13.3                 16.1
  Customs duties (tariffs)                          1.0                     -                      1.0
 Other (incl non-taxes)                               1.3                   5.4                     6.7
 Total                                                        62.2                 37.8                 100.0
 
Sumber : ECONOMICS, Stanley Fischer, Rudiger Dornbush,
                Richard Schmalence, -2nd ed.copyright 1988, by Mc Graw-Hill
                 Book Co, printed in Singapore.
 
Dalam perkembangannya, output Jaminan Sosial yang kembali ke APBN AS berupa pajak yang seharusnya untuk meningkatkan daya beli warga masyarakat, ternyata disalah-gunakan untuk tujuan yang tidak benar. Pada pemerintahan Presiden George W. Bush telah digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Jaminan Sosial, yaitu untuk keburukan seperti perang Kuwait, Irak, Afganistan dan Afrika, serta memerangi Islam. Sebab itu berdampak negatif berupa timbulnya kesulitan ekonomi dalam negeri AS sendiri dan akhirnya meluas menjadi krisis global. Pengangguran dan kemiskinan di AS meningkat. Banyak keluhan warga masyarakat mengenai jaminan kesehatan yang menurun dan infrastruktur publik yang seharusnya sudah obsolete dan harus diperbaiki tapi tidak ada program replacement lantaran ketiadaan pendanaan dari anggaran Pemerintah AS.
 



Kebijakan Pembangunan Ekonomi Indonesia Harus Direformasi
Di awal masa kemerdekaan, Proklamator Bung Karno dan Bung Hatta menandaskan bahwa membangun Indonesia harus dengan berdikari dan semangat gotong royong. Hal ini mengandung makna bahwa membangunan Indonesia harus bertumpu kepada kekuatan sendiri atau kemandirian.
Selama 65 tahun perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi jangka panjang Indonesia dibiayai dengan dua sumber dana. Pertama, sumber pendanaan jangka pendek dari APBN yang bersifat ribawi, rupiah yang tidak stabil dan kredit perbankan yang juga kental ribawi. Kedua, sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari kredit luar negeri yang beraroma ribawi dan dana jaminan sosial yang rendah. Ketika digoyang krisis pun langsung terjerembab.
Sesungguhnya, siapa saja yang memperoleh mandat memerintah Indonesia akan terjebak menggunakan kredit luar negeri untuk membiayai pembangunan nasional. Padahal, membangun negara berpenduduk lebih 200 juta jiwa ini tidak cukup hanya mengandalkan dana yang diperoleh dari kebijakan fiskal dan moneter. Adalah kebodohan besar membangun suatu negeri hanya mengandalkan kedua sumber pembiayaan yang konvensional (fiskal dan moneter) ini. Membangun suatu negeri harus ditopang dengan pilar dari berbagai sumber pembiayaan jika mengharapkan ketahanan keuangan nasional akan kuat dan tangguh menghadapi berbagai kemungkinan krisis. Sumber-sumber pendanaan pembangunan yang merupakan pilar-pilar keuangan negara Indonesia adalah: sumber fiskal atau pajak, moneter atau perbankan, pasar modal, Corporate Social Responsibility (CSR), UKM, koperasi, jaminan sosial atau social security, sumber lain dari donasi (zakat, infak dan shadaqah), dan tabungan haji.
Semua sumber dana tersebut harus dieksplorasi dan diwujudkan dalam administrasi keuangan negara untuk menunjang kebutuhan pembiayaan pembangunan jangka panjang yang semakin lama meningkat dan membesarkan kue pembangunan dalam bentuk PDB yang lebih besar. Dalam membangun Indonesia memang manusia (SDM) Indonesia harus kreatif, inovatif dan berpikir smart, tidak terperangkap dalam business as usual. Harus mencari terobosan-terobosan baru. Kadangkala bertindak out of box.
Banyak pihak yang kemudian mengartikan bahwa bangunan yang tepat adalah koperasi. Tapi, kenyataan setelah 65 tahun merdeka tidak muncul koperasi yang tangguh. Mungkin perlu untuk berpikir kembali dengan paradigma baru, yaitu mengartikan koperasi bukan sebagai lembaga namun sebagai suatu sistem yang dimaknai sebagai kebersamaan atau gotong royong.
Bukankah itu yang terjadi sesuai dengan konsep kesejahteraan purna tugas? Baik itu dana pensiun, asuransi sosial maupun jaminan sosial yang bersifat compulsary dengan kontribusi bersama dari penduduk/peserta dan pemberi kerja/pemerintah.
Membangun Indonesia berati mencakup time horizon yang panjang. Sebab itu diperlukan sumber pembiayaan jangka panjang pula. Karena itu, sumber pembiayaan pembangunan jangka panjang tidak cukup hanya mengandalkan kepada fiskal dan moneter jangka pendek. Sumber pendanaan jangka panjang harus dipenuhi dari kontribusi/iuran bersama antara warga masyarakat dan pemerintah melalui tabungan jangka panjang. Tabungan jangka panjang akan diperoleh dari tabungan, iuran dana pensiun, asuransi sosial dan jaminan sosial.
Membangun negara atau daerah dapat dianalogikan seperti membangun rumah. Untuk membangun rumah diperlukan pondasi dan pilar-pilar. Berapa kuat pondasi dan banyaknya pilar yang dibutuhkan bergantung kepada, antara lain, berapa banyak manusia yang ditampung di dalam rumah, kualitas manusia dan berapa lama rumah akan dipertahankan.   

Salah satu kunci pokok stabilitas pembangunan di negara maju adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sayangnya, SJSN di Indonesia tidak berkembang secara optimal sehingga sulit diandalkan untuk membiayai pembangunan. Sistem Jamsosnas tidak optimal karena pemerintah tidak tahu apa sebetulnya sosok SJSN itu. Pemerintah juga tidak konsisten menerapkan kebijakan program pensiun, THT dan jaminan sosial warganegaranya (termasuk PNS). Terjadi kebijakan yang standar ganda (double standard) dan kekeliruan dibiarkan bertahun-tahun tanpa ada yang  mengoreksi. Formulasi kebijakan pemerintah bergantung kepada konsultan asing dan tersedianya grant atau pinjaman lunak.
______________
Ditulis oleh Achmad Subianto, Ketua Umum KJI

No comments:

Post a Comment