Asuransi kesehatan para perokok semestinya tidak digabung dalam sistem asuransi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurut Deputi 3 Kemenko Kesra Emil Agustiono, harus ada asuransi tersendiri yang mengelola premi kesehatan para perokok.
“Semestinya penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh hobi, seperti merokok tak sewajarnya tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan,” paparnya. Tidak dimasukkannya perokok dalam JKN, bukan berarti mereka tidak wajib ikut BPJS Kesehatan. Kewajiban mereka tetap tidak gugur karena JKN sifatnya wajib untuk semua penduduk sebagai amanah UU.
Jalan tengahnya, lanjut Emil adalah dibuatkan sistem asuransi kesehatan tersendiri bagi para perokok. Preminya bisa dikumpulkan dari sebagian cukai yang dibayarkan para perokok. Bila satu batang rokok cukainya Rp200 sampai Rp300, tentu jika dikumpulkan nilainya akan sangat fantastis.
“Kalau sebagian cukai dialokasikan untuk asuransi kesehatan, tentu harga rokok akan naik dan orang akan berpikir untuk beli rokok,” lanjut Emil. Terkait implementasi gambar peringatan kesehatan pada bungkus rokok yang berlaku pertengahan 2014 menurut Emil sangat penting dan strategis, bahwa setiap generasi muda harus mengetahui risiko kesehatan yang akan ditanggung jika memutuskan menjadi perokok.
“Kita juga ingatkan bahwa merokok itu bagian dari hak individu. Tetapi hak tersebut tidak bisa dilakukan disembarang tempat yang justru akan mengganggu hak orang lain untuk hidup sehat,” pungkasnya. (poskotanews.com)
No comments:
Post a Comment