Tuesday, March 18, 2014

Empat Wanita yang Bertaubat


Muhamad bin Marwan, seorang yang wara', bercerita, "Aku berada di rukun Yamani, salah satu sudut Ka'bah yang dimuliakan Allah SWT. Orang yang melakukan thawaf agak sepi. Lalu datang empat orang jariyah (budak perempuan) yang memiliki tanda kesalihan. Jariyah yang paling besar bergelayut di dinding Ka'bah dan dengan sedih dan penuh rendah diri dia berkata:
Untuk-Mu aku berhaji, bukan untuk Ka'bah dan Hajar Aswad
Aku berthwaf untuk-Mu, bukan untuk rukun-rukun dan dinding ini
Kemudian dia mengangkat kepalanya dan berkata, "Tuhanku, kerinduan membuatku risau kepada-Mu. Cinta membuat gundah kepada-Mu. Inilah aku di hadapan-Mu. Tuhanku, jika dosaku mengusirku dari hadapan-mu, maka cintaku pada pintu-Mu akan menarikku. Jika dosaku menjauhkanku dari pintu-Mu, maka harapanku pada pengampunan-Mu akan mendekatkanku. Jika kesalahanku membelengguku, maka keikhlasanku dalam bertaubat kepada-Mu akan membebaskanku. Tuhanku, kapan aku sampai kepada-Mu, ke hadirat indah-Mu aku terhubung. Wahai Teman orang-orang yang kesepian, wahai Kekasih orang-orang yang mencinta, wahai Yang Memberi rasa aman pada orang-orang yang ketakutan, wahai Yang Mengasihi orang-orang yang berdosa, wahai Yang Menerima orang-orang yang bertaubat, wahai Yang Amat Mengasihi orang-orang yang mengasihi, kasihilah aku dengan rahmat-Mu, rangkul aku dengan ampunan-Mu." Kemudian dia menarik nafas panjang lalu berkata:
Aku memohon ampunan kepada Allah atas segala kesalahanku
Atas dosaku, aku melampaui batas dan bersikeras melakukan dosa
Tuhanku, Yang Maha Pemurah, berikanlah padaku dosa-dosaku
Aku akan memegang tali pengharapan wahai sebaik-baik Yang Maha Pengampun
Kemudian dia duduk dalam keadaan sangat bersedih. Lalu jariyah kedua bangun dan dia terisak sedih dan menangis. Dia berseru, "Wahai Akhir Pengharapan, Wahai Yang Membawa orang-orang baik pada amal yang mulia, wahai Yang Menyinari pelita cinta dalam hati orang-orang arif, wahai Teman orang-orang yang kesepian, wahai Dokter hati, wahai Yang Mengampuni dosa, tubuhku telah luluh karena merindukan-Mu. Aku malu datang kepada-Mu, maka kasihilah aku dan maafkan aku, wahai sebaik-sebaik yang mengasihi. Lalu dia berkata:
Aku mendatangi-Mu untuk mengadukan sakitku
Pada-Mu hati dan obatku, wahai Harapanku
Tidak ada selain-Mu yang aku mengadu
Lalu dia mengasihi ucapanku dan melihat tangisku
Wahai Tuhan, berbaiklah padaku dengan maaf-Mu
Dan berikan obatku dengan pandangan-Mu
Kemudian dia duduk dan hanyut bersama cintanya. Lalu jariyah ketiga bangun dan menangis, lalu mengadu, "Tuhanku, dosa-dosaku telah mengusirku dari pintu-Mu, sering lalai telah menjauhkanku dari sisi-Mu, aku berdiri di pintu-Mu dengan rasa hina dan butuh, aku mengharapkan maaf-Mu dari segala dosa-dosaku. Aku telah lari dari-Mu menuju-Mu, inilah aku di hadapan-Mu." Lantas dia menarik nafas panjang dan mengucap:
Di pintumu aku tambatkan untaku
Tidak lagi yang aku harapkan, wahai sebaik-baik Pemberi
Selain-Mu, maka berbaiklah padaku dengan maaf-Mu, wahai Yang Ahli memaafkan
Akan kuberikan pemberian terbaik
Jika aku tidak mati karena rindu padamu dan menyesal
Maka kebutuhanku tidak terpenuhi
Dan kemudian dia duduk dan air matanya tumpah. Lalu jariyah yang keempat bangkit, lantas menangis, merasa menyesal dan minta ampun atas dosa-dosanya. Dia mencurahkan isi hatinya, "Tuhanku, Engkau perintahkan orang yang bersungguh-sungguh untuk berdiri di pintu-Mu, aku tidak mengira aku termasuk golongan mereka. Kalau tidak karena maaf adalah sifat-Mu, aku tidak akan menimpakan dosaku pada para wali-Mu Tuhanku, jika aku tidak pantas mendapat ampunan-Mu, maka Engkau pantas berbuat baik kepadaku dengan rahmat-Mu yang luas. Wahai Yang tidak bisa bersembunyi orang yang bersembunyi dari-Nya, Wahai Yang nikmatnya selalu cukup, tutupilah dosa-dosa yang aku sembunyikan. Engkau-lah tujuan terakhirku. Kemudian dia bersenandung:
Dengan karunia dari-Mu Kau mengasihiku, wahai Pemilik seluruh makhluk
Engkau-lah tempat berlindung dan penolongku, Tuhan
Jika dosaku menjauhkanku dari sisi-Mu
Maka pengharapan-Ku padamu amatlah sungguh
Prasangkaku pada-Mu baik, aku berharap pada-Mu
Kebaikan-Mu, maka ambillah sumpahku ini.


Celaka, Lalu Celaka, Lalu Celaka
Yusuf al-Kufi berkisah, "Pada suatu waktu aku melakukan ibadah haji. Tiba-tiba aku melihat seorang laki-laki di dekat Ka'bah.” Laki-laki itu mengucap, "Ya Allah, ampunilah aku. Aku lihat kau tidak melakukannya!"
Yusuf menimpali, "Alangkah mengagumkannya keputus-asaanmu dari ampunan Allah."
Laki-laki itu mengucap lagi, "Aku memiliki dosa yang sangat besar."
Yusuf berujar, "Ceritakan padaku."
Laki-laki bercerita, "Aku bersama Yahya bin Muhamad di Mousul. Lalu pada hari Jum'at dia menyuruh kami. Kemudian kami masuk ke masjid dan membunuh 30.000 orang. Kemudian penyerunya berseru, ‘Siapa yang mengikat cambuknya di sebuah rumah, maka rumah beserta isinya menjadi miliknya.’ Lalu aku mengikat cambukku pada sebuah rumah dan aku memasukinya. Ternyata di dalamnya ada seorang laki-laki, seorang wanita dan dua anak laki-lakinya. Aku hampiri laki-laki itu dan aku bunuh.” Kemudian laki-laki itu mengancam wanita rumah yang dimasukinya, "Berikan semua milikmu. Kalau tidak, kedua anak ini akan menyusul ayahnya."
Lalu wanita itu membawakannya 7 dinar. Laki-laki itu terus mengancam, "Berikan semua milikmu." Wanita itu mengucap, "Aku tidak punya apa-apa lagi." Lalu laki-laki hampiri salah seorang anaknya dan membunuhnya. Kemudian laki-laki kembali mengancam, "Berikan semua milikmu. Kalau tidak, anak terakhir ini akan menyusul ayahnya." Ketika si wanita melihat kesungguhan dari laki-laki itu, ia menyeru, "Kasihani kami, aku memiliki sesuatu yang disimpan oleh suamiku  untukku." Kemudian ia membawakan laki-laki itu sebuah tameng berlapis emas yang amat bagus. Laki-laki itu mulai membolak-balik tameng itu dan ternyata ada tulisan dari emas yang berbunyi:
Jika Amir dan pengawalnya berlaku kejam
Dan hakim bumi melampaui batas dalam menghukum
Maka celaka, lalu celaka, lalu celaka
Hakim dunia dari pengadilan hakim langit
Lalu pedang laki-laki itu jatuh dari tangannya dan dia gemetar ketakutan. Lalu laki-laki itu keluar sampai yang sekarang kau lihat."[1]


[1]Al-Ishabah (2/468), al-Isti'ab (3/141, 142), Siyar A'lâm al-Nubala' (4/315-317).

No comments:

Post a Comment