Gubernur
DKI Jakarta Joko Widodo menjamin kesiapan anggaran selama lima tahun untuk
mengongkosi kedu aprogram tersebut. KJS diperlukan jika ada penduduk miskin
pemegang KJS yang sakit. Puskesmas dan rumah sakit tak boleh menolak memberikan
layanan baik rawat jalan maupun rawat inap berikut biaya operasi dan obat-obatannya.
Tentu mereka harus dirujuk ke rumah sakit yang telah ditunjuk dan menjalin
kerjasama dengan Pemprov DKI, baik milik Pemprov maupun swasta.
Sedangkan
KJP diberikan untuk menyubsidi penduduk Jakarta yang tak mampu agar memperoleh
kesempatan belajar secara formal selama 12 tahun, yaitu sejak sekolah dasar
(SD), sekolah lanjutan pertama (SMP), hingga sekolah lanjutan atas (SMA). KJS
dan KJP diberikan sekaligus sebagi pengganti kartu Keluarga Miskin (Gakin)
maupun surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang selama ini diterbitkan oleh
kelurahan tempat warga tersebut berdomisili.
Menurut
Gubernur Jokowi, pemberian jaminan layanan kesehatan dan jaminan pendidikan itu
jelas lebih mendidik dan bermanfaat jika dibandingkan dengan pemberian uang
tunai berbungkus bantuan langsung
sementara masyarakat (BLSM) yang hanya untuk empat bulan lamanya. \"BLSM itu sifatnya diberikan uang
tunai. Waktunya cuma sekitar empat bulan. Setelah itu mereka ngapain. Kasihan
warga,\" katanya.
Itu
sebabnya, Jokowi tegas menyatakan, keberadaan KJS dan KJP sangat terukur.
Masyarakat yang sakit dijamin layanan kesehatan dan pengobatan hingga sembuh.
Bagi yang tak mampu, pemprov menjamin mereka bisa bersekolah hingga 12 tahun
lamanya. “Karena itu KJS dan KJP lebih produktif karena sifatnya mendukung
kinerja masyarakat dan peningkatan kualitas hidup jangka panjang. Hasilnya juga
bisa terukur setiap tahun. Sebaliknya, program bantuan sosial tidak bisa
dilakukan dalam jangka waktu hanya empat bulan,” ujar mantan Walikota Surakarta
ini. (www.neraca.co.id)
No comments:
Post a Comment