Thursday, March 13, 2014

Balas Dendam dengan Syair


Diceritakan bahwa seorang penyair mempunyai musuh. Pada suatu hari, ketika dia berada di jalan, dia bertemu dengan musuhnya. Musuhnya berkata, "Aku akan membunuhmu, kau tidak akan bisa lari."
Ketika dia meyadari bahwa memang tidak ada jalan untuk melarikan diri, dia mengucap, "Aku tahu, kematian akan datang. Tetapi aku meminta padamu, jika kau membunuhku, pergilah ke rumahku. Berdirilah di depan pintu lalu katakankah, wahai dua anak perempuan, ketahuilah bahwa ayah kalian..."
Musuhnya merespon, "Baiklah kau akan mendapat itu." Kemudian dia memenggal leher si penyair. Setelah selesai, dia mendatangi rumah penyair dan berdiri di depan pintu. Dia berkata, "Wahai dua anak perempuan, ketahuilah bahwa ayah kalian..."
Penyair itu mempunyai dua anak perempuan, setelah mendengar ucapan orang itu, keduanya kompak berujar, "Terbunuh, balaskan dendam pada orang yang mendatangi kalian." Lantas keduanya mengikat orang itu dan mengadukannya ke hakim agar diputuskan perkaranya, lalu hakim memutuskan hukuman mati dan dia menetapkan syari'at Allah.
Dalam sebuah riwayat serupa, pada suatu hari penyair pergi ke gurun. Lalu dua orang budak melihatnya, merampas hartanya dan membunuhnya. Sebelum mati, dia meminta keduanya pergi ke rumahnya dan membacakan syair ini:
Dari orang yang memberi kabar pada kedua putriku
Ayahmu telah tewas dan pembunuhnya..
Setelah selesai membunuhnya, mereka berdua pergi ke rumah penyair dan membacakan syair:
Dari orang yang memberi kabar pada kedua putriku
Ayahmu telah tewas dan pembunuhnya..
Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh kedua orang itu, kedua putrinya menemui kedua orang itu lalu mengikat leher mereka. Lalu berkumpullah orang-orang dan mereka mengadukan mereka ke hakim, lalu dia memutuskan perkara keduanya.
Bait berikutnya yang tersisa adalah:
Dari orang yang memberi kabar pada kedua putriku
Aku terbunuh di gurun karena bertengkar
Ayahmu telah tewas dan pembunuhnya..
Jangan dibiarkan sampai mereka mati

Di Mana Ada yang Seperti Ini di Dunia
Khalid bin Shafwan melihat jama'ah di sebuah masjid di kota Bashrah, lalu dia bertanya, "Jama'ah apa ini?" Mereka menjawab, "Seorang wanita sedang bicara di hadapan kaumnya." Lalu Khalid berkata, "Aku ingin menikahi seorang wanita." Penceramah itu berkata, "Sebutkan sifat-sifatnya." Khalid menjawab, "Aku ingin seorang gadis seperti wanita tua atau wanita tua yang seperti gadis, manis dari dekat, besar dari jauh, dulu pernah senang, lalu susah. Dia memiliki adab baik dan keperluan yang sedikit. Jika kami bersatu kami ahli dunia dan jika kami berpisah kami ahli akhirat."
Penceramah itu berkata, "Aku telah menemukannya untukmu." Khalid berkata, "Di mana dia?" Wanita itu menjawab, "Di tempat yang tinggi di surga, maka beramallah untuk mendapatkannya."

Kelembutan
Pada suatu malam, Amirul Mukminin, Umar bin Khattab, melakukan thawaf. Tiba-tiba, beliau mendengar seorang wanita berkata:
Malam ini begitu panjang nan gelap
Aku tidak bisa tidur dan tidak ada yang bisa aku mainkan
Demi Allah, kalau saja tidak takut akibatnya
Ranjang ini sudah bergoyang-goyang
Tetapi aku takut malaikat Raqib yang diberi tugas
Menulis diri kita tanpa bosan
Takut pada Tuhan dan malu menahanku
Aku menghormati suamiku yang sedang berjuang
Umar bertanya kepadanya, "Kenapa kau?" Dia menjawab, "Kau telah mengirim suamiku berperang sejak beberapa bulan dan aku rindu padanya." Umar bertanya, "Kau ingin berbuat zina?" Dia berkata, "Aku berlindung kepada Allah." Umar berkata, "Kuasai dirimu. Aku akan mengirim surat pada suamimu."
Kemudian Umar mendatangi anaknya Hafshah dan berkata, "Aku bertanya padamu tentang sesuatu yang membuatku risau. Berilah aku jalan keluar. Berapa lama wanita merindukan suaminya yang pergi?" Hafshah menundukkan kepalanya karena malu. Lalu Umar berkata, "Sesungguhnya Allah tidak malu pada kebenaran." Lalu Hafshah memberi isyarat tiga atau empat bulan.
Lantas Umar menulis, "Jangan tahan pasukan lebih dari empat bulan."

Malu dan Takwa
Umar bin al-Khattab mendengar seorang wanita berkata:
Nafsu mengajakku setelah Amr pergi
Kepada kelezatan yang dia tampakkan
Aku katakan kepadanya, kau tergesa dan aku tidak akan menuruti
Walaupun dia menetap selama empat bulan
Aku berhati-hati, jika aku mengikutimu dia akan mencela diriku
Dan celaan akan menutupiku sebagai topeng

La
ntas Umar bertanya kepadanya, "Apa yang menahanmu dari itu?" Dia menjawab, "Rasa malu dan menghormati suamiku." Umar bertutur, "Sesunguhnya dalam rasa malu itu ada beberapa tanda yang memiliki beberapa warna. Siapa yang merasa malu, dia akan bersembunyi. Siapa yang bersembunyi, dia akan bertakwa dan siapa yang bertakwa dia akan dijaga."[1]


[1]Ibnu Abi Dunya, Makârim al-Akhlaq  (94).

No comments:

Post a Comment