Lembaga pengawasan korupsi Indonesia Corruption Watch (IWC) mendukung
usul Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta dana bantuan sosial
(bansos) hanya dikelola oleh Kementerian Sosial karena rentan
disalahgunakan untuk kegiatan politik.
Kekhawatiran penyalahgunaan dana bansos oleh pemerintah melalui kementerian dan lembaga negara bermula dari revisi anggaran negara terkait dana bansos 2014. Revisi anggaran yang diusulkan pemerintah dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat yaitu sebesar Rp 91,8 triliun, naik signifikan dari ketetapan awal yaitu sebesar Rp 55,8 triliun.
Adek Irawan dari ICW mengatakan di Jakarta, Kamis, bahwa sejak awal lembaganya sudah agar alokasi anggaran dana bansos ke kementerian dan lembaga negara dihentikan sementara hingga masa pemilihan umum berakhir.
Ia juga mendukung keinginan KPK agar seluruh dana bansos dipusatkan di Kementerian Sosial dan tidak perlu disalurkan melalui kementerian lain dan lembaga negara.
“Dari awal kami mengusulkan agar ada moratorium hibah dan bansos menjelang pemilu maupun pemilukada. Karena kalau pun ini dipaksakan ada, ini pasti akan dipakai untuk kepentingan-kepentingan politik bukan untuk kepentingan rakyat," ujarnya.
Sebelumnya, KPK telah mengusulkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar dana bansos dipusatkan di Kementerian Sosial karena jika tidak,
berpotensi disalahgunakan, seperti disampaikan juru bicara KPK, Johan Budi.
“Selama ini KPK menemukan dana bantuan sosial itu ada di berbagai kementerian, karena itu KPK berkirim surat kepada presiden untuk pengelolaan bansos itu difokuskan hanya pada Kementerian Sosial," ujar Johan.
Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri mengatakan kementeriannya siap mengelola seluruh dana bansos yang dialokasikan sesuai APBN 2014, namun ia tidak setuju jika alokasinya dihentikan sementara.
“Kalau di Kementrian Sosisal, dana bansos untuk kelompok-kelompok marginal, untuk penyandang disabilitas, lansia yang terlantar yang rutin mereka dapat setiap bulan. Kalau diberhentikan, terus siapa yang bisa menjamin mereka bisa melangsungkan kehidupan. Diberhentikan sehari nggak makan mereka," ujarnya.
LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau Fitra juga mencatat beberapa kementerian yang dipimpin oleh menteri dari partai politik mendapatkan alokasi dana bansos berasal dari APBN 2014.
Kementerian Pemuda dan Olah Raga dengan menteri dari Partai Demokrat, mengelola anggaran bansos sebesar Rp 532 milyar, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dengan menteri yang juga berasal dari Partai Demokrat mengelola Rp 263 milyar.
Kementerian Agama dengan menteri berasal dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengelola Rp 11,56 triliun, Kementerian Perumahan Rakyat dengan menteri juga dari PPP mengelola Rp 1,9 miliar.
Kementerian Pertanian dengan menteri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengelola Rp 4,9 milyar, dan Kementerian Sosial dengan menteri juga dari PKS mengelola Rp3,4 miliar.
Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan menteri dari Partai Golkar mengelola Rp 595 miliar, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan menteri dari PKB mengeloa Rp 25 miliar. Kementerian Daerah Tertinggal dengan menteri juga dari PKB mengelola Rp 621 milyar.(www.voaindonesia.com)
Kekhawatiran penyalahgunaan dana bansos oleh pemerintah melalui kementerian dan lembaga negara bermula dari revisi anggaran negara terkait dana bansos 2014. Revisi anggaran yang diusulkan pemerintah dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat yaitu sebesar Rp 91,8 triliun, naik signifikan dari ketetapan awal yaitu sebesar Rp 55,8 triliun.
Adek Irawan dari ICW mengatakan di Jakarta, Kamis, bahwa sejak awal lembaganya sudah agar alokasi anggaran dana bansos ke kementerian dan lembaga negara dihentikan sementara hingga masa pemilihan umum berakhir.
Ia juga mendukung keinginan KPK agar seluruh dana bansos dipusatkan di Kementerian Sosial dan tidak perlu disalurkan melalui kementerian lain dan lembaga negara.
“Dari awal kami mengusulkan agar ada moratorium hibah dan bansos menjelang pemilu maupun pemilukada. Karena kalau pun ini dipaksakan ada, ini pasti akan dipakai untuk kepentingan-kepentingan politik bukan untuk kepentingan rakyat," ujarnya.
Sebelumnya, KPK telah mengusulkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar dana bansos dipusatkan di Kementerian Sosial karena jika tidak,
berpotensi disalahgunakan, seperti disampaikan juru bicara KPK, Johan Budi.
“Selama ini KPK menemukan dana bantuan sosial itu ada di berbagai kementerian, karena itu KPK berkirim surat kepada presiden untuk pengelolaan bansos itu difokuskan hanya pada Kementerian Sosial," ujar Johan.
Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri mengatakan kementeriannya siap mengelola seluruh dana bansos yang dialokasikan sesuai APBN 2014, namun ia tidak setuju jika alokasinya dihentikan sementara.
“Kalau di Kementrian Sosisal, dana bansos untuk kelompok-kelompok marginal, untuk penyandang disabilitas, lansia yang terlantar yang rutin mereka dapat setiap bulan. Kalau diberhentikan, terus siapa yang bisa menjamin mereka bisa melangsungkan kehidupan. Diberhentikan sehari nggak makan mereka," ujarnya.
LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau Fitra juga mencatat beberapa kementerian yang dipimpin oleh menteri dari partai politik mendapatkan alokasi dana bansos berasal dari APBN 2014.
Kementerian Pemuda dan Olah Raga dengan menteri dari Partai Demokrat, mengelola anggaran bansos sebesar Rp 532 milyar, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dengan menteri yang juga berasal dari Partai Demokrat mengelola Rp 263 milyar.
Kementerian Agama dengan menteri berasal dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengelola Rp 11,56 triliun, Kementerian Perumahan Rakyat dengan menteri juga dari PPP mengelola Rp 1,9 miliar.
Kementerian Pertanian dengan menteri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengelola Rp 4,9 milyar, dan Kementerian Sosial dengan menteri juga dari PKS mengelola Rp3,4 miliar.
Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan menteri dari Partai Golkar mengelola Rp 595 miliar, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan menteri dari PKB mengeloa Rp 25 miliar. Kementerian Daerah Tertinggal dengan menteri juga dari PKB mengelola Rp 621 milyar.(www.voaindonesia.com)
No comments:
Post a Comment