Dalam mekanisme Coordination of Benefit (COB) antara BPJS Kesehatan dengan asuransi komersial, benefit yang didapatkan peserta BPJS Kesehatan bila membeli asuransi komersial yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sebetulnya tidak hanya sebatas bisa naik kelas perawatan pada fasilitas kesehatan (faskes) yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan saja. Menurut Staf Ahli Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Mahlil Ruby, peserta COB tersebut juga bisa mendapatkan benefit lain yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan sesuai aturan yang berlaku pada program Jaminan kesehatan Nasional (JKN).
“Benefit yang ditanggung BPJS Kesehatan sebetulnya sudah maksimal. Tapi dari setiap benefit itu, ada yang disebut pembatasan sesuai aturan yang berlaku pada program JKN. Misalnya, kalau si pasien ingin memasang ring jantung yang lebih bagus, tentu harganya akan lebih mahal. Kalau misalnya yang ditanggung JKN Rp 100.000, sementara harga ring yang bagus itu Rp 150.000, maka selisih harga itu yang akan dibayarkan oleh asuransi komersial,” kata Mahlil Ruby dalam acara seminar yang diadakan Willis Indonesia di Jakarta, Rabu (26/3).
Benefit lainnya yang dapat dikoordinasikan antara BPJS Kesehatan dan asuransi komersial menurut Ruby antara lain bisa langsung ke faskes rujukan, bisa berobat ke faskes swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, alat kesehatan (kaca mata, kruk, ring, pen, dan lain-lain) dan alat kontrasepsi, penunjang medis, obat tertentu dan supplement, transportasi. Selain itu juga mendapatkan tindakan spesifik seperti operasi batu empedu dengan laparoskopi, fasilitas bahan-bahan non medis, dan lainnya. BPJS Kesehatan nantinya akan menjamin biaya sesuai tarif yang berlaku pada program JKN, sedangkan selisihnya menjadi tangung jawab asuransi komersial.
“Bagi perusahaan, mekanisme ini sangat menguntungkan, karena dengan membeli JKN dan produk askes COB, belanja perusahaan akan menurun atau sama dibanding tahun sebelumnya, tetapi karyawan mendapatkan benefit yang lebih. Dengan mekanisme COB ini, biaya yang ditawarkan asuransi komersial akan lebih murah karena sebagian klaim ditanggung BPJS Kesehatan,” jelas dia.
Namun diakui Ruby, penyelenggaraan COB dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan ini masih memiliki kelemahan, khususnya yang terakit dengan naiknya kelas perawatan peserta. Sebab tidak semua rumah sakit mampu menyediakan ruang perawatan yang dibutuhkan.
“Persoalannya adalah tidak semua rumah sakit tersedia kelas yang sama. Ketika misalnya ruang VIP yang dipilih peserta sudah penuh, maka peserta COB tidak bisa mendapatkan manfaat tambahan atau harus pindah ke rumah sakit lain. Lalu persoalan kedua adalah harga kelas 2 di rumah sakit swasta mungkin sama dengan kelas 1. Tapi umumnya rumah sakit swasta tidak mau harga kelas 2-nya dibayar seperti tarif INA-CBGs yang sekarang. Saya berharap ini juga bisa dijadikan sebagai COB,” imbuhnya.
Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur menambahkan, BPJS Kesehatan sendiri telah menandatangani MoU dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) serta membuat tamplate kerjasama mengenai mekanisme COB ini. “Template tersebut sudah dikirimkan kepada asuransi komersial untuk dipelajari. Kalau tertarik, mereka bisa bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan ini sebetulnya bisa menjadi peluang yang bagus bagi asuransi komersial,” terang dia. (www.beritasatu.com)
No comments:
Post a Comment