Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri keuangan yang memiliki produk bancassurance untuk terbuka kepada pelaku industri lain. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II, OJK Dumoly F Pardede, mengatakan jika tak terbuka bagi industri lain, maka tidak adil.
“Kalau ada suatu kontraktual antara bisnis to bisnis yang menyebabkan industri lain tidak bisa masuk akses ke kontraktual itu, menurut saya bisa tidak fair,” kata Dumoly di Jakarta, Kamis (27/3).
Biasanya, kata Dumoly, kontraktual seperti ini bisa marak terjadi pada produk bancassurance. Produk tersebut merupakan hasil dari kerjasama antara asuransi X dengan bank Y. Kerjasama ini hanya berlaku bagi kedua industri keuangan tersebut, sehingga pelaku jasa keuangan lain tidak masuk ke dalamnya.
“Nah ini kan tidak baik, makanya kami minta bancassurance terbuka, apakah mereka menjadi agen dari satu penjualan produk suatu asuransi atau mereka jadi supervisory, kita mau yang fair,” katanya.
Dumoly mengatakan, kerjasama kedua industri tersebut biasanya dikenal dengan ekslusif deal, private deal maupun single deal. Menurutnya, kerjasama seperti ini bisa menyebabkan industri keuangan menjadi tak sehat. Ia yakin jika kerjasama ini terbuka bagi industri lain, maka akan lebih menarik dan suasana pasar keuangan dapat lebih sehat.
Ia belum bisa memastikan apakah imbauan ini akan mengerucut pada terbitnya peraturan atau tidak. Menurut Dumoly, kondisi seperti ini akan dibicarakan terlebih dahulu kepada seluruh dewan komisioner OJK. “Setelah minta arahan, baru kita putuskan apakah buat aturannya,” katanya.
Direktur Institusional Banking PT Bank Mandiri Tbk Abdul Rachman mengatakan, kontraktual berbentuk produk bancassurance biasanya merupakan pelajaran awal bagi bank dalam menjual produk asuransi. Atas dasar itu, bank tersebut harus join sambil mempelajari produk-produk asuransi yang akan dijual.
“Jika kita sambil belajar, untuk sementara kita berdua dulu. Tapi gak akan dibatasi sampai terus,” katanya.
Menurutnya, ke depan tak akan tertutup kemungkinan bagi industri asuransi lain untuk masuk ke dalam bisnis proses produk bancassurance tersebut. “Sekarang kita kan sudah ada yang lain lagi, buktinya kita kemarin mau bikin usaha yang mirip-mirip juga ada, artinya enggak mati. Seperti kamu kerjasama pertama, ya ini dulu lah,” katanya.
Sayangnya, Abdul tidak bisa mengomentari apakah private deal atau single deal yang dilakukan Mandiri itu fair atau tidak. Ia memaklumi saran OJK selaku regulator agar tidak ada ketidakadilan dalam industri keuangan.
“Saya tidak bisa komentari Pak Dumoly, artinya selalu kalau sebagai regulator mestinya dia menjaga jangan sampai industri itu terjadi yang kartel, memang enggak boleh begitu,” katanya.
Akuisisi
Dalam kesempatan yang sama, Abdul mengatakan, akuisisi saham PT Asuransi Jiwa InHealth Indonesia (anak usaha PT Askes-sekarang BPJS Kesehatan) ditargetkan rampung pada akhir tahun 2014. Seluruh saham InHealth yang akan diakuisisi Mandiri sebesar 80 persen.
Akuisisi ini akan dilakukan Mandiri secara dua tahap, yaitu, akuisisi sebesar 60 persen dan kemudian sisanya 20 persen. Ia berharap proses akuisisi ini segera selesai, mengingat BPJS Kesehatan sendiri juga sudah melakukan kerjasama dengan asuransi lainnya.
“Asuransi yang lain sudah melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan, ini diharapkan cepat selesai,” katanya.
Menurut Abdul, akuisisi ini sejalan dengan peraturan pemerintah yang melarang BPJS Kesehatan untuk memiliki anak usaha di bidang yang sama. “Bahwa BPJS tidak boleh lagi memiliki anak perusahaan, jadi sebenarnya Askes ke BPJS Kesehatan, dan InHealth itu anak usaha Askes, maka BPJS harus melepas anak usahanya,” pungkasnya. (www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment