ANTARA/Marifka Wahyu Hidayat
Pekerja swasta diminta segera mendaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Batas akhir pendaftaran pada 31 Desember 2014. “Jika belum mendaftar, per 1 Januari 2015 mereka diperlakukan sebagai pasien umum,” kata Untung Pramudyastanto dari Divisi Informasi BPJS Kesehatan Surakarta, Jawa Tengah, di sela sosialisasi program JKN Ahad 23 Maret 2014.
Pekerja swasta diminta segera mendaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Batas akhir pendaftaran pada 31 Desember 2014. “Jika belum mendaftar, per 1 Januari 2015 mereka diperlakukan sebagai pasien umum,” kata Untung Pramudyastanto dari Divisi Informasi BPJS Kesehatan Surakarta, Jawa Tengah, di sela sosialisasi program JKN Ahad 23 Maret 2014.
Batas akhir pendaftaran pekerja swasta pada 31 Desember 2014. Jika belum mendaftar, per 1 Januari 2015 mereka diperlakukan sebagai pasien umum saat berobat. “Sebagai pasien umum maka biaya pengobatan dipastikan akan lebih besar,” ujar Untung. Sebagai peserta BPJS Kesehatan pekerja hanya perlu membayar iuran rata-rata Rp 6 ribu per bulan atau setara dengan 0,5 persen dari UMK (upah minimum kota). Sedang beban iuran 4 persen ditanggung perusahaan.
Dia mengatakan hingga kini baru 22 ribu pekerja swasta yang mendaftar BPJS Kesehatan. Mereka berasal dari sekitar 300 perusahaan. “Secara persentase, perusahaan yang mendaftar masih sangat sedikit, apalagi pekerjanya,” katanya. Perusahaan yang mendaftar baru 30 persen dari total perusahaan di eks Karesidenan Surakarta.
Dia menilai minimnya pendaftaran peserta BPJS Kesehatan untuk pekerja swasta karena perusahaan tidak pro aktif mendaftarkan pekerjanya. Atau pendaftaran terkendala administrasi. “Yang bisa mendaftarkan adalah pekerja dengan upah sesuai UMK,” katanya.
Dia berharap perusahaan segera mendaftarkan pekerjanya di BPJS Kesehatan. Sebab ada sanksi administratif bagi perusahaan yang melanggar sesuai Peraturan Pemerintah nomor 86 tahun 2013. “Yang paling rugi tentunya pekerja. Karena biaya berobat jadi mahal,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Nasional Surakarta Hudi Wasisto menilai justru masalahnya pekerja yang enggan masuk program BPJS Kesehatan. “Pelayanannya berbelit. Sebelum dirawat di rumah sakit harus ada rujukan dari puskesmas,” katanya. Selain itu pekerja dibebani iuran tiap bulan, padahal sebelumnya semuanya ditanggung perusahaan.
Dia mengatakan banyak pekerja yang lebih memilih mengikuti program asuransi kesehatan yang dikoordinasi perusahaan. Pekerja dapat mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai keinginan. “Bisa memilih dokter yang diinginkan,” katanya. (www.tempo.co)
No comments:
Post a Comment