Monday, March 3, 2014

Pertolongan dan Bantuan Medis dalam Peperangan


Dari Husyraj bin Ziyad al-Asyja'i dari neneknya, ibu ayahnya (Ummu Ziyad al-Asyja'iyyah), bahwa pada perang Khaibar dia keluar bersama Nabi Saw dan lima orang wanita lainnya. Ketika Nabi Saw tiba, beliau menemui mereka dan bertanya, "Apa yang membuat kalian keluar dan dengan perintah siapa kalian keluar?"
Lalu Ummu Ziyad dan kawan-kawan menjawab, "Kami keluar membawa obat-obatan untuk mengobati yang terluka, kami akan mencabut anak panah, memberi minum, melantunkan syair dan membantu berjuang di jalan Allah."
Rasulullah Saw berpesan, "Berdirilah dan pulanglah." Ketika Allah SWT memberi kemenangan di Khaibar, Rasulullah Saw membagi kurma untuk mereka seperti buat laki-laki.[1]
Dari al-Rabi' binti Mi'wadz, dia berkata, "Kami berperang bersama Nabi Saw. Kami memberi minum pasukan, membantu mereka, mengobati yang terluka dan membawa yang tewas ke Madinah."[2]
Riwayat lain dari Anas ra, dia berkata, "Rasulullah Saw pernah berperang bersama Ummu Sulaim dan beberapa orang wanita Anshar. Saat perang, mereka memberi minum dan mengobati yang terluka."[3]
Ummu Athiyah berkisah, "Aku berperang bersama Rasulullah Saw dalam beberapa peperangan. Aku mengobati yang terluka, membuatkan makanan dan mengiringi rombongan mereka."[4]
Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa ketika Sa'ad bin Mu'adz terluka pada perang Khandaq, Rasulullah Saw memerintahkan, "Bawalah dia ke kemah Rafidah di masjid sampai aku menjenguknya nanti." Rafidah al-Anshariyyah atau al-Aslamiyyah adalah seorang wanita yang mengobati orang yang terluka dan dia selalu membantu orang Islam yang terlantar.[5]
Dari Mahmud bin Labid, Al-Bukhari meriwayatkan dalam "al-Adab al-Mufrad", dia bercerita, "Ketika Sa'ad bin Mu'adz terluka pada Perang Khandaq, dikatakan kepadanya, Bawalah dia ke tempat seorang wanita yang dipanggil Rafidah, dia mengobati orang-orang yang terluka. Jika Rasulullah Saw melewatinya, baik sore ataupun pagi, beliau bertanya, Bagaimana keadaanmu? Lalu Sa'ad memberitahu keadaannya.
Abu Umar bin Abdil Bar mengisahkan, "Ka'biyah binti Said al-Aslamiyah ikut dalam perang Khaibar bersama Rasulullah Saw. Lalu beliau memberinya panah. Ibnu Sa'ad berkata, Dialah yang berada di masjid untuk mengobati orang sakit dan orang yang terluka. Sa'ad bin Mu'adz ketika terkena panah, dibawa ke tempatnya, lalu dia merawat lukanya sampai Sa'ad meninggal dunia."
Dari Umayyah binti Abi al-Shalt, seorang wanita dari Bani Ghifar berujar, "Aku datang menemui Rasulullah Saw bersama beberapa orang wanita dari Bani Ghifar. Kami memohon, Wahai Rasulullah, kami ingin ikut bersamamu ke arah timur Khaibar. Kami akan mengobati yang terluka dan membantu pasukan Islam semampu kami. Lalu Rasulullah Saw menjawab, Semoga Allah memberkati kalian’.”
Wanita dari Bani Ghifar berkata, "Lalu kami berangkat bersama beliau, saat itu aku masih sangat muda. Lalu Rasulullah Saw menempatkan aku pada tas yang membawa keperluan pasukan. Demi Allah, Rasulullah Saw turun pada waktu pagi dan aku turun dari tas itu. Tiba-tiba aku melihat darah dari tubuhku dan itu adalah awal haidku. Aku menyingkir ke unta dan malu. Ketika Rasulullah Saw. melihat keadaanku dan beliau melihat darah, beliau bertanya, ‘Kenapa engkau? Kau haid?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Lalu beliau berucap, ‘Bersihkan dirimu, ambillah air, taburkan garam ke dalamnya lalu cucilah tas yang terkena darah, kemudian kembalilah ke rombonganmu’."
Lebih lanjut wanita dari Bani Ghifar ini mengatakan, "Ketika Rasulullah Saw memperoleh kemenangan, beliau membagikan kami harta ghanimah dan beliau memberiku kalung yang aku pakai ini dan aku tidak akan melepaskannya." Wanita dari Bani Ghifar ini mengaku tidak bersuci dari haid, kecuali mandi dengan air garam, dan dia berwasiat untuk dimandikan dengan air garam ketika dia wafat."[6]

Tawanan dan Kalung
Abu al-Ash bin al-Rabi’ menikahi Zainab binti Muhamad Saw sebelum beliau diangkat menjadi Rasul. Disebutkan saat itu dia berusia 10 tahun dan Abu al-Ash adalah anak bibinya, Halah binti Khuwailid.
Ketika Rasulullah Saw. diangkat menjadi rasul dan Quraisy menampakkan permusuhannya pada beliau, mereka mendatangi Abu al-Ash dan berkata, "Ceraikan anak Muhamad, kami akan menikahkanmu dengan wanita Quraisy yang kau inginkan." Abu al-Ash menjawab, "Tidak, aku tidak akan menceraikan istriku dan aku tidak mau memadunya dengan wanita dari Quraisy."
Rasulullah Saw tidak menghalalkan dan tidak mengharamkan hubungan mereka berdua –sesuai dengan perintah Allah SWT– di Makkah sehingga Islam lah yang memisahkan antara Zainab binti Rasulullah Saw ketika dia memeluk Islam dan Abu al-Ash. Namun Rasulullah Saw tidak kuasa memisahkan mereka, sehingga Zainab yang telah masuk Islam tetap tinggal bersama Abu al-Ash yang masih musyrik sampai Rasulullah Saw hijrah.
Ketika Allah SWT memberi kemenangan pada kaum Muslimin pada perang Badar, beberapa orang Quraisy ditawan, termasuk Abu al-Ash bin al-Rabi’ dan dia berada di Madinah bersama Rasulullah Saw sebagai tawanan.
Saat penduduk Makkah mengirim tebusan untuk para tawanan, Zainab binti Rasulullah Saw mengirimkan sebuah kalung yang dulu menjadi milik Khadijah r.a. Khadijah memberikannya pada Abu al-Ash saat mereka menikah. Zainab mengirimkan kalung itu untuk menebus suaminya yang ditawan oleh kaum Muslimin.
Tatkala Rasulullah Saw melihat kalung itu, beliau mengenalinya dan membuatnya sangat bersedih. Beliau berkata kepada para sahabatnya, "Jika kalian pikir akan melepaskan tawanan itu dan mengembalikan hartanya, maka lakukanlah."  
Mereka kemudian berkata, "Ya, wahai Rasulullah Saw." Lalu mereka melepaskannya dan mengembalikan hartanya. Kemudian Nabi Saw membuat perjanjian dengan Abu al-Ash bin al-Rabi’ untuk melepaskan (menceraikan) Zainab.
Rupanya Zainab tinggal bersama wanita-wanita miskin di Makkah. Rasulullah Saw menyembunyikan hal itu dari Abu al-Ash dan mengirim Zaid bin Haritsah dan seorang dari Anshar. Beliau berkata kepada mereka berdua, "Kalian tinggallah di Ya'juj sampai Zainab lewat, lalu temani dan bawa dia ke sini."
Selang satu bulan dari perang Badar, keduanya berangkat. Ketika Abu al-Ash tiba di Makkah, dia menyuruh Zainab menyusul ayahnya, lalu Zainab bersiap-siap. Kemudian saudara suaminya, Kinanah bin al-Rabi’, memberinya seekor unta, lalu dia menungganginya. Dia membawa busur dan panahnya lalu keluar sambil menunggang unta dan Zainab bersamanya.[7]
Orang-orang Quraisy membicarakan hal itu. Lalu mereka keluar mencari Zainab sampai menemukannya di Dzi Thuwa. Orang pertama yang menyusulnya adalah Habbar bin al-Aswad. Dia menakut-nakuti Zainab yang sedang hamil dan berada di atas unta dengan panahnya. Ketika dia ketakutan, dia mengalami keguguran. Kinanah marah lalu membentangkan busurnya lantas mengucap, "Demi Allah, aku akan memanah orang yang mencoba mendekatiku." Maka mereka mundur dan kembali ke Makkah.
Kemudian Abu Sufyan bersama beberapa pembesar Quraisy datang dan berkata, "Tahan sebentar, kami ingin bicara padamu."
Kinanah pun menahan diri. Abu Sufyan datang menghampirinya dan bertutur, "Kau tidak benar. Kau keluar membawa wanita di depan orang-orang Quraisy secara terang-terangan. Kau tahu kekalahan kami dan apa yang telah ditimbulkan oleh Muhamad. Orang-orang menyangka itu kehinaan yang menimpa kami. Sungguh, kami tidak perlu menawannya. Bawalah dia kembali. Nanti kalau keadaan sudah reda dan orang-orang mengatakan akan mengembalikannya, bawalah dia diam-diam dan kembalikan dia ke ayahnya."
Kinanah menuruti kata-kata Abu Sufyan dan dia kembali membawanya balik. Beberapa malam kemudian, Kinanah menyerahkan Zainab kepada Zaid dan temannya. Lalu Zaid dan temannya membawa Zainab ke Rasulullah Saw.
Sebelum Fathu Makkah, Abu al-Ash pergi berdagang ke Syam. Dia adalah seorang yang dipercaya membawa titipan dan harta penduduk Makkah untuk diperdagangkan. Ketika dia kembali dari berdagang, pasukan Rasulullah Saw bertemu dengannya, lalu mengambil semua yang ada padanya dan dia sendiri lari ketakutan. Saat pasukan itu datang dengan membawa semua hartanya, Abu al-Ash datang di kegelapan malam sampai dia menemui Zainab binti Rasulullah Saw. Lalu dia minta perlindungan Zainab dan Zainab pun melindunginya.
Tatkala Rasulullah Saw keluar hendak menunaikan shalat Subuh, beliau bertakbir lalu orang-orang ikut bertakbir. Tapi Zainab tiba-tiba berteriak dari kamar wanita, "Wahai kaum Muslimin, aku melindungi Abu al-Ash bin al-Rabi’." Sewaktu Rasulullah Saw memberi salam, beliau menghadap ke orang-orang dan bertanya, "Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar?" Mereka menjawab, "Ya."
Lalu Rasulullah Saw mengatakan, "Demi Allah, aku tidak tahu masalah itu sampai aku mendengar apa yang kalian dengar. Sesungguhnya Dia melindungi orang Islam yang paling rendah." Kemudian Rasulullah Saw pulang dan menemui putrinya. Beliau bernasehat, "Anakku, muliakanlah dia dan relakan dia. Kau ini tidak halal untuknya."
Selanjutnya Rasulullah mengirim utusan ke pasukan yang mengambil harta Abu al-Ash dan berpesan, "Laki-laki ini dari kita seperti yang kalian tahu, kalian telah mengambil hartanya. Kalau kalian berbaik hati dan mengembalikan hartanya, kita menyukai itu. Kalau kalian tidak mau, itu adalah harta ghanimah yang Allah berikan pada kalian dan kalian lebih berhak atas harta itu."
Mereka (utusan) menjawab, "Wahai Rasulullah, kami akan mengembalikannya." Lantas mereka mengembalikan harta Abu al-Ash tiada yang kurang. Dan Abu al-Ash membawa harta itu ke Makkah dan membagikannya pada pemiliknya dan pada orang yang menitipkan barang dagangan padanya. Kemudian dia bertanya, "Wahai orang Quraisy! Adakah yang belum mengambil hartanya?" Orang-orang Quraisy menjawab, "Tidak ada. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kau ini memang orang yang menepati janji dan orang yang mulia."
Abu al-Ash mengatakan, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah hamba dan utusan-Nya. Demi Allah, tidak ada yang menahanku masuk Islam di depan Rasulullah Saw, kecuali aku takut kalian akan menyangka bahwa aku akan memakan harta kalian. Dan ketika Allah SWT memberikannya pada kalian dan aku terlepas dari harta itu, aku masuk Islam." Setelah itu, dia pergi berhijrah dan tiba di hadapan Rasulullah Saw.
Ibnu Abbas mengungkapkan, "Rasulullah Saw mengulangi akad nikahnya (Abu al-Ash dengan Zainab) yang tidak dia perbarui selama enam tahun."[8]
Kemudian Zainab hidup sampai tahun 8 Hijriah dan meninggal pada masa Nabi Saw. Beliau amat mencintainya dan sering memujinya. Abu al-Ash tetap mencintainya sampai dia menyusul Zainab pada bulan Dzulhijjah tahun 12 Hijriah pada masa kekhalifahan Abu Bakar al-Shiddiq r.a.
Tidak mengherankan kalau Anda mendengar suami yang penyayang ini melantunkan syair dalam perjalanannya ke Syam:
Aku mengingat Zainab saat aku  menunggang unta
Aku berkata, berilah minum untuk orang yang tinggal di tanah suci
Putri al-Amin, semoga Allah  membalasmu dengan kebaikan
Setiap suami akan memuji apa yang dia ketahui[9]


[1]HR Ahmad (5/271) dan (6/371), Abu Dawud (3729).
[2]Al-Bukhari (2882, 2883), Ahmad (6/358).
[3]HR Muslim (1811), Abu Dawud (2531), Tirmidzi (1575).
[4]Muslim (1818), Ibn Majah (2856), Darimi (2422), Ahmad (5/84).
[5]Ibn Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah (3/144).
[6]HR Ahmad (6/380), Sunan Abu Dawud (313).
[7]Shahih al-Bukhari (3729, 5230), Shahih al-Muslim (2449), Sunan Ibn Majah (1999), Sunan Abu Dawud (2069).
[8]HR Ahmad (1/217), Sunan Abu Dawud (2240), Sunan Tirmizdzi (1143), Sunan Ibn Majah (2009).
[9]Tarikh al-Thabâri (2/467-472), Sirah Ibn Hisyâm (2/202-311-313), Siyar A’lâm al-Nubalâ’ (3/206-208, 501-503).

No comments:

Post a Comment