Dari Ali bin Al-Husain, dia berkisah, pada suatu hari, ketika Daud al-Thai duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba dia tertidur, lalu tersadar. Daud bertutur, "Apakah kalian tahu apa yang aku lihat dalam tidurku tadi? Aku memasuki surga, lalu aku melihat di dalamnya anak-anak bermain dengan buah apel. Mereka bergantian saling memakannya dan ada seorang anak yang menjauh dari mereka, dia duduk sedih dan tampak jelas kesedihannya.” Lalu Daud bertanya, "Kenapa anak itu tidak bermain bersama kalian?"
Mereka menjawab, "Anak itu baru lahir ke dunia, lalu meninggal dan
ibunya selalu menangisinya, dan dia bersedih karena tangisan ibunya itu."
Daud kembali bertanya, "Di mana rumahnya?"
Mereka
menjawab, "Di kabilah keluarga Fulan."
Daud bertanya lagi, "Siapa orang-tuanya?"
Mereka menjawab, "Si Fulan dan Fulanah."
Kembali Daud bertanya, "Siapa namanya?"
Mereka menjawab, "Si Fulan."
Lalu Daud berkata kepada sahabatnya, "Berangkatlah." Lalu mereka
berangkat dan menemui kabilah yang diceritakan. Kemudian bertanya tentang kedua
orang tua anak itu dan menemui mereka. Lantas Daud menceritakan mimpinya pada
keduanya dan ibunya berjanji tidak akan menangisinya untuk selamanya.[1]
Penglihatan dan
Mata Batin
Yahya
bin Bistham bercerita, "Aku bersama kawan-kawanku
mendatangi 'Ufairah al-Abidah. Saat itu beliau sedang beribadah, menangis lalu
buta. Beberapa orang temanku berkata kepada orang di sampingnya, ‘Alangkah beratnya kebutaan bagi orang yang pernah melihat’."
Ufairah
mendengarnya, lalu dia berkata, "Wahai Abdullah, demi Allah. Butanya hati
dari Allah sungguh lebih berat daripada butanya mata untuk melihat dunia.
Demi Allah, aku suka Allah menganugerahiku hakekat cintanya, Dia-lah yang akan
mengobati lukaku."[2]
Sesuap-sesuap
Muhamad
bin Bakar al-Khuza'i meriwayatkan, "Seorang wanita mempunyai anak. Lalu
anak itu menghilang cukup lama dan membuatnya putus asa. Pada suatu hari,
wanita itu makan, ketika dia menghancurkan suapan dan ingin memasukkannya ke mulut,
seorang peminta-minta berdiri di depan pintu minta makanan. Lalu wanita itu
tidak jadi memakan suapan itu dan membawanya bersama roti lalu
mensedekahkannya. Tinggalah dia dalam keadaan lapar.”
Beberapa
hari kemudian, anaknya datang. Dia bercerita pada ibunya tentang
kejadian-kejadian besar yang telah dilaluinya. Dia bertutur, "Kejadian yang paling besar adalah beberapa hari yang lalu
aku melalui hutan di sebuah daerah. Tiba-tiba muncul singa. Lalu singa itu
menarikku dari atas punggung keledai yang aku tunggangi. Keledai itu
melawannya, lalu cakar singa itu mengoyak tasku. Pakaian dan jubahku ada di bawahnya.
Cakarnya yang besar tidak sampai ke badanku. Aku heran dan terkejut lalu dia
membawaku ke dalam hutan dan dia menjilatiku.
Lalu
aku melihat seorang laki-laki yang sangat besar, wajah dan pakaiannya putih.
Dia datang dan menangkap singa itu tanpa senjata. Dia mengangkatnya dan membantingnya
ke tanah. Dia berkata, ‘Bangunlah. Satu suap dengan satu
suap.’ Singa itu bangun dan lari. Aku mulai siuman, lalu aku mencari
laki-laki itu, tetapi aku tidak menemukannya. Selama beberapa saat aku duduk di
tempatku sampai kekuatanku pulih lantas aku melihat keadaan diriku. Aku
mendapati diriku baik-baik saja. Kemudian aku berjalan sampai aku berjumpa dengan
rombonganku. Mereka merasa heran ketika melihatku, lalu aku ceritakan semuanya.
Aku tidak tahu makna ucapan laki-laki tersebut, ‘Sesuap
dengan sesuap’.”
Wanita itu memandang, lalu dia mengeluarkan suapan dari mulutnya dan dia menyedekahkannya.[3]
No comments:
Post a Comment