Diceritakan oleh Ahmad bin Abi al-Hawari bahwa istrinya, Rabi'ah, bercerita kepadanya, "Aku mendatangi saudariku, seorang gadis di Mausul. Lalu dia bertanya kepadaku, ‘Apakah kau tahu makna firman Allah SWT:
"Kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (QS
Asy-Syu'arĂ¢ [26]: 89)."
Jawab Rabi’ah,
"Tidak." Gadis itu menjelaskan, "Hati
yang bersih adalah yang bertemu dengan Allah SWT dan
tidak ada di dalamnya selain Allah SWT.”
Ahmad berkata, "Aku menceritakannya pada Abu Sulaiman[1],
lalu dia berkata, ‘Ini bukan perkataan wanita yang ahli
ibadah, ini perkataan para Nabi’."
Dikisahkan oleh Abu Ja'far al-Saih bahwa dia melihat seorang wanita tua di Baitul Maqdis. Wanita tua bertutur, "Aku melakukan ibadah haji
dengan berjalan kaki sebanyak 12 kali, aku membeli barang dan bekal yang buruk
setiap tahunnya dengan harga 4 dirham sebagai bekalku pulang dan pergi." Abu
Ja'far berkata, "Di Baitul Maqdis ada wanita ahli ibadah sepertimu?"
Dia
bercerita, "Aku ingat ada beberapa orang wanita yang pernah melakukan
apa yang dia lakukan.” Mereka berkata, "Ketika kami kembali, kami
membawa alat tenun kami ke masjid dan kami tidak keluar kecuali untuk satu
keperluan.” Aku bertanya, "Berapa hari
itu?" Dia menjawab, "Sekitar 10 hari." Aku kembali bertanya, "Siapa yang paling taat ibadahnya di antara kalian?" Mereka menjawab, "Seorang wanita dari
Quraisy yang kami lihat tidak pernah bicara pada siapapun, tetapi dia hanya
shalat saja dan keluarganya membawakan keperluannya.”
Apa yang Memutus
Hubunganmu dengan-Nya?
Utsman
al-Jurjani mengatakan, "Aku keluar dari Baitul
Maqdis karena ingin mendatangi beberapa kampung untuk satu keperluan. Lalu aku
bertemu dengan seorang wanita tua yang memakai jubah dan kerudung dari bulu
domba. Aku memberi salam kepadanya dan dia pun membalasnya.” Kemudian wanita itu bertanya, "Kau datang dari
mana?" Utsman menjawab,
"Dari kampung ini." Wanita itu bertanya lagi,
"Mau ke mana?" Utsman menjawab, "Ke beberapa kampung untuk satu keperluan." Wanita itu kembali bertanya, "Berapa jarak antara keduanya?" Utsman menjawab, "18 mil." Wanita itu
bertanya, "Jarak18 mil untuk satu keperluan? Ini pasti
keperluan yang penting." Utsman berkata,
"Ya." Wanita itu terus bertanya,
"Siapa namamu?" Jawabnya,
"Utsman." Lalu wanita berujar, "Wahai Utsman, kenapa kau tidak meminta Pemilik kampung
untuk mengantarkan keperluanmu dan kau tidak perlu capek?" Utsman menjawab, "Aku tidak paham apa maksudnya? Wahai wanita tua, aku dan pemilik kampung tidak saling kenal."
Wanita itu menukas, "Utsman,
apa yang membuatmu tidak saling kenal dengannya dan hubungan antara kau dan dia
terputus?"
Utsman mengerti apa yang wanita itu maksud, lalu menangis. Wanita itu bertanya, "Kenapa kau menangis? Karena
sesuatu yang pernah kau lakukan lalu kau melupakannya atau karena kau
melupakannya lalu mengingatnya?" Utsman menjawab, "Tidak,
tetapi dari sesuatu yang aku pernah melupakannya dan aku ingat." Wanita itu bernasehat, "Utsman,
pujilah Allah SWT yang tidak
akan meninggalkanmu dalam kebingungan. Apakah kau mencintai Allah SWT?" Jawab Utsman,
"Ya." Wanita itu berujar, "Buktikan padaku." Tegas Utsman, "Demi Allah, aku mencintai-Nya." Wanita itu bertanya, "Apa
kata-kata hikmah-Nya yang berguna untukmu yang menyampaikanmu pada
cinta-Nya?" Utsman berkata, "Aku tetap tidak tahu apa yang akan aku
katakan." Wanita itu mendoakan, "Utsman, semoga kau termasuk orang yang
suka menyembunyikan cinta.”
Utsman
tetap di hadapannya dan tidak tahu apa yang harus dikatakan. Lalu wanita itu bertutur, "Allah SWT tidak mau menodai kata-kata hikmah-Nya, ma'rifat-Nya yang tersembunyi
dan mutiara cinta-Nya dengan perbuatan hati orang-orang yang tidak
berguna." Utsman berkata,
"Semoga Allah merahmatimu, doakan aku agar Allah menyibukkanku dengan
cinta-Nya." Lantas wanita itu mengibaskan
kedua tangannya di wajah Utsman, kemudian berdoa dan berpesan,
"Pergilah untuk mengurus keperluanmu, kekasih tahu apa yang akan
menyelamatkan hati karenamu." Kemudian wanita itu
berpaling dan mengucap, "Kalau
tidak karena takut dicabut, pasti akan aku katakan dengan bangga. Oh, rinduku tidak sembuh kecuali dengan-Nya,
kangenku tidak tenang kecuali pada-Mu, lalu di mana wajahku dari malu
kepada-Mu? Lalu ke mana akalku akan kembali kepada-Mu?" Utsman berucap,
"Demi Allah, aku tidak mengingat kata-kata itu, kecuali aku menangis dan
tidak sadarkan diri.”
[1]Abu
Sulaiman al-Darani, Abdul Rahman bin Ahmad bin Athiyyah al-Unsi, di antara ahli
ibadah dari Syam.
No comments:
Post a Comment