Sunday, March 23, 2014

JKN Berhasil Asal Pelayanan RS Tepat dan Efektif


TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Salah seorang warga memperlihatkan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Kantor Cabang Utama BPJS, Kota Bandung beberapa waktu lalu.

 JKN bisa berhasil dilaksanakan asalkan rumah sakit rujukan siap dengan pelayanan kesehatan tepat yang menentukan efektivitas pengobatan. Dengan begitu, rumah sakit tidak mengalami hambatan dalam penyediaan fasilitas kesehatan dan kegiatan operasional berjalan lancar.

Hal inilah yang dilakukan Rumah Sakit An-Nisa, Tangerang, selaku rumah sakit rujukan JKN. Menurut Direktur Utama Rumah Sakit An-Nisa, Ediansyah, persiapan pelaksanaan JKN sudah dilakukan sejak Maret 2013.

"Sebagai rumah sakit tipe C yang menjadi rujukan JKN kami harus menyiapkan diri. Tahap pertama adalah pelatihan bagi komponen rumah sakit, serta menyiapkan tim konsep dan tim pelaksana JKN RS An-Nisa. Tim pelaksana melakukan coding, costing, komputerisasi, dan menyiapkan clinical pathway," ujarnya.
 
Rumah sakit juga menyusun pedoman pengobatan yang efektif untuk menyesuaikan dengan fasilitas paket dalam INA-CBG's, sesuai kondisi pasien RS An-Nisa. Dengan panduan tersebut, diharapkan semua dokter yang menangani penyakit akan mengambil langkah pengobatan yang sama. Pasien juga tidak perlu mengantri lama, dengan alasan dokter yang satu lebih manjur dibanding yang lain.
 
Pedoman pengobatan ini disusun berdasarkan kunjungan 1.208 pasien pada Januari-Maret 2013. Rumah sakit mencatat, kasus usus buntu, masalah kebidanan dan kandungan, serta diare pada anak, paling banyak terjadi pada periode tersebut.

"Kalau untuk diare kita tekankan untuk tidak lagi memberi antibiotik, karena diare anak kebanyakan disebabkan virus. Langkah yang sama juga diterapkan pada operasi usus buntu sehingga tiap pasien memperoleh terapi yang sama. Tentunya clinical pathway diambil yang memiliki efektivitas tinggi bagi pasien ," kata Ediansyah.
 
Panduan pengobatan penyakit juga mempermudah rumah sakit memilih kode paket yang diperlukan. Ediansyah mengatakan dalam INA-CBG's ada 1.077 kode paket. Dokter perlu memiliki pemahaman yang sama dalam memilih paket yang diperlukan. Tujuannya, untuk menjamin mutu pelayanan kepada pasien.
 
"Kami meminta dokter untuk menuliskan diagnosis 1, 2, dan 3. Diagnosis 1 digunakan untuk menentukan kode, sementara diagnosis selanjutnya untuk menentukan tingkat keparahan. Tingkat keparahan inilah yang sering menyebabkan biaya pengobatan lebih tinggi dibanding harga paket INA-CBG's. Pemahaman dokter pada tingkat keparahan tidak boleh berbeda, sehingga langkah pengobatan yang diambil bisa sama dan memiliki efektivitas tinggi," kata Ediansyah.

Ia mengatakan, sebagai rumah sakit tipe C, RS An-Nisa menangani penyakit dengan tingkat keparahan 1.
 
Menurutnya, dokter juga perlu memiliki pemahaman yang sama terkait tarif paket. Ediansyah mencontohkan, operasi caesar dengan biaya sekitar Rp 6 juta di era Jamsostek, menjadi Rp 4 juta di era JKN. Menghadapi hal tersebut, pihak rumah sakit mengumpulkan enam obgyn yang bertugas dan meminta mereka bersepakat tentang langkah paling efektif untuk operasi caesar. Tentunya disertai langkah alternatif bila pasien memerlukan terapi tambahan.
 
Dengan berbagai persiapan JKN ini, RS An-Nisa berhasil meraih keuntungan Rp 95 juta dari perawatan 2.978 pasien selama Januari-Maret 2014. Dalam kurun waktu yang sama RS An-Nisa memperoleh keuntungan Rp 677 juta dari 564 pasien rawat inap. Keuntungan tersebut digunakan untuk berbagai hal, antara lain jasa medik sebesar 20 persen.
 
"Asal bisa menjaga efektivitas pelayanan, maka aliran dana bisa seimbang. Kasus operasi caesar misalnya, berkontribusi pada 55 persen keuntungan rumah sakit. Margin keuntungan dalam JKN memang kecil, namun dengan pasien yang banyak maka rumah sakit masih bisa untung," kata Ediansyah. (health.kompas.com)
 

No comments:

Post a Comment