Isu strategis
merupakan isu-isu (kondisi atau hal) yang dianggap paling prioritas (penting,
mendasar, mendesak) untuk ditangani, prioritisasi isu tersebutmerupakan hasil
dari seluruh analisis atas permasalahan-permasalahan dalam penanggulangan
kemiskinan. Satu isu strategis dapat memuat beberapa indikator utama dalam
suatu bidang, isu-isu strategis tersebut menjadi arah atau tujuan dari suatu
hal yang akan dicapai oleh beberapa program secara bersama.
Isu strategis
dipilih dari banyak isu yang dihasilkan dari hasil analisis kemiskinan dan
determinan kemiskinan pada setiap bidang, hasil evaluasi anggaran, serta
kajiulang kebijakan dan kelembagaan, yang kemudian dianalisis kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancamannya atau dianalisis faktor pendorong dan
penghambatnya (dapat menggunakan analisis SWOT), dan selanjutnya dirumuskan isunya.
Rumusan isu
strategis dapat terdiri dari:
1.
Pernyataan
isu strategis.
2.
Penjelasan
atau penjabaran atas isu tersebut.
3.
Kondisionalitas
yang mendasari isu tersebut atau kondisionalitas yang harus ada jika isu
tersebut akan diatasi
Sementara rencana
aksi merupakan detail dari bagaimana isu strategis tersebut akan diatasi
melalui kebijakan, program dan kegiatan, dimana kegiatan tersebut akan
dijalankan, siapa penanggungjawab pelaksana kegiatan, dan berapa anggaran yang
dibutuhkan dalam waktu berapa tahun? (dalam hal ini disarankan untuk waktu 5
tahun).
1)
Isu Strategis Bidang
Pendidikan
Tingginya biaya
pendidikan menyebabkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan menjadi
terbatas. Sesuai dengan ketentuan, biaya SPP dari jenjang SD/MI sampai SLTA/MAN
telah secara resmi dihapuskan. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat
tetap harus membayar berbagai iuran sekolah seperti pembelian buku, alat tulis,
pakaian seragam, sepatu seragam, dan bimbingan pelajaran tambahan. Berbagai iuran
tersebut menjadi penghambat bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya.
Masalah lain yang
dialami oleh siswa terutama di daerah perdesaan adalah kekurangan kalori dan
kekurangan gizi yang mengakibatkan rendahnya daya tahan belajar dan semangat belajar
siswa. Dalam jangka panjang, hal ini berpengaruh terhadap kemungkinan anak
untuk putus belajar, mengulang kelas dan tidak mau sekolah.
Pendidikan formal
belum dapat menjangkau secara merata seluruh lapisan masyarakat. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya kesenjangan antara penduduk kaya dan penduduk miskin
dalam partisipasi pendidikan baik diukur dari Angka Partisipasi Sekolah (APS),
Angka Partisipasi Kasar (APK) maupun Angka Partisipasi Murni (APM). Tanpa bekal
pendidikan yang memadai, mereka akan sulit untuk keluar dari jebakan kemiskinan
dan menghindarkan diri dari lingkaran kemiskinan.
Rendahnya tingkat
pendidikan, tingginya angka putus sekolah dan rendahnya partisipasi masyarakat
dalam pendidikan mengakibatkan tingginya angka buta aksara. Data statistik
menunjukkan bahwa walaupun cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2008
hingga tahun 2010.
2)
Isu Strategis Bidang
Kesehatan
Masyarakat miskin
menghadapi masalah keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya status
kesehatan yang berdampak pada rendahnya daya tahan mereka untuk bekerja dan
mencari nafkah, terbatasnya kemampuan anak dari keluarga untuk tumbuh dan
berkembang, dan rendahnya derajat kesehatan ibu. Penyebab utama dari rendahnya
derajat kesehatan masyarakat miskin selain kurangnya kecukupan pangan adalah
keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan
kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, rendahnya
pendapatan dan mahalnya biaya jasa kesehatan, serta kurangnya layanan kesehatan
reproduksi.
Salah satu indikator
dari terbatasnya akses layanan kesehatan dasar adalah angka kematian bayi,
angka kematian balita, angka kematian ibu melahirkan, prevalensi Balita dengan
Gizi buruk, dan angka harapan hidup. Data statistik menunjukkan bahwa angka
kematian bayi (AKB) per 1.000 kelahiran hidup dan cenderung menurun hingga
tahun 2011.
Namun, penurunan tersebut relatif lambat.
3)
Isu Strategis Bidang
Prasarana Dasar
Masalah Pembangunan
Infrastruktur di Padang Pariaman adalah
a. Kepemilikan
aset yang rendah
b. Terbatasnya
aksesmasyarakat terhadap sarana dan prasarana dasar seperti Perumahan, Listrik, Sanitasi, Air Minum dan
lainnya.
c. Masih besarnya
dukungan dan bantuan Pemerintah Pusat terhadap kegiatan pembangunan daerah maka
perlu adanya optimalisasi sektor-sektor yang potensial dan pengelolaan sumber
daya alam dengan mempertimbangkan aspek dampak lingkungan untuk peningkatan
pendapatan asli daerah.
d. Pemindahan pusat
pemerintahan
e. Setelah kota
Pariaman menjadi otonom maka pusat Ibukota Kabupaten Padang Pariaman
dipindahkan ke Nagari Parit Malintang Kecamatan Enam Lingkung (PP No. 79 Tahun
2008), untuk itu perlu dilakukan percepatan pembangunan. Ketimpangan
pertumbuhan wilayah Utara-Selatan, dimana wilayah bagian selatan dilalui oleh
koridor jalan nasional yang tumbuh lebih pesat dan bersifat urban sedangkan
kawasan utara pertumbuhan cendrung lebih lambat karena masih bersifat perdesaan
dan hanya dilalui oleh jalan propinsi.
f.
Kawasan
Rawan Bencana
g. Kabupaten Padang
Pariaman merupakan daerah yang berada pada
zona rawan bencana, seperti gempa dan tsunami, banjir, longsor serta terletak
pada sepanjang jalur sesar aktif atau patahan semangka. Untuk itu perlu
menyediakan informasi, sarana dan prasarana serta kesiapsiagaan masyarakat dan
pemerintah dalam menghadapi dan menanggulangi bencana.
h. Pembangunan
daerah yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan
i.
Pembangunan
sarana dan prasarana dapat mendorong peningkatan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat namun dalam pelaksanaannya juga harus memperhatikan daya dukung
kawasan dan lingkungannya sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan.
4)
Isu
Strategis Bidang Ketenagakerjaan
dan Kewirausahaan
Masyarakat miskin
umumnya menghadapi terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya
peluang untuk mengembangkan usaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha,
dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak
dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga.
Keterbatasan modal, kurangnya keterampilan, dan pengetahuan, menyebabkan
masyarakat miskin hanya memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan
peluang yang sempit untuk mengembangkan usaha.
Terbatasnya lapangan
pekerjaan yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka terpaksa
melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi dengan imbalan yang kurang memadai dan
tidak ada kepastian akan keberlanjutannya.
Tingginya angka
pengangguran usia muda memerlukan perhatian khusus, karena usia muda merupakan
transisi dari sekolah dan bekerja. Selain itu, usia muda merupakan tingkat usia
yang paling rentan terhadap kemiskinan yang disebabkan karena tiga hal (ILO,
2003). Pertama, rumahtangga miskin mempunyai jumlah tanggungan (orang muda yang
masih dalam tanggungan) besar, khususnya di daerah perdesaan. Kedua, kemiskinan
seringkali diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Banyak remaja
yang berasal dari keluarga miskin terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dan biasanya mendapatkan pekerjaan yang tidak tetap dengan upah
rendah. Ketiga, kaum muda merupakan masa transisi ke arah mandiri, mereka pada
umumnya menemukan kesulitan mendapatkan pekerjaan produktif karena kurangnya
pengetahuan dan integrasi dalam pasar kerja. Tingginya jumlah pekerja di sektor
kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan sehingga tergolong miskin
atau tergolong pada pekerja dengan pendapatan yang rentan menjadi miskin (near
poor).
Penduduk miskin yang
umumnya berpendidikan rendah harus bekerja apa saja untuk mempertahankan
hidupnya. Kondisi tersebut menyebabkanlemahnya posisi tawar masyarakat miskin
dan tingginya kerentanan terhadap perlakuan yang merugikan. Masyarakat miskin
juga harus menerima pekerjaan dengan imbalan yang terlalu rendah, tanpa sistem
kontrak atau dengan sistem kontrak yang sangat rentan terhadap kepastian
hubungan kerja yang berkelanjutan. Ketidakjelasan mengenai hak-hak mereka dalam
bekerja menyebabkan kurangnya perlindungan terhadap keselamatan dan
kesejahteraan mereka di lingkungan kerja.
Kesulitan ekonomi
yang dihadapi keluarga miskin seringkali memaksa anak dan perempuan untuk
bekerja. Pekerja perempuan, khususnya buruh migran perempuan dan pembantu
rumahtangga dan pekerja anak menghadapi resiko sangat tinggi untuk dieksplotasi
secara berlebihan, serta tidak menerima gaji atau digaji sangat murah, dan
bahkan seringkali diperlakukan secara tidak manusiawi. Oleh karena itu, pekerja
perempuan dan anak memerlukan perlindungan kerja yang lebih dan khusus, karena
lebih rentan untuk mengalami pelanggaran hak dan eksploitasi secara berlebihan.
Kesulitan ekonomi
juga memaksa remaja terutama perempuan dari keluarga miskin untuk bekerja
sebagai pekerja seks komersial. Mereka umumnya penduduk musiman yang tinggal di
perkotaan dan kawasan pertambangan. Mereka sangat rentan terhadap tindak
kekerasan, penyakit menular seksual dan terkucil dari kehidupan sosial. Oleh
sebab itu, mereka perlu mendapatkan penanganan khusus melalui pendampingan dan
konseling agar mampu keluar dari lingkaran kemiskinan.
Rendahnya posisi
tawar pekerja menyebabkan konflik perburuhan yang terjadi seringkali
dimenangkan oleh pihak perusahaan dan merugikan para buruh. Pemerintah sebagai
pihak yang dapat menjadi mediasi dan pembela kepentingan masyarakat seringkali
kurang responsif dan peka untuk secara cepat menindaklanjuti masalah
perselisihan dalam hubungan antara pekerja dengan pemilik perusahaan. Dampak
dari perselisihan tersebut seringkali membuahkan pemutusan hubungan kerja (PHK)
secara tidak adil dan mengakibatkan munculnya sekelompok orang miskin baru.
Masyarakat miskin juga
mempunyai akses yang terbatas untuk memulai dan mengembangkan koperasi dan
usaha, mikro dan kecil (KUMK). Permasalahan yang dihadapi antara lain sulitnya
mengakses modal dengan suku bunga rendah; hambatan untuk memperoleh ijin usaha;
kurangnya perlindungan dari kegiatan usaha; rendahnya kapasitas sumberdaya
manusia dalam mengembangkan wirausaha yang meliputi kemampuan manajemen,
organisasi dan teknologi; dan terbatasnya akses terhadap informasi, pasar,
bahan baku; serta sulitnya memanfaatkan bantuan teknis dan teknologi.
Ketersediaan modal dengan tingkat suku bunga pasar, masih sulit diakses oleh
pengusaha kecil dan mikro yang sebagian besar masih lemah dalam kapasitas SDM.
Selain kesulitan
mengakses modal, permasalahan lain yang masih dihadapi adalah tidak adanya
lembaga resmi yang dapat memberi modal dengan persyaratan yang dapat dipenuhi
masyarakat miskin. Kenyataan ini tidak memberi pilihan lain untuk memperoleh
modal dengan cara meminjam dari rentenir dengan tingkat bunga yang sangat
tinggi. Selain itu, berbagai lembaga keuangan mikro yang dikembangkan oleh
masyarakat belum mendapat perlindungan hukum secara memadai. Masyarakat miskin
juga menghadapi masalah lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, terutama
perlindungan terhadap hak cipta industri tradisional, dan hilangnya aset usaha
akibat penggusuran. Usaha koperasi juga seringkali menghadapi kesulitan untuk
menjadi badan hukum karena persyaratan yang sangat rumit, seperti batas modal,
anggota, dan kegiatan usaha. Dengan tidak menjadi badan hukum, usaha koperasi
menjadi sulit berkembang dan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan
kapasitasnya melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah.
Masalah lain yang
dihadapi dalam pengembangan KUMK adalah lemahnya perlindungan terhadap usaha
yang dikembangkan oleh masyarakat, melimpahnya barang impor yang menyebabkan
menurunnya daya saing produk KUMK, menyebarnya bisnis waralaba yang
mempersempit ruang usaha mikro dan kecil, dan terbatasnya ruang bagi tempat
usaha informal yang berakibat pada penggusuran.
5)
Isu Strategis Bidang
Ketahanan Pangan
Pemenuhan kebutuhan
pangan yang layak dan memenuhi persyaratan gizi masih menjadi masalah bagi
masyarakat miskin. Terbatasnya kecukupan dan kelayakan mutu pangan berkaitan
dengan rendahnya daya beli, ketersediaan pangan yang tidak merata,
ketergantungan tinggi terhadap beras dan terbatasnya diversifikasi pangan. Di
sisi lain, masalah yang dihadapi oleh petani penghasil pangan adalah
terbatasnya dukungan produksi pangan, tata niaga yang tidak efisien, rendahnya
penerimaan usaha tani pangan dan maraknya penyelundupan.
Permasalahan kecukupan pangan antara lain
terlihat dari rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi
bayi, anak balita dan ibu. Pada tahun 2007, BPS memperkirakan sekitar 20%
penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengkonsumsi 1.571 kkal per
hari atau 75% dari kebutuhan agar dapat bertahan hidup secara baik. Kekurangan
asupan kalori, yaitu kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami oleh 60%
penduduk berpenghasilan terendah. Kekurangan asupan kalori, yang terjadi pada
saat ketersediaan pangan nasional cukup memadai, menunjukkan adanya masalah
dalam keterjangkauan pangan yang bermutu.
Masalah kecukupan
pangan juga dialami oleh petani penghasil pangan termasuk petani padi. Penyebab
utamanya adalah fluktuasi harga yang terjadi pada saat musim panen dan musim
paceklik yang tidak menguntungkan mereka. Impor beras yang dilakukan untuk
menutup kebutuhan beras dan menjaga stabilitas harga seringkali tidak tepat waktu
sehingga merugikan petani penghasil beras. Selain itu, penyelundupan beras juga
menyebabkan kerugian bagi petani penghasil. Dengan kepemilikan lahan yang
sempit (kurang dari 1 ha), dukungan prasarana dan sarana yang terbatas, dan
harga jual yang tidak pasti, mereka tidak memperoleh surplus yang memadai untuk
mencukupi kebutuhan menjelang musim panen berikutnya. Mereka cenderung hidup
secara subsisten yang menghambat mereka untuk keluar dari perangkap kemiskinan.
Masalah lain yang
juga mempengaruhi ketahanan masyarakat dalam menghadapi masalah kerawanan
pangan adalah kemampuan menyediakan cadangan pangan untuk mengatasi musim
paceklik. Saat ini, sebagian besar lumbung pangan milik masyarakat tidak
berfungsi karena tidak dikelola dengan baik, perubahan lahan tani menjadi
kawasan pertambangan dan lemahnya dukungan dari pemerintah daerah.
Berbagai permasalahan tersebut menyiratkan
pentingnya evaluasi terhadap sistem ketahanan pangan yang dapat mendukung
pemenuhan hak masyarakat atas pangan yang cukup dan bermutu.
7.2
RENCANA AKSI DAERAH
UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Terentaskannya
kemiskinan warga Kabupaten Padang Pariaman tidak terlepas dari kinerja
Pemerintah dalam turut mengentaskan kemiskinan. Dan kinerja ini terutama
berkaitan dengan leading sector SKPD yang turut serta menangani kemiskinan
melalui berbagai program prioritas.
Beberapa program
yang dilakukan masing masing SKPD Tahun 2013-2018 adalah
sebagai berikut:
PRIORITAS
|
PROGRAM
|
SKPD
|
ANGGARAN 2013
|
ANGGARAN 2014
|
ANGGARAN 2015
|
ANGGARAN 2016
|
ANGGARAN 2017
|
|
Prioritas 6 :
Penurunan tingkat kemiskinan dan daerah tertinggal
|
1
|
DAK Tambahan
Infrastruktur Pendidikan^)
|
DISDIK
|
6.928.312.550
|
-
|
|||
2
|
Program DAK
Tambahan
|
DPU
|
6.450.000.000
|
-
|
||||
3
|
Program Upaya
Kesehatan Masyarakat
|
DISKES
|
154.800.000
|
178.020.000
|
195.822.000
|
234.986.400
|
281.983.680
|
|
4
|
Program Perbaikan
Gizi Masyarakat
|
DISKES
|
189.800.000
|
218.270.000
|
240.097.000
|
288.116.400
|
345.739.680
|
|
5
|
Program Pencegahan
dan Penanggulangan Penyakit Menular
|
DISKES
|
964.967.500
|
1.109.712.625
|
1.220.683.888
|
1.464.820.665
|
1.757.784.798
|
|
6
|
Program Kemitraan
Peningkatan Pelayanan Kesehatan
|
DISKES
|
11.587.049.526
|
13.325.106.955
|
14.657.617.650
|
17.589.141.180
|
21.106.969.417
|
|
7
|
Program Peningkatan
Pelayanan Kesehatan Lansia
|
DISKES
|
25.000.000
|
28.750.000
|
31.625.000
|
37.950.000
|
45.540.000
|
|
8
|
Program Peningkatan
Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak
|
DISKES
|
215.000.000
|
247.250.000
|
271.975.000
|
326.370.000
|
391.644.000
|
|
9
|
Program Peningkatan
Keberdayaan Masyarakat Perdesaan
|
EKBANG
|
70.000.000
|
80.500.000
|
88.550.000
|
106.260.000
|
127.512.000
|
|
10
|
Program Pemberdayaan Fakir
Miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) Lainnya
|
SOSNAKER
|
200.000.000
|
230.000.000
|
253.000.000
|
303.600.000
|
364.320.000
|
|
11
|
Program Pelayanan dan
Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial
|
SOSNAKER
|
292.000.000
|
335.800.000
|
369.380.000
|
443.256.000
|
531.907.200
|
|
12
|
Program Pembinaan Anak
Terlantar
|
SOSNAKER
|
45.000.000
|
51.750.000
|
56.925.000
|
68.310.000
|
81.972.000
|
|
13
|
Program Perlindungan dan
Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan
|
SOSNAKER
|
40.000.000
|
46.000.000
|
50.600.000
|
60.720.000
|
72.864.000
|
|
14
|
Program Pemberdayaan
Kelembagaan Kesejahteraan Sosial
|
SOSNAKER
|
235.000.000
|
270.250.000
|
297.275.000
|
356.730.000
|
428.076.000
|
|
15
|
Program Database PMKS, PSKS,
Potensi Tenaga Kerja dan Lapangan Kerja^)
|
SOSNAKER
|
43.715.000
|
50.272.250
|
55.299.475
|
66.359.370
|
79.631.244
|
|
16
|
Program Transmigrasi Lokal*)
|
SOSNAKER
|
20.000.000
|
23.000.000
|
25.300.000
|
30.360.000
|
36.432.000
|
|
17
|
Program Peningkatan
Kesejahteraan Petani
|
DIPERTANAK, BP3KP
|
1.246.000.000
|
1.432.900.000
|
1.576.190.000
|
1.891.428.000
|
2.269.713.600
|
|
18
|
Program Peningkatan
Ketahanan pangan pertanian/perkebunan
|
DIPERTANAK, BP3KP
|
1.112.000.000
|
1.278.800.000
|
1.406.680.000
|
1.688.016.000
|
2.025.619.200
|
|
19
|
Program Pengembangan Budidaya
Perikanan
|
DKP
|
566.280.000
|
651.222.000
|
716.344.200
|
859.613.040
|
1.031.535.648
|
|
20
|
Program Pengembangan Perikanan
Tangkap
|
DKP
|
216.280.000
|
248.722.000
|
273.594.200
|
328.313.040
|
393.975.648
|
|
21
|
Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir
|
DKP
|
40.000.000
|
46.000.000
|
50.600.000
|
60.720.000
|
72.864.000
|
|
22
|
Program Pembinaan dan
Pengembangan Bidang Ketenagalistrikan
|
KOPERINDAG ESDM
|
709.200.000
|
815.580.000
|
897.138.000
|
1.076.565.600
|
1.291.878.720
|
|
23
|
Bantuan mahasiswa/PT
|
SKPKD
|
400.000.000
|
460.000.000
|
506.000.000
|
607.200.000
|
728.640.000
|
|
24
|
Bantuan sosial masyarakat IKK
|
144.143.431
|
165.764.946
|
182.341.440
|
218.809.728
|
262.571.674
|
||
25
|
Bantuan Rumah Tidak layak
Huni^)
|
300.000.000
|
345.000.000
|
379.500.000
|
455.400.000
|
546.480.000
|
||
26
|
Bantuan Siswa Kurang Mampu SMA/
SMK/MAN^)
|
999.950.000
|
1.149.942.500
|
1.264.936.750
|
1.517.924.100
|
1.821.508.920
|
||
27
|
Bantuan Siswa Kurang mampu SD/
SMP^)
|
1.771.120.000
|
2.036.788.000
|
2.240.466.800
|
2.688.560.160
|
3.226.272.192
|
||
28
|
Bantuan Bedah Rumah KK Miskin^)
|
500.000.000
|
575.000.000
|
632.500.000
|
759.000.000
|
910.800.000
|
||
29
|
Belanja Korban Bencana Alam dan
Bencana Sosial^)
|
337.489.569
|
388.113.004
|
426.924.305
|
512.309.166
|
614.770.999
|
||
30
|
Bantuan Keluarga Miskin^)
|
150.080.000
|
172.592.000
|
189.851.200
|
227.821.440
|
273.385.728
|
||
#DIV/0!
|
35.953.187.576
|
25.961.106.280
|
28.557.216.908
|
34.268.660.289
|
41.122.392.347
|
Strategi ini
bertujuan meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin menurut individu (sebagai
anggota keluarga dalam rumah tangga miskin). Pemanfaat dari pelaksanaan
strategi ini adalah anggota keluarga yang berasal dari rumah tangga yang
termasuk kategori miskin atau dekat miskin. Pemanfaat dari pelaksanaan strategi
ini diperoleh melalui proses verfirikasi data rumah tangga miskin yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman sendiri dibantu tenaga fasilitator dari
kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan. Sesuai fokus prioritas Rencana Aksi
Daerah Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2013-2018, maka strategi
Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Rumah Tangga Miskin ini akan mencakup
penyediaan beberapa bantuan sosial yang akan diberikan kepada keluarga miskin
(sebagai benefits) sebagai berikut:
Pertama, Bantuan langsung
kepada keluarga sasaran. Bantuan langsung dapat berupa bantuan langsung tunai
bersyarat (conditional cash transfer), bantuan langsung tunai tanpa syarat,
bantuan langsung dalam bentuk inkind, seperti pemberian beras bagi masyarakat
miskin (raskin), serta bantuan bagi kelompok masyarakat rentan seperti mereka
yang cacat, lansia, yatim/piatu dan sebagainya. Penyediaan bantuan ini akan
melengkapi prioritas Pemerintah Pusat sehingga dampaknya bagi rumah tangga
miskin penerima manfaat strategi akan akan semakin diperkuat.
Kedua, bantuan pendidikan
berupa beasiswa dan pendidikan anak usia dini. Bantuan ini diberikan kepada
anggota keluarga rumah tangga miskin yang masih berusia sekolah melalui pemberian
uang tunai kepada keluarga yang berasal dari rumah tangga miskin, dimana
sebagai imbalannya keluarga penerima diwajibkan untuk menyekolahkan anaknya
dengan tingkat kehadiran sesuai dengan ketentuan. Termasuk dalam strategi ini
memberikan insentif bagi kepala keluarga rumah tangga miskin untuk memasukkan
anak-anak usia sekolah yang tidak berada di sekolah, seperti pekerja anak,
untuk kembali ke bangku sekolah.
Ketiga,
bantuan kesehatan termasuk pendidikan bagi orang tua berkaitan dengan kesehatan
dan gizi (parenting education) melalui pemberi pelayanan kesehatan yang
ditunjuk. Bantuan ini diberikan kepada ibu-ibu hamil atau yang sedang mengasuh
anak balita dalam rumah tangga miskin dengan syarat ibu-ibu hamil atau yang
sedang mengasuh anak balita tersebut memeriksakan kesehatan mereka atau anak
balita mereka ke Puskesmas.
Keempat, bantuan tunai
untuk penanggulangan pengangguran sementara (cash for work). Bantuan ini
disediakan bagi anggota kelurga rumah tangga miskin yang sudah berusia antara
15-24 tahun namun masih belum mempunyai pekerjaan tetap. Mereka akan diberikan
modal kerja sementara untuk mempersiapkan memperoleh pekerjaan yang sesuai.
Selain itu, mereka juga akan diberikan pelatihan peningkatan kompetensi.
No comments:
Post a Comment