Untuk
menjawab pertanyaan tentang penyebab hidayahnya, dia bertutur, "Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam untuk Rasulullah.
Awal permulaannya adalah saat aku remaja. Masa remaja memiliki peran yang
penting. Ayahku adalah seorang yang taat beragama yang sederhana dan biasa,
ibuku pun demikian. Dulu aku mengerjakan shalat, namun
tidak teratur lantaran sebagian
kewajiban shalat aku lewatkan. Aku tidak merasa berdosa meninggalkan satu
kewajiban shalat. Sayangnya, materi pelajaran agama di sekolah bukan materi
pokok, tentunya tidak ada murid yang tidak lulus. Agama tidak menjadi ilmu yang
pokok seperti ilmu duniawi lainnya.
Ketika
aku berada di jenjang SMA, aku ingin masuk di fakultas hukum atau studi seni.
Tetapi semua orang tidak mendukung keduanya. Lalu aku masuk Institut Seni
Drama, tapi aku tidak menyelesaikannya karena aku telah terjun di dunia akting.
Namun sinar seni, artis, sinema dan televisi telah memperdayai setiap
remaja seusiaku (saat itu umurku sekitar 16-17 tahun), khususnya dengan
pengetahuan yang kurang baik. Saat aku berkecimpung di dunia akting, aku
merasakan sesuatu di dalam hatiku menolak pekerjaan ini sampai-sampai aku vakum
selama 2 atau 3 tahun, sehingga beberapa orang menyangka aku telah mundur.
Alhamdulillah,
keluargaku berkecukupan dari segi materi, jadi aku bekerja bukan karena materi.
Aku belanjakan hasil pekerjaanku untuk membeli pakaian, make up dan
sebagainya. Keadaan terus begitu sampai aku merasa aku tidak menemukan diriku
dalam pekerjaan ini. Aku merasa kecantikanku adalah sesuatu yang dieksploitasi
dalam pekerjaanku. Saat itu aku menolak peran-peran yang merendahkanku dan yang
hanya terfokus pada kecantikan yang dianugerahkan Allah kepadaku.
Saat
itu pekerjaanku amat sedikit, aku bekerja seperti orang yang pingsan. Aku
merasa ada pemisahan antara pribadiku sesungguhnya dan keadaanku. Aku duduk
memikirkan pekerjaanku yang dilihat banyak orang. Aku merasa itu tidak
menggambarkan diriku, namun hal yang dibuat-buat. Aku merasa
keluar dari kulitku dan aku bersama suamiku, Hasan Yusuf, mulai memainkan peran-peran yang dekat dengan diriku. Sedikit ada
perubahan dari yang hanya berisi fisikku menjadi ada sisi yang lain. Aku mulai melakukan shalat di mana bila aku meninggalkan satu shalat
fardhu, aku banyak meminta ampunan pada Allah SWT. Setelah aku mengerjakan shalat qadha' ternyata hal itu
sangat membuatku sedih. Semua itu aku lakukan, meskipun aku belum berpakaian Islami.
Sebelum
aku menikah, aku membeli pakaianku dari rumah mode terbaru di Mesir. Dan
setelah aku menikah, suamiku menemaniku pergi ke luar Mesir untuk membeli
pakaian musim panas dan musim dingin. Sekarang aku mengingatnya dengan perasaan
sedih lantaran segala urusan yang sepele telah menyibukkanku. Kemudian aku mulai
membeli pakaian yang agak sopan. Kalau ada pakaian
berlengan pendek yang membuatku kagum, aku akan membelinya dengan jaket untuk
menutupi bagian tubuhku yang tampak. Ada satu keinginan dalam hatiku, aku mulai
ada keinginan mengenakan hijab. Tetapi orang-orang di sekitarku berkata
kepadaku, "Engkau yang sekarang lebih bagus." Aku mulai membaca
al-Quran lebih banyak karena sampai saat itu aku belum pernah mengkhatamkan
al-Quran dan aku mengkhatamkannya bersama teman-temanku belajar.
Alhamdulillah,
aku tidak memiliki teman dari dunia seni, teman-temanku adalah teman masa
kecil. Aku dan teman-temanku berkumpul – setelah aku menikah– pada bulan
Ramadhan di sebuah rumah untuk membaca al-Quran sampai khatam. Sayangnya, tidak
ada seorang pun yang disiplin memakai pakaian Islami.
Saat itu aku dan suami bekerja terus-menerus, baik dia bermain bersamaku
ataupun dia menyutradarai peran yang aku mainkan. Aku ceritakan ini
sekarang bukan gara-gara itu sesuatu
yang indah dalam diriku, namun aku berbicara dari masa di mana saat aku mengingatnya aku ingin itu dihapus dari kehidupanku.
Kalau aku bisa kembali ke belakang, sama sekali aku tidak berangan-angan ingin
berkecimpung di dunia akting. Dulu aku bercita-cita ingin menjadi seorang
muslimah yang taat sebab itulah yang benar. Allah SWT berfirman:
"Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS Adz- Dzariyât [51]: 56).
Ketika
aku liburan musim panas, aku terakhir turun ke laut setelah matahari terbenam
dan semua orang telah meninggalkan tempatnya. Aku katakan ini lantaran ada orang yang menyangka bahwa di antara ketaatan beragama ada jurang yang luas. Alhamdulillah, hal ini
amat mudah untukku, karena Allah berfirman dalam hadits qudsi:
"Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku sejengkal,
Aku akan mendekat kepadanya sehasta dan barangsiapa yang mendekat kepada-Ku
sehasta, Aku akan mendekat kepadanya sedepa, barangsiapa mendatangi-Ku dengan
berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari.[1]
Pada masa itu aku membaca Brigson, Sartre, Freud dan
filosof lainnya yang tidak ada ujung pangkalnya. Aku masuk dalam perbincangan
dialektik filsafat. Aku memiliki perpustakaan, tapi berpaling dari
bacaan-bacaan itu tanpa sebab yang jelas. Aku punya keinginan yang kuat untuk
melaksanakan umrah dan aku berkata dalam hatiku, "Aku tidak bisa
melaksanakan umrah kecuali kalau aku telah memakai hijab (jilbab). Karena tidak
masuk akal aku pergi ke Baitullah dengan tidak mengenakan pakaian yang Islami." Tetapi ada yang mengatakan
kepadaku, "Itu sama sekali bukan syarat." Itu adalah kebodohan mereka
terhadap ajaran Islam sebab mereka tidak berubah setelah melaksanakan umrah.
Suamiku pergi melaksanakan umrah, aku tidak ikut karena aku takut
anakku akan terlambat masuk sekolah kalau aku tidak ada. Ternyata dia terkena
wabah penyakit, lalu wabah itu menyerang anak laki-lakiku kemudian aku,
sehingga kami bertiga sakit. Aku memikirkan masalah ini, seakan-akan ini adalah
balasan gara-gara aku menunda melaksanakan umrah. Tahun berikutnya aku pergi melaksanakan
umrah, yaitu pada bulan Februari tahun 1982 saat aku kembali dari Paris
sambil membawa pakaian paling baru dari rumah model di sana, pakaian sopan
tetapi model terbaru. Ketika aku pergi dan membeli pakaian umrah yang putih, itulah untuk pertama
kalinya aku memakai pakaian putih tanpa bedak di wajahku. Aku melihat aku lebih
cantik dan untuk pertama kali aku bepergian tanpa rasa khawatir pada
anak-anakku karena aku jauh dari mereka.
Dulu perjalananku membuatku bersedih hati dan takut lantaran khawatir
pada mereka dan biasanya aku membawa mereka. Aku pergi melaksanakan umrah
bersama utusan dari Perusahaan Terusan Suez. Ketika tiba di Masjid Nabawi, aku
mulai membaca al-Quran tanpa aku memahaminya dengan sempurna, tetapi aku
bertekad ingin mengkhatamkan al-Quran di Madinah dan Makkah. Beberapa temanku
bertanya, "Apakah kau akan memakai hijab?" Aku menjawab, "Aku
tidak tahu." Aku menggantungkan perkara itu pada suamiku, apakah dia
setuju atau tidak. Aku belum tahu bahwa tidak ada ketaatan pada makhluk dalam
bermaksiat pada Khaliq.
Di Masjidil Haram Makkah, aku bertemu dengan
saudara-saudaraku sesama muslimah yang mengenakan kerudung. Aku lebih memilih berdiam
di Masjidil Haram untuk membaca al-Quran. Pada satu waktu saat aku berada di
sana antara ashar dan maghrib, aku bertemu dengan seorang muslimah, dia orang
Mesir yang tinggal di Kuwait. Namanya Arwa, dia membacakan beberapa bait syair
yang dia tulis, lalu aku menangis gara-gara aku merasa bait-bait syair itu menyentuh hatiku. Saat
itu pikiran tentang hijab sering muncul, namun orang-orang di sekitarku berkata, "Tunggulah
sampai kau tanya suamimu. Jangan tergesa-gesa.
Kau masih muda dan lain-lain." Aku selalu ingin memakai hijab. Arwa
berkata:
Mereka berkata tentang hijabku
Tidak, demi Tuhanku aku tidak akan peduli
Agamaku
telah menjagaku
Dan
hijabku dengan agung
Selamanya, perhiasanku adalah rasa maluku
Rasa malu adalah hartaku
Apakah karena aku berpaling
Dari perhiasan karena itu akan hilang
Orang mencelaku seakan-akan aku
Mencari keburukan untuk diriku
Betapa aku memandang sekejap celaan dari mereka
Dalam percakapan atau pertanyaan.
Aku menangis setiap kali mengingat qasidah yang panjang ini. Aku merasa qasidah
ini berbicara tentang keadaanku. Qasidah ini menyentuh relung hatiku. Setelah
itu aku pergi melaksanakan umrah untuk saudariku yang telah wafat, aku
amat mencintainya, semoga Allah merahmatinya. Setelah melaksanakan umrah, aku tidak tidur malam itu. Aku merasa
dadaku sesak dan ketakutan seakan-akan gunung-gunung di dunia berada di tengah
nafasku, seakan-akan semua dosa manusia mencekikku, semua kegembiraan dunia
yang pernah aku nikmati seakan-akan dosa yang mengikatku. Ayahku bertanya
tentang sebab aku berkeringat, lalu aku berkata, "Aku ingin pergi ke
Masjidil Haram sekarang. Itu bukan waktu yang bisa kami pergi ke sana. Tetapi
ayahku menyiapkan dirinya menemaniku melakukan umrah.
Ketika kami sampai di Masjidil Haram, aku melakukan tahiyat masjid, yaitu thawaf. Pada awal
putaran, Allah memberiku kemudahan untuk sampai di Hajar Aswad. Yang ada di
mulutku hanya satu doa, untukku, suamiku, anak-anakku, keluargaku dan semua
orang yang aku kenal, aku berdoa minta kekuatan iman. Air mataku berderai dalam
diam tanpa henti. Sepanjang tujuh putaran aku hanya berdoa minta kekuatan iman.
Selama tujuh putaran itu aku sampai di Hajar Aswad dan aku menciumnya. Di Maqam
Ibrahim a.s., aku berhenti untuk shalat dua rakaat setelah thawaf. Lalu aku
membaca surat al-Fatihah, seakan-akan aku belum pernah membacanya seumur
hidupku. Aku merasakan ada makna-makna yang merupakan pemberian dari Allah SWT dengan keagungan surat al-Fatihah. Aku menangis dan terguncang.
Saat thawaf aku merasa seakan-akan banyak malaikat di sekitar Ka'bah yang memandangku.
Aku merasakan keagungan Allah yang belum pernah aku rasakan selama hidupku.
Kemudian
aku melakukan shalat dua rakaat di Hijr Ismail, semua itu terjadi sebelum
fajar. Ayahku mendatangiku agar aku pergi ke tempat wanita untuk shalat fajar. Saat itu, aku telah berganti dan menjadi
manusia yang sama sekali lain. Beberapa orang wanita bertanya kepadaku, "Apakah kau akan
memakai hijab?" Aku menjawab, "Dengan izin Allah." Sampai-sampai
tekanan suaraku berubah, berubah sama sekali. Inilah yang terjadi padaku dan aku
telah kembali. Setelah itu, tidak pernah melepas hijabku. Aku berdoa kepada Allah
agar Dia memberiku husnul khatimah kepadaku, suamiku, keluargaku dan seluruh
kaum Muslimin."[2]
No comments:
Post a Comment