Saturday, May 17, 2014

Taubatnya Pemudi dari Dunia Model ke Buku-buku Ilmu dan Agama



Merusak wanita Islam dan mengeluarkannya dari agamanya adalah upaya musuh Islam yang paling serius lewat nama "pembebasan wanita". Hal itu karena wanita adalah sekolah tempat mendidik dan melahirkan generasi mendatang. Dengan rusaknya wanita, generasi mendatang juga akan rusak.
Pada tahun 1879, Jube, seorang freemasonry, berkata:
Mereka sangat yakin bahwa kita tidak akan mengalahkan agama kecuali saat kaum wanita ikut serta bersama kita dan mereka berjalan dalam barisan kita. Agar wanita berjalan dalam barisan mereka, mereka mulai merancang konspirasi dan rencana siang malam. Di antaranya menyibukkan wanita dengan urusan-urusan yang tidak bermanfaat. Seperti perhatian yang berlebihan pada pakaian, perhiasan dan mempercantik diri serta membanjiri pasar-pasar dengan majalah-majalah mode yang membawa kerusakan hasil kejeniusan Yahudi,[1] seperti pakaian telanjang dan model-model yang murah yang menafikan perintah Allah SWT pada kaum wanita untuk menjaga diri, menutup aurat dan menjaga kehormatan. Rasulullah Saw bersabda, "Siapa yang menyerupai satu kaum, maka dia termasuk golongan mereka."[2]
Sekarang kita baca penuturan seorang saudari kita tentang perjalanannya bersama dunia mode dan kecantikan yang palsu menuju dunia lain, dunia buku dan ilmu. Dia bertutur:
"Aku menjalani awal kehidupanku dalam kesesatan, kehampaan dan kelalaian. Begadang dalam maksiat, mengakhirkan shalat pada waktunya, tidur, pergi ke taman hiburan dan pasar. Meskipun begitu, aku tetap shalat dan berpuasa serta berusaha menjalankan perintah agama yang aku pelajari sejak aku kecil. Sampai-sampai –pada tingkat sekolah menengah– aku termasuk orang yang taat menjalankan agama bila dibandingkan dengan gadis-gadis seusiaku. Tetapi kecintaan wanita pada perhiasan, kecantikan dan ketenaran serta kecondongannya secara alami kepada itu semua adalah pintu masuk syaitan yang paling besar terhadapku.
Aku amat diuji dengan keelokan dan suka mengotak-atik model pakaian yang sebagian orang menganggapnya bukan maksiat. Tetapi aku katakan bahwa itu termasuk maksiat yang paling besar. Sepanjang waktu aku memikirkannya, saat makan, minum, tidur, bepergian, saat pelajaran sekolah sampai saat ujian sekalipun. Aku juga sangat ingin belajar dan memperoleh nilai yang tinggi di mana dulu aku termasuk ranking terdepan dalam jenjang itu.
Parahnya lagi, urusan-urusan yang tidak berguna telah menyibukkan pikiranku sampai pada saat aku shalat dan berhadapan dengan Allah SWT. Ketika aku selesai shalat, aku mulai merancang model yang aku pikirkan dalam shalatku untuk saudariku, demikian juga dia.
Aku ingat, satu kali aku menghadiri pesta perkawinan salah seorang kerabat. Aku membuat kagum semua gadis seusiaku dan mereka memuji caraku berpakaian yang menambah kesombonganku. Dan membuatku merasa menyesal dan sakit hati kenapa aku tidak memakai yang lebih baik agar orang yang memuji semakin banyak.
Mungkin kalian akan merasa aneh, tetapi semua itu karena teman-teman yang aku pilih dan aku termasuk gadis yang taat kalau dibandingkan dengan mereka.
Pada akhir jenjang SMA, Allah SWT memudahkan jalan hidayah kepadaku. Pada saat ujian, aku pergi ke mushalla sekolah untuk mengulang pelajaran bersama teman-temanku. Di sana aku melihat beberapa halaqah keilmuan, lalu aku dan teman-temanku duduk dan mendengarkan. Itu amat membekas dalam diriku yang membuatku mengambil jurusan Dirasat Islamiyah setelah aku lulus SMA.
Di kampus, aku berkenalan dengan teman-teman yang salehah. Dengan karunia Allah SWT dan keutamaan teman-temanku yang salehah itu serta majlis dzikir dan rintihan dalam doaku, Allah SWT membantuku untuk mengganti cinta dunia menjadi cinta ilmu. Sampai-sampai aku lupa makan dan minum kalau sedang belajar. Aku tidak membanggakan diri tetapi Allah SWT berfirman:
  
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan." (QS Adh-Dhuhâ [93]: 11).
Setelah mantap dalam beragama, aku merasa kebahagiaan menyelimuti hatiku. Aku berkata bahwa mustahil ada orang yang lebih sedikit ketaatannya dariku akan lebih bahagia dariku. Walaupun seisi dunia berada di depannya, kendati dia orang yang paling kaya.
Demikianlah, perjalananku dalam begadang dengan video dan kaset porno telah berakhir berganti dengan buku-buku akidah, hadits dan pembahasan fiqih.
Dari tidur biasa menuju tidur dengan petunjuk Nabi Saw. Manusia akan ditanya tentang waktunya, maka hendaknya dia menggunakan setiap detik yang dia miliki. Jika aku berada pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk belajar, lidahku tidak bosan berdzikir dan istighfar, Alhamdulillah.
Sebagai penutup, aku memohon kepada Allah SWT hidayah dan kemantapan untukku dan untuk semua kaum Muslimin dan Muslimat. Yang amat membantuku untuk konsisten –setelah taufiq dari Allah SWT adalah aku memberikan pelajaran di mushalla. Pun aku membaca tentang surga yang di dalamnya terdapat sesuatu yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan terlintas dalam hati manusia, dari pakaian, kecantikan, perhiasan, pasar-pasar dan ziarah antar-manusia yang semua itu paling aku sukai.
Setiap kali aku membeli pakaian, aku berkata, "Aku akan memakai yang lebih bagus di akhirat."
Ingatanku akan surga dan kenikmatannya menjadi salah satu sebab yang paling mendorongku untuk meninggalkan kelezatan dunia. Karena aku sangat ingin memperolehnya secara sempurna di akhirat dengan izin Allah SWT.
Dan salah satu sebab yang paling mendorongku untuk meninggalkan maksiat adalah aku ingat pada shirath (jembatan menuju ke surga) dan huru-hara hari kiamat dan pada amal perbuatan yang akan ditampakkan kepada Allah SWT di hadapan seluruh makhluk. Dan di sanalah terjadi pembukaan aib kita." [3]


[1]Rumah model yang terbesar adalah milik Yahudi, demikian juga rumah perhiasan. Yahudi mendapat keuntungan yang berlipat ganda dari rumah-rumah itu yang tidak diperoleh oleh industri lain dan mereka juga mendapat keuntungan dengan rusaknya masyarakat di luar Yahudi. Lihat,  Muhammad Qutb, Madzâhib Fikriyyah, catatan kaki, hlm. 150.
[2]HR Ahmad (2/50, 92), Abu Dawud (4031) dari Ibnu Umar.
[3]Al-'aaiduuna ila Allah (2/81-84).

No comments:

Post a Comment