Ilustrasi
kartu BPJS (JIBI/Solopos/Maulana Surya)
Tuti, 37 menunjukkan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan di ruang tunggu kantor Askes, Purwosari, Laweyan, Solo, Senin
(6/1). Selain peserta pengalihan dari Askes, Jamkesmas, TNI/PoIri dan
Jamsostek, masyarakat dapat mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan
yang beroperasi pada 1 Januari 2014.
Kepala Unit Manajemen
Pelayanan Kesehatan BPJS Karanganyar, dr M. Amirah dalam forum Kemitraan
BPJS Cabang Utama Surakarta di Podang Setda Karanganyar, Selasa
(17/6/2014), mengatakan jumlah peserta BPJS di Karanganyar terdaftar
389.520 jiwa atau sebesar 69,21%. Dengan rincian, peserta Penerima
Bantuan Iuran (PBI) 291.433 jiwa, non PBI 89.187 jiwa, Polri 2.355 jiwa
dan TNI 6.535 jiwa.
“Sistem pelayanan kesehatan berkesinambungan melalui sistem rujukan secara terstruktur dan berjenjang sesuai kebutuhan medis,” ujarnya.
Dia mengatakan melalui forum kemitraan ini menjadi pijakan untuk menata pengelolaan lebih baik. Di forum ini, dia menambahkan terdapat personel yang mewakili pegawai negeri sipil (PNS), masyarakat serta pensiunan dan veteran prajurit yang terdaftar dalam kepesertaan. “Setiap persoalan yang muncul di forum akan dilaporkan ke manajemen di tingkat pusat,” tuturnya.
Direktur RSUD Karanganyar, G. Maryadi meminta BPJS memberikan sosialisasi lebih intens kepada masyarakat terkait layanan kesehatan yang efektif diberlakukan per 1 Januari 2014 tersebut. Sosialisasi kepada masyarakat tentang BPJS, lanjutnya, juga perlu menginformasikan model pelayanan di RSUD bertipe C yang menerapkan sistem paket.
Dijelaskannya, model ini berbeda jika dibanding puskesmas bermodel kapitasi dengan pembayaran sesuai jumlah penduduk. “Kalau rumah sakit dibayar sesuai yang dikerjakan. Biaya ini antar rumah sakit berbeda satu sama lain. Misalnya, terdapat selisih untuk rawat inap di PKU Muhammadiyah dengan RSUD selisihnya tidak terlalu besar. Berbeda untuk rawat jalan yang ada selisih besar,” terangnya.
Selama ini, Martadi menuturkan banyak menemui persoalan kesalahan prosedur administrasi yang banyak dilakukan peserta BPJS dan Jamkesda. Ada beberapa kasus pasien peserta BPJS maupun Jamskesda datang tidak memberitahukan jika mereka terdaftar dalam kepesertaan tersebut.
Hal ini lantaran ada stigma buruk pada pasien maupun keluarga yang masih menganggap penanganannya akan dibedakan dengan pasien reguler jika menggunakan BPJS atau Jamkesda. Sikap ini akhirnya yang mendorong pasien mencurangi administrasi RSUD saat mendaftar.
“Pasien mau pulang dari rawat inap atau operasi baru menunjukkan bahwa mereka peserta BPJS. Padahal persepsi itu salah,” ujarnya.
Manajemen RSUD, lanjutnya, menjamin standar penanganan diberlakukan kepada pasien reguler maupun pasien terkaver jaminan kesehatan dengan tanpa membedakan satu sama lain. Bahkan dia menyebut manajemen RSUD akan lebih diuntungkan apabila menangani pasien BPJS karena klaim asuransi jelas. “Jadi jangan punya stigma bahwa pasien BPJS atau Jamkesmas dilayani asal-asalan. Semua sama,” tegasnya. (http://www.solopos.com)
“Sistem pelayanan kesehatan berkesinambungan melalui sistem rujukan secara terstruktur dan berjenjang sesuai kebutuhan medis,” ujarnya.
Dia mengatakan melalui forum kemitraan ini menjadi pijakan untuk menata pengelolaan lebih baik. Di forum ini, dia menambahkan terdapat personel yang mewakili pegawai negeri sipil (PNS), masyarakat serta pensiunan dan veteran prajurit yang terdaftar dalam kepesertaan. “Setiap persoalan yang muncul di forum akan dilaporkan ke manajemen di tingkat pusat,” tuturnya.
Direktur RSUD Karanganyar, G. Maryadi meminta BPJS memberikan sosialisasi lebih intens kepada masyarakat terkait layanan kesehatan yang efektif diberlakukan per 1 Januari 2014 tersebut. Sosialisasi kepada masyarakat tentang BPJS, lanjutnya, juga perlu menginformasikan model pelayanan di RSUD bertipe C yang menerapkan sistem paket.
Dijelaskannya, model ini berbeda jika dibanding puskesmas bermodel kapitasi dengan pembayaran sesuai jumlah penduduk. “Kalau rumah sakit dibayar sesuai yang dikerjakan. Biaya ini antar rumah sakit berbeda satu sama lain. Misalnya, terdapat selisih untuk rawat inap di PKU Muhammadiyah dengan RSUD selisihnya tidak terlalu besar. Berbeda untuk rawat jalan yang ada selisih besar,” terangnya.
Selama ini, Martadi menuturkan banyak menemui persoalan kesalahan prosedur administrasi yang banyak dilakukan peserta BPJS dan Jamkesda. Ada beberapa kasus pasien peserta BPJS maupun Jamskesda datang tidak memberitahukan jika mereka terdaftar dalam kepesertaan tersebut.
Hal ini lantaran ada stigma buruk pada pasien maupun keluarga yang masih menganggap penanganannya akan dibedakan dengan pasien reguler jika menggunakan BPJS atau Jamkesda. Sikap ini akhirnya yang mendorong pasien mencurangi administrasi RSUD saat mendaftar.
“Pasien mau pulang dari rawat inap atau operasi baru menunjukkan bahwa mereka peserta BPJS. Padahal persepsi itu salah,” ujarnya.
Manajemen RSUD, lanjutnya, menjamin standar penanganan diberlakukan kepada pasien reguler maupun pasien terkaver jaminan kesehatan dengan tanpa membedakan satu sama lain. Bahkan dia menyebut manajemen RSUD akan lebih diuntungkan apabila menangani pasien BPJS karena klaim asuransi jelas. “Jadi jangan punya stigma bahwa pasien BPJS atau Jamkesmas dilayani asal-asalan. Semua sama,” tegasnya. (http://www.solopos.com)
No comments:
Post a Comment