Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengantongi nama-nama calon legislator inkumben yang memiliki transaksi keuangan mencurigakan dan kembali terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. "Nama-nama orangnya sudah jelas," kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso di Hotel Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, akhir pekan lalu.
Namun ia mengatakan tak bisa menyebutkan nama-nama mereka. Alasannya, data PPATK merupakan data intelijen. "Kalau saya yang bicara, nanti mengagetkan," katanya. "Sudah ada datanya tapi kami tak bisa sebutkan."
Yang jelas, ia melanjutkan, ada banyak nama calon legislator inkumben yang diduga memiliki transaksi keuangan mencurigakan itu. Bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, PPATK dalam minggu-minggu ini masih melakukan klarifikasi atas data-data itu. Data nama-nama calon legislator itu kini sudah ada di tangan KPK. "KPK mesti memverifikasi, tunggu di KPK," katanya.
Pada pemilu tahun ini, kata dia, PPATK menambahkan sejumlah alat untuk mengungkap kejahatan keuangan. Di antaranya penerapan Sistem Informasi Pengguna Jasa Terpadu (Sipesat) yang mulai dijalankan pada Mei lalu, serta pelaporan transaksi keuangan dari dan ke luar negeri yang berlaku pada Maret lalu.
Dalam sistem-sistem itu, transaksi keuangan di atas Rp 500 juta, baik dilakukan melalui tarik maupun setor tunai, wajib dilaporkan ke PPATK. Adapun transfer keuangan dari dan ke luar negeri, berapa pun jumlah nominalnya, wajib dilaporkan ke PPATK. "Kami juga kerja sama dengan Bea-Cukai, bawa uang tunai di atas Rp 100 juta juga dilaporkan," katanya.
Laporan transaksi keuangan kepada PPATK, kata dia, tak hanya datang dari perbankan. Namun juga 17 penyedia jasa keuangan lain. Misalnya asuransi, broker saham, wali amanat, bursa efek, leasing company, pegadaian, hingga koperasi simpan-pinjam. Laporan itu juga datang dari penyedia barang dan jasa, seperti developer, dealer kendaraan, dan balai lelang.
Pengawasan yang lebih ketat terhadap transaksi keuangan itu diterapkan berdasarkan kajian PPATK pada dua pemilu sebelumnya, yakni pada 2004 dan 2009, serta pemilu kepala daerah. Hasilnya, penelitian itu mendapati transaksi keuangan mencurigakan selalu meningkat sebesar 125 persen sejak dua tahun sebelum pemilu digelar.
Dalam kajian itu, ia mengatakan, grafik dugaan traksaksi mencurigakan oleh calon legislator memperlihatkan garis yang terus naik. Artinya, kalau seorang calon legislator melakukan penyimpangan uang negara untuk pemilihan, maka penyimpangan itu akan terus terjadi, bahkan setelah ia terpilih. Modus-modus penyimpangan keuangan negara biasa dilakukan melalui penggunaan uang bantuan sosial, pendidikan, serta hibah. "Dari Sabang sampai Merauke, tipologinya seperti itu," katanya.
Ia mengatakan seseorang yang menyelewengkan keuangan negara pasti diperiksa KPK. PPATK dan KPK, ia melanjutkan, tak tebang pilih dalam menjerat koruptor. Membongkar kejahatan korupsi membutuhkan waktu yang panjang. Dalam memproses perkara korupsi, PPATK dan KPK mendahulukan berkas yang lengkap terlebih dulu. (www.tempo.co)
No comments:
Post a Comment