Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan, jumlah Penerima
Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami perubahan, yakni
terjadi pengurangan PBI yang awalnya berjumlah 86,4 juta menjadi 80,2 juta.
Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial
Kementerian Sosial (Kemensos) Harry Hikmat, mengatakan, pengurangan jumlah PBI
tersebut terjadi setelah Kemensos melakukan penelusuran data PBI yang berjumlah 86,4 juta. Data PBI terakhir
tersebut diperoleh dari hasil sensus penduduk tahun 2011 terhadap rakyat miskin
di Indonesia.
Hasil penelusuran yang dilakukan per 6 bulan sekali tersebut
dan akan di tetapkan satu bulan kemudian, Kemensos menemukan sebanyak 8 juta
PBI yang tidak memenuhi persyaratan seperti alamat yang tidak jelas karena
berimigrasi, meninggal dunia, melahirkan dan lainnya.
Kemudian, diluar temuan 8 juta PBI dari 86,4 juta tersebut,
Kemensos juga menemukan 1,8 juta rakyat yang tidak mampu yang belum terdata
masuk sebagai peserta PBI. "Kalau di total peserta PBI per Juli mendatang
yang harus ditetapkan oleh Menteri Sosial adalah sebanyak 80,2 juta PBI.
Artinya ada pengurangan 6,2 juta PBI dari 86,4 juta yang merupakan itu data
sensus 2011 yang datanya sekarang sudah berubah," kata Harry saat
dihubungi Harian Terbit, Jumat (20/6).
Dia melanjutkan, sebelum peserta PBI ditetapkan pada awal
tahun ini bersamaan dengan diberlakukannya program JKN BPJS Kesehatan, pihaknya
sudah mengajukan kepada DPR dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar Badan
Pusat Statistik (BPS) melakukan sensus penduduk terhadap rakyat miskin di
Indonesia dengan total anggaran Rp700 milliar.
Namun, hal itu ditolak oleh DPR dan Kemenkeu. "Padahal
angka kemiskinan bertambah terus dan perubahannya ini dinamis. Ini PBI dan
rakyat miskin datanya kita update
terus," ujarnya. Dia menuturkan, dalam Program Keluarga Harapan (PKH) yang
dijalankan pihaknya, terhadap 10 juta rakyat miskin yang layak juga dimasukkan
sebagai PBI. "Ini (10 juta PKH) orang sangat miskin, harus dimasukkan
sebagai peserta PBI," tegasnya.
Dia menambahkan, apabila sampai akhir tahun ini jumlah
peserta PBI JKN yang berkurang 6,2 juta dari jumlah awalnya sebanyak 86,4 juta
peserta atau peserta PBI tidak ditambahkan, maka jumlah anggaran PBI sebesar
Rp19,9 triliun harus dikembalikan ke kas negara. "Kalau sampai desember
tidak tergantikan, di kembalikan anggaran PBI sebesar Rp.19,9 trilliun. Artinya
itu tidak terserap," pungkasnya.
Tak Masuk Akal
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Advokasi BPJS Watch,
Timboel Siregar menilai pengurangan jumlah peserta PBI JKN sebanyak 6,2 juta
yang akan ditetapkan pada bulan juli mendatang, tidak masuk akal dan patut
dipertanyakan. Dia mengatakan, penetapan angka 80.2 juta jiwa tersebut sangat
kental diintervensi oleh politik anggaran di APBN yang saat ini sedang dihantui
oleh defisit anggaran.
Sehingga, angka 80,2 juta tersebut tidak mencerminkan
realita jumlah orang miskin saat ini. "Bahwa dengan inflasi yang cukup
tinggi tahun lalu serta potensi inflasi yang tinggi tahun ini yang menyebabkan
penurunan daya beli rakyat. Saya yakin angka kemiskinan menunjukkan kenaikan
bukan penurunan," kata Timboel.
Dia mengungkapkan, BPS di tahun 2011 menyatakan angka orang
miskin sebesar 96,7 juta. "Penurunan peserta PBI ini dipaksakan akibat
keputusan pemerintah dan DPR pada pembahasan APBN-Perubahan yang memang
memaksakan menurunkan anggaran beberapa kementerian termasuk kementerian
kesehatan yang mengalami penurunan sekitar Rp5 triliunan," ungkapnya.
Dia menjelaskan, dalam PP 101/2012 tentang PBI sangat jelas
dinyatakan bahwa pembaharuan angka PBI dilakukan selama 6 bulan. Faktanya saat
ini belum 6 bulan tetapi kenapa angka 80,2 juta sudah keluar. "Kami
mempertanyakan metode perhitungannya yang tidak sesuai waktu yang ditentukan
oleh PP 101/2012. Ini sangat tidak obyektif," ujarnya.
Dia melanjutkan, proses pembaruan peserta PBI harus diproses
dari bawah dengan melibatkan data dari RT/RW lalu ke kelurahan dan seterusnya
sampai ke Kemensos. Namun, sosialisasi untuk orang miskin agar bisa menjadi
peserta PBI tidak dilakukan. "Sehingga orang miskin tidak tahu cara
mendaftarnya," sesalnya.
Dia menambahkan, faktanya ada 1.7 juta jiwa rakyat yang
menjadi gelandangan, anak panti asuhan, dan warga binaan di lapas hingga saat
ini tidak tercover oleh PBI yang seharusnya kelompok ini wajib menjadi peserta
PBI. "Kami mempertanyakan kemauan baik pemerintah SBY untuk menjalankan
jaminan sosial seperti yang diatur di UU 40/2004 dan UU 24/2011 dengan baik
serta kemauan SBY untuk melayani jaminan kesehatan orang miskin
Indonesia," katanya.
"Seharusnya justru pemerintah SBY menaikkan jumlah
peserta PBI menjadi 96.7 juta seperti yang dinyatakan oleh TNP2K dan BPS,"
imbuhnya.
(www.harianterbit.com)
No comments:
Post a Comment