Dokumen
Indonesian Hospital and Clinic Watch (INHOTCH), mengungkapkan, masih banyak penyalahgunaan dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes). Meskipun, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.32/2014 tentang Kapitasi Dana JKN/BPJS Kesehatan.
"Faktanya, dana kapitasi JKN BPJS Kesehatan untuk Puskesmas tetap dipotong oleh Dinkes di masing-masing kabupaten/kota," ungkap Direktur Eksekutif INHOTCH, dr. Fikri Suadu kepada Harian Terbit, Minggu (20/7).
Dia melanjutkan, fenomena ini terjadi di banyak Kabupaten/Kota se-Indonesia. Dimana, pemotongan yang dilakukan Dinkes pun bervariasi, mulai dari 8 persen hingga 20 persen atau dana kapitasi untuk fasilitas pelayanan primer (Puskesmas), pemotong mencapai Rp150 juta bahkan lebih. "Implikasinya, jasa medik yang seharusnya dibayarkan untuk tenaga medis dan perawat di Puskesmas, hingga saat ini banyak yang belum terbayarkan," ujarnya.
Saat ini pihaknya terima banyak laporan disertai data terkait 'ulah nakal' Dinkes se-Indonesia yang per kabupaten/kota Dinkes bisa meraup ratusan juta rupiah. Modusnya pun bervariasi, dari intervensi sampai pemaksaan ke masing-masing kepala puskesmas yang dilakukan oleh oknum kepala dinas kesehatan. Dia juga mengaku, memegang beberapa bukti dokumen pemotongan dana JKN BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh Dinkes di daerah.
Padahal, sikap Dinkes tersebut jelas merupakan korupsi karena bertentangan dengan Perpres No.32/2014. "Kasian para dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berjibaku di Puskesmas. Hak mereka dirampas oleh institusi mereka sendiri," sesalnya.
Dia menuturkan, fenomena ini sudah terjadi sejak Februari 2014 bahwa para tenaga media belum terima jerih payah keringat kerja mereka berupa jasa medik. Organisasi profesi harus ambil sikap untuk membela hak anggota mereka yang di amputasi Dinkes. Begitu juga Kementrian Kesehatan (Kemenkes) harus lakukan audit investigasi atau verifikasi faktual ke seluruh Puskesmas se-Indonesia dan memantaunya secara ketat.
Sementara itu, untuk BPJS Kesehatan, sebutnya, seharusnya BPJS sebagai badan penyenggara JKN bisa lebih proaktif melakukan pengawasan sampai ke teteran pelaksanaan teknis dengan tujuannya agar uang negara JKN betul-betul tepat sasaran. "BPJS Kesehatan harus ambil tindakan serta harus lakukan evaluasi kinerja jajarannya. Kalau perlu diganti dengan yang lain," tegas kembali.
Dia menilai, dana JKN menjadi bancakan Dinkes murni pidana. Akibatnya, masyarakat menjadi korban, tenaga medis dicaci maki, puskesmas jadi sasaran kemarahan, namun Dinkes lepas tangan. Hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan terhadap implementasi JKN BPJS Kesehatan. "Dana JKN BPJS Kesehatan banyak dijadikan bancakan, namun BPJS Kesehatan justru sebut keberhasilan. Ini tragis," sesalnya kembali.
Dia menambahkan, banyaknya masalah pelaksanaan JKN menandakan bahwa sektor pelayanan BPJS Kesehatan melakukan pembiaran pada tataran implementatif. Tidak ada monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas dan transparansi penggunaan dana kapitasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan primer. "Padahal disektor layanan kesehatan primer inilah potensi penyalahgunaan kewenangan sangat banyak terjadi," katanya.
Dia pun meminta, semua pihak mengawasi penyaluran dana kapitasi JKN. Sebab, masyarakat sangat membutuhkan dana tersebut agar kesehatan masyarakat terjamin. "Selamatkan sektor pembangunan kesehatan Indonesia dari bancakan para mafia kesehatan," himbaunya. (www.harianterbit.com)
"Faktanya, dana kapitasi JKN BPJS Kesehatan untuk Puskesmas tetap dipotong oleh Dinkes di masing-masing kabupaten/kota," ungkap Direktur Eksekutif INHOTCH, dr. Fikri Suadu kepada Harian Terbit, Minggu (20/7).
Dia melanjutkan, fenomena ini terjadi di banyak Kabupaten/Kota se-Indonesia. Dimana, pemotongan yang dilakukan Dinkes pun bervariasi, mulai dari 8 persen hingga 20 persen atau dana kapitasi untuk fasilitas pelayanan primer (Puskesmas), pemotong mencapai Rp150 juta bahkan lebih. "Implikasinya, jasa medik yang seharusnya dibayarkan untuk tenaga medis dan perawat di Puskesmas, hingga saat ini banyak yang belum terbayarkan," ujarnya.
Saat ini pihaknya terima banyak laporan disertai data terkait 'ulah nakal' Dinkes se-Indonesia yang per kabupaten/kota Dinkes bisa meraup ratusan juta rupiah. Modusnya pun bervariasi, dari intervensi sampai pemaksaan ke masing-masing kepala puskesmas yang dilakukan oleh oknum kepala dinas kesehatan. Dia juga mengaku, memegang beberapa bukti dokumen pemotongan dana JKN BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh Dinkes di daerah.
Padahal, sikap Dinkes tersebut jelas merupakan korupsi karena bertentangan dengan Perpres No.32/2014. "Kasian para dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berjibaku di Puskesmas. Hak mereka dirampas oleh institusi mereka sendiri," sesalnya.
Dia menuturkan, fenomena ini sudah terjadi sejak Februari 2014 bahwa para tenaga media belum terima jerih payah keringat kerja mereka berupa jasa medik. Organisasi profesi harus ambil sikap untuk membela hak anggota mereka yang di amputasi Dinkes. Begitu juga Kementrian Kesehatan (Kemenkes) harus lakukan audit investigasi atau verifikasi faktual ke seluruh Puskesmas se-Indonesia dan memantaunya secara ketat.
Sementara itu, untuk BPJS Kesehatan, sebutnya, seharusnya BPJS sebagai badan penyenggara JKN bisa lebih proaktif melakukan pengawasan sampai ke teteran pelaksanaan teknis dengan tujuannya agar uang negara JKN betul-betul tepat sasaran. "BPJS Kesehatan harus ambil tindakan serta harus lakukan evaluasi kinerja jajarannya. Kalau perlu diganti dengan yang lain," tegas kembali.
Dia menilai, dana JKN menjadi bancakan Dinkes murni pidana. Akibatnya, masyarakat menjadi korban, tenaga medis dicaci maki, puskesmas jadi sasaran kemarahan, namun Dinkes lepas tangan. Hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan terhadap implementasi JKN BPJS Kesehatan. "Dana JKN BPJS Kesehatan banyak dijadikan bancakan, namun BPJS Kesehatan justru sebut keberhasilan. Ini tragis," sesalnya kembali.
Dia menambahkan, banyaknya masalah pelaksanaan JKN menandakan bahwa sektor pelayanan BPJS Kesehatan melakukan pembiaran pada tataran implementatif. Tidak ada monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas dan transparansi penggunaan dana kapitasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan primer. "Padahal disektor layanan kesehatan primer inilah potensi penyalahgunaan kewenangan sangat banyak terjadi," katanya.
Dia pun meminta, semua pihak mengawasi penyaluran dana kapitasi JKN. Sebab, masyarakat sangat membutuhkan dana tersebut agar kesehatan masyarakat terjamin. "Selamatkan sektor pembangunan kesehatan Indonesia dari bancakan para mafia kesehatan," himbaunya. (www.harianterbit.com)
No comments:
Post a Comment