Minat rumah sakit swasta untuk bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan terhitung rendah. Berdasarkan hasil evaluasi semester I pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tahun ini, baru sekitar 586 RS swasta yang mengikat kerja sama dengan BPJS.
Padahal potensi RS swasta untuk bergabung bisa mencapai lebih dari 2.000-an RS. “Kalau RS swasta mau bergabung semua, tidak perlu lagi antrean pasien BPJS yang mengular di RS pemerintah,” sebut Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Husni Situmorang, di Jakarta, Jumat (15/8/2014).
Menurut Chazali, mayoritas RS yang belum bersedia bergabung adalah RS yang berorientasi komersial dengan bentuk perseroan terbatas. (PT). Mereka tidak mau bergabung lantaran diakui sendiri oleh Chazali bahwa nilai paket Indonesia Case Based Groups (Ina-CBGs) yang dipakai dalam sebagai sistem pembayaran pada RS yang melayani peserta JKN terlalu rendah.
“RS seperti Siloam, MMC, Pondok Indah tentu ragu untuk ikut JKN karena keuntungannya sangat tipis,” beber dia. Tetapi RS yang berbentuk yayasan yang memiliki misi sosial, seperti RS milik yayasan keagamaan, hampir semuanya sudah mau bergabung dengan BPJS.
Agar RS swasta mau bergabung melayani JKN, pemerintah bakal melakukan sejumlah kebijakan baru. Diantaranya adalah dengan melakukan revisi Permenkes No 69/2013 tentang Standar Tarif Kesehatan. Pasalnya sejumlah kelompok jenis layanan dinilai terlalu rendah nilai pembayarannya sehingga dapat membuat RS swasta mengalami kerugian jika melayani peserta BPJS.
Ke depan, setidaknya ada 39 kelompok pembayaran penyakit dalam Ina-CBGs yang akan direvisi nilai pertanggungannya. Item CBGs yang akan direvisi diantaranya bedah otthopedi, bedah saraf, rawat jalan dengan pemeriksaan penunjang, prosedur, kasus kronik dan khemoterapi, selanjutnya pemeriksaan denganpetscan, dan pelayanan mata.
Upaya lain yang dilakukan adalah dengan meningkatkan jumlah iur premi kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari sebelumnya Rp19.225 per orang/bulan, menjadi Rp25.500. Artinya iur premi PBI disamakan dengan iur premi peserta mandiri kelas III. PBI sendiri merupakan kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin dengan jumlah 86,4 juta orang, yang iur preminya dibayari pemerintah.
Pada kesempatan serupa, Direktur Hukum, Komunikasi, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Purnawarman Basundoro membenarkan bahwa tarif Ina-CBGs tidak menarik minat RS swasta lantaran nilainya terlalu rendah. Selain berharap ada perubahan kebijakan dari pemerintah, sosialisasi pada RS swasta dengan melibatkan Persi, perlu lebih digalakan lagi. (news.metrotvnews.com)
Padahal potensi RS swasta untuk bergabung bisa mencapai lebih dari 2.000-an RS. “Kalau RS swasta mau bergabung semua, tidak perlu lagi antrean pasien BPJS yang mengular di RS pemerintah,” sebut Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Husni Situmorang, di Jakarta, Jumat (15/8/2014).
Menurut Chazali, mayoritas RS yang belum bersedia bergabung adalah RS yang berorientasi komersial dengan bentuk perseroan terbatas. (PT). Mereka tidak mau bergabung lantaran diakui sendiri oleh Chazali bahwa nilai paket Indonesia Case Based Groups (Ina-CBGs) yang dipakai dalam sebagai sistem pembayaran pada RS yang melayani peserta JKN terlalu rendah.
“RS seperti Siloam, MMC, Pondok Indah tentu ragu untuk ikut JKN karena keuntungannya sangat tipis,” beber dia. Tetapi RS yang berbentuk yayasan yang memiliki misi sosial, seperti RS milik yayasan keagamaan, hampir semuanya sudah mau bergabung dengan BPJS.
Agar RS swasta mau bergabung melayani JKN, pemerintah bakal melakukan sejumlah kebijakan baru. Diantaranya adalah dengan melakukan revisi Permenkes No 69/2013 tentang Standar Tarif Kesehatan. Pasalnya sejumlah kelompok jenis layanan dinilai terlalu rendah nilai pembayarannya sehingga dapat membuat RS swasta mengalami kerugian jika melayani peserta BPJS.
Ke depan, setidaknya ada 39 kelompok pembayaran penyakit dalam Ina-CBGs yang akan direvisi nilai pertanggungannya. Item CBGs yang akan direvisi diantaranya bedah otthopedi, bedah saraf, rawat jalan dengan pemeriksaan penunjang, prosedur, kasus kronik dan khemoterapi, selanjutnya pemeriksaan denganpetscan, dan pelayanan mata.
Upaya lain yang dilakukan adalah dengan meningkatkan jumlah iur premi kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari sebelumnya Rp19.225 per orang/bulan, menjadi Rp25.500. Artinya iur premi PBI disamakan dengan iur premi peserta mandiri kelas III. PBI sendiri merupakan kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin dengan jumlah 86,4 juta orang, yang iur preminya dibayari pemerintah.
Pada kesempatan serupa, Direktur Hukum, Komunikasi, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Purnawarman Basundoro membenarkan bahwa tarif Ina-CBGs tidak menarik minat RS swasta lantaran nilainya terlalu rendah. Selain berharap ada perubahan kebijakan dari pemerintah, sosialisasi pada RS swasta dengan melibatkan Persi, perlu lebih digalakan lagi. (news.metrotvnews.com)
No comments:
Post a Comment