PT Taspen (Persero) kembali
menegaskan menolak untuk bergabung dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Pasalnya, tidak ada perintah dalam
Undang-Undang untuk melebur atau begabung dengan BPJS Ketenagakerjaan.
"Dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 pasal 57 menyebutkan, Taspen dan
Asabri tetap beroperasi dan dapat menerima peserta baru. Pasal 64, BPJS
Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan hari
tua, jaminan pensiun, dan kematian mulai 1 Juli 2015, selain peserta
program yang dikelola oleh Taspen dan Asabri," kata Dirut PT Taspen
(Persero) Iqbal Latanro, di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Iqbal mengatakan, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara disebutkan perlunya badan hukum yang mengelola dana milik
pegawai negeri sipil.
"Bentuknya mungkin seperti BPJS atau badan," katanya seraya
menambahkan ini memberi arti bahwa bahaya sekali jika dana pekerja
swasta digabung dengan dana pegawai negeri.
Sebelumnya, Iqbal pernah mengatakan, pihaknya telah melakukan kajian
terhadap pengelolaan program yang dijalaninya dengan program yang ada di
BPJS Ketenagakerjaan. Hasilnya, harus ada pengelolaan terpisah antara
program untuk pegawai swasta dengan aparatur negara. Toh, karakteristik
keduanya juga berbeda.
“Jadi, kajian kami, Taspen tidak harus satu badan dengan BPJS
Ketenagakerjaan. Kan bisa empat pintu BPJS, yakni ketenagakerjaan,
kesehatan, aparatur negara dan TNI/Polri. Kami sudah sampaikan kajian
ini ke pemegang saham dan sedang minta advokasi,” ujarnya.
Direktur Perencanaan dan Teknologi Informasi Taspen Faisal Rahman
menambahkan, sebaiknya BPJS Ketenagakerjaan tidak membidik PT Taspen
(Persero) dan PT Asabri (Persero) untuk menambah kepesertaannya.
Pasalnya, saat ini jumlah pekerja formal yang belum menjadi peserta
BPJS Ketenagakerjaan ada sekitar 45 juta sampai 60 juta orang. "Kalau
membidik Taspen, ibaratnya berburu di kebun binatang. Sekarang kan
kepesertaannya baru sekitar 13 juta," ujarnya.
Saat ini Taspen memiliki 6,9 juta peserta terdiri dari 4,5 peserta
aktif dan 2,4 juta pensiunan yang tersebar di seluruh Indonesia. Taspen
sepanjang 2014 mencatat pertumbuhan laba hingga 161,5 persen atau Rp
3,46 triliun pada 2014.
Pertumbuhan laba ini sebagian besar dipengaruhi dampak perpanjangan
batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari 56 menjadi 58 tahun.
Perpanjangan batas usia pensiun itu telah mengurangi pembayaran klaim
dan meningkatnya dana di perusahaan untuk beban cadangan. "Kebijakan itu
berdampak pada penurunan pengeluaran kami," ujar Iqbal.
Laba Taspen terdongkrak 161,5 persen dibanding 2013 yang sebesar Rp
1,32 triliun. Kenaikan laba itu, dipengaruhi penurunan beban klaim
Taspen di akhir 2014 sebesar 20,11 persen menjadi hanya Rp 4,33 triliun
dari posisi di 2013 sebesar Rp 5,42 triliun.
Dengan aset investasi sebesar Rp 124,2 trilun itu, ditambah aset non
investasi Rp 37,04 triliun, total aset Taspen tumbuh 18,7 persen menjadi
Rp 161,3 triliun dari 2013 sebesar Rp 135,9 triliun.
Adapun iuran program Tabungan Hari Tua (THT) dan Pensiun tumbuh 6,9
persen menjadi Rp 14,66 triliun. Sementara ekuitas tumbuh 40,15 persen
menjadi Rp 14,12 triliun di 2014. (http://www.pikiran-rakyat.com)
No comments:
Post a Comment