Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menepis tudingan bahwa saat ini lembaganya mengalami kebangkrutan akibat tingginya pembayaran klaim dibandingkan pembayaran iuran.
"Saya ingin menipis tanggapan bahwa BPJS bangkrut, itu salah sama sekali. Itu jika ada missmatch (ketidakcocokan),
negara akan hadir dengan bisa berikan dana tambahan, suntikan modal
sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 87," ungkap Direktur Pelayanan BPJS
Kesehatan Fajriadinur, di Jakarta, Sabtu (21/3/2015).
Menurut Fajriadinur, saat ini BPJS Kesehatan memang mengalami ketidakcocokan hasil realisasi anggaran yang diaudit pada 2014. Namun, hal tersebut bukan defisit anggaran.
"Bukan defisit, itu saya bilang missmatch, kalau defisit itu artinya itu tidak tahu dari awal bahwa akan terjadi pengeluaran pada tahun pertama akan lebih tinggi dibandingkan pembayaran iuran. Tentunya di situ ada payung hukumnya di PP Nomor 87," imbuhnya.
Ia mengakui, perbedaan ini dikarenakan pada awal tahun pertama pihak BPJS Kesehatan tidak menyangka akan ada banyak sekali animo masyarakat yang mendaftar sebagai peserta mandiri untuk mengikuti program ini.
"Kan kita sudah hitung sekian, untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sudah dihitung. Namun, peserta ini yang melonjak tinggi. Jadi, ada missmatch," paparnya.
Guna menyelesaikan masalah ini, BPJS Kesehatan melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan kenaikan iuran PBI untuk tahun anggaran 2016. Namun besarannya masih disosialisasikan dengan pihak terkait.
Sekadar informasi, total premi yang belum diaudit hingga Desember 2014 tercatat Rp41,06 triliun, sementara biaya manfaat (klaim) sebesar Rp42,6 triliun. Sehingga, ada missmatch (ketidakcocokan), rasio klaim sampai 103,88 persen pada 2014.
Menurut Fajriadinur, saat ini BPJS Kesehatan memang mengalami ketidakcocokan hasil realisasi anggaran yang diaudit pada 2014. Namun, hal tersebut bukan defisit anggaran.
"Bukan defisit, itu saya bilang missmatch, kalau defisit itu artinya itu tidak tahu dari awal bahwa akan terjadi pengeluaran pada tahun pertama akan lebih tinggi dibandingkan pembayaran iuran. Tentunya di situ ada payung hukumnya di PP Nomor 87," imbuhnya.
Ia mengakui, perbedaan ini dikarenakan pada awal tahun pertama pihak BPJS Kesehatan tidak menyangka akan ada banyak sekali animo masyarakat yang mendaftar sebagai peserta mandiri untuk mengikuti program ini.
"Kan kita sudah hitung sekian, untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sudah dihitung. Namun, peserta ini yang melonjak tinggi. Jadi, ada missmatch," paparnya.
Guna menyelesaikan masalah ini, BPJS Kesehatan melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan kenaikan iuran PBI untuk tahun anggaran 2016. Namun besarannya masih disosialisasikan dengan pihak terkait.
Sekadar informasi, total premi yang belum diaudit hingga Desember 2014 tercatat Rp41,06 triliun, sementara biaya manfaat (klaim) sebesar Rp42,6 triliun. Sehingga, ada missmatch (ketidakcocokan), rasio klaim sampai 103,88 persen pada 2014.
No comments:
Post a Comment