Dirut PT Jamsostek Elvyn G. Masassya. TEMPO/Aditia Noviansyah
Sebelumnya tiga jaminan telah berjalan. Khusus jaminan baru yakni pensiun, sampai sekarang masih belum bisa dipastikan. "Kabar kurang baiknya, jaminan pensiun belum final (besaran) iurannya dari berbagai pihak," katanya di Bandung, Jumat, 8 Mei 2015. Berbagai pihak yang membahas jaminan pensiun itu seperti Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Keuangan, BPJS Naker, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Menurut Elvyn, masih ada sekali putaran rapat lagi dengan pemerintah, "Akhir bulan ini diputuskan." Ajuan dari BPJS Naker soal iuran jaminan pensiun, yakni 8 persen dari besaran upah per bulan, baik yang berjumlah tetap maupun tidak. Sebesar 5 persen dibayarkan pihak pemberi kerja, 3 persen sisanya dibayar pekerja.
Misalnya pekerja berusia 30 tahun dengan upah Rp 2 juta, iuran totalnya Rp 160 ribu per bulan. Sebesar Rp 100 ribu dibayarkan perusahaan, adapun pekerja membayar Rp 60 ribu. Iuran bulanan itu akan dihitung hingga usia 55 tahun, karena usia 56 tahun sudah masuk pensiun.
Akumulasi iuran selama 25 tahun tersebut, sebesar 70 persen menjadi dana jaminan pensiun yang akan diterima peserta. Untuk pensiunan cacat diberikan utuh 100 persen. Manfaat iuran itu hanya akan diberikan ke pekerja yang telah rutin membayar bulanan minimal selama 15 tahun atau 180 bulan. Adapun jika kepesertaan jaminan pensiun tersebut kurang dari 15 tahun, pembayaran dihitung berdasarkan akumulasi iuran bulanan ditambah bunga simpanan.
Dari informasi yang dihimpun, beberapa pihak seperti pengusaha dan pegawai negeri, masih kurang sepakat dengan angka 8 persen tersebut. Pengusaha konon menilainya sebagai beban. Rencananya, sesuai Undang-undang, jaminan pensiun BPJS Naker untuk pegawai negeri, TNI, dan Polri mulai berlaku 2029.
Adapun perusahaan yang diwajibkan ikut, target prioritasnya ke perusahaan skala besar dan menengah. "Itu dilihat dari omzet dan asetnya, nilainya masih dibahas sekarang ini," kata Elvyn. (www.tempo.co)
No comments:
Post a Comment