Tuesday, January 21, 2014

Perempuan Itu Lupa Dirinya Sendiri!

            Pada suatu hari Abdullah bin Zubair[1] mengirimkan uang sekitar 100.000 dirham kepada bibinya, Aisyah. Aisyah mengambil mangkok dan meletakkan uang itu di sana. Lalu dia membagi-bagikan uang tersebut kepada fakir miskin. Saat hari sudah mulai sore, dia baru tersadar bahwa ternyata uang itu telah habis tak tersisa. Akibatnya, ketika Aisyah meminta agar dihidangkan makanan, si perempuan pelayannya hanya membawa sepotong roti dan minyak zaitun.
            Ummu Dzarrah, salah satu pelayan Aisyah, bercerita, "Wahai ibu kaum mukmin, tidakkah engkau sisakan satu dirham saja dari uang yang engkau bagi-bagikan hari ini?" Aisyah menjawab, "Jangan mencoba membuatku menyesal wahai Ummu Dzarrah. Seandainya kamu ingatkan saya ketika itu pasti akan saya sisakan."
            Sahabat Urwah yang menyaksikan kejadian itu mengatakan, "Saya melihat Aisyah membagi-bagikan 70.000 dirham sementara lengan bajunya sendiri ditambal."[2]       

Aisyah dan Keponakannya
            Pada suatu hari Aisyah diberitahu seorang sahabat bahwa Abdullah bin Zubair (keponakannya) menyinggung mengenai jual-beli yang dilakukan bibinya, Aisyah (atau pemberian dari Aisyah).[3] Dia berkata, "Demi Allah, bibiku (Aisyah) harus menghentikannya atau saya akan acuh tak acuh kepadanya."
Lantas Siti Aisyah menanyakan kebenarannya pada si pemberi kabar, "Benarkah dia mengatakannya seperti itu."
Si pemberi kabar itu memastikan, "Ya.”
Aisyah kemudian bernazar, "Demi Allah, saya bernazar untuk tidak bicara kepada Ibnu Zubair hingga ajal menjemput di antara kami."
            Selang beberapa waktu, Ibnu Zubair mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Dia meminta bantuan mediasi beberapa orang untuk meminta maaf kepada bibinya. Tetapi permintaan maafnya tidak diterima, dan Aisyah masih belum mau berbicara kepada keponakannya ini, "Tidak, saya tidak bisa memaafkannya dan tak akan mengubah nazarku."
            Abdullah bin Umar kemudian berinisiatif meminta bantuan al-Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin Al-Aswad bin Abdi Yaghus—keduanya dari klan Bani Zuhrah.[4] "Atas nama Allah, saya minta tolong kepada kalian berdua agar memintakan maaf kepada bibi buatku. Sesungguhnya nazar dia memutus tali silaturrahim denganku tidak dibenarkan agama," pinta Ibnu Zubair.
            Lalu Al-Miswar dan Abdurrahman segera menuju ke rumah Ummul Mukminin Aisyah. Keduanya meminta dengan lembut agar diperbolehkan bertamu, "Assalamu alaikum. Boleh kami masuk?"
Aisyah menjawab, "Masuklah!”
Keduanya bertanya balik, "Kami semua?"
"Ya," tegas Aisyah.  Mereka semuanya masuk dan Aisyah tidak menyadari bahwa mereka berdua membawa Abdullah bin Zubair, keponakannya, dengan memakai penutup wajah. Ibnu Zubair kemudian memeluk bibinya karena rindu dan keduanya menangis. Al-Miswar dan Abdurrahman pun mengingatkan Aisyah tentang sabda Nabi Saw, "Tidak halal bagi seorang Muslim menghindari saudaranya dan tidak menyapanya melebihi tiga malam."[5]      
            Karena dinasehati mengenai pentingnya menjalin tali silaturrahim, memaafkan dan menahan amarah, Siti Aisyah menangis tersedu-sedu dan mengakui bahwa dia mengalami masa yang berat ketika bernazar. Untuk melunasi nazarnya, Siti Aisyah kemudian memerdekaan empat puluh budak sebagai simbol penyesalannya.
            Setiap kali diingatkan kejadian ini, Siti Aisyah selalu berurai air mata hingga kerudungnya basah.




[1]Keponakan Aisyah, karena ibunya adalah Asma' binti Abu Bakar (kakak Aisyah) [penj].
[2]Ibnu Sa’ad (8/67) al-Hilyah (2/47) Siyar A'lâm Al-Nubalâ (3/464-465).
[3]Pada waktu itu, Aisyah tidak memiliki harta apapun. Ketika ia mendapatkan rezeki, maka ia segera  menshadaqahkannya kepada orang lain. Dalam hal ini, pada suatu waktu Aisyah menjual sebagian hartanya untuk memastikan harga yang berlaku di pasaran.
[4]Mereka ini adalah kerabat dekat Rasulullah dari jalur ibu dan ayahnya.
[5]HR Imam Bukhari (6/73, 6/74, 6/75) dan Fath al-Bâri (10/508-511).

No comments:

Post a Comment