Friday, January 11, 2013

Jabar Pelopori KTP Berasuransi Kesehatan


Pemerintah Provinsi Jawa Barat menanggung jaminan kesehatan warga masyarakat yang memegang KTP berasuransi kesehatan. Pada tahap awal, KTP berasuransi baru diberikan kepada warga yang tidak mampu.

Mulai tahun 2012, warga ber-KTP Jawa Barat boleh bernafas lega. Terutama warga yang tergolong tidak mampu akan memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan melalui program KTP Berasuransi Kesehatan. Program ini diharapkan mampu meng-cover pelayanan kesehatan Jamkesmas dan Jamkesda semua warga Jawa Barat mulai tahun 2014.
Provinsi Jawa Barat menjadi percontohan pelaksanaan Universal Coverage Insurance melalui program KTP Berasuransi Kesehatan. Dengan KTP berasuransi yang diluncurkan awal tahun 2012 ini warga masyarakat ber-KTP Jawa Barat bisa berobat di Puskesmas atau rumah sakit yang ditunjuk dengan biaya murah.
"Saya ucapkan penghargaan pada Pemerintah Provinsi Jabar yang sudah berinsiatif meluncurkan program ini. Ini yang pertama di seluruh Indonesia. Harapannya program ini akan disusul oleh provinsi lain," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, di Bandung, akhir tahun 2011.
Menkes menilai program ini sejalan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang bertujuan bisa meng-cover warga masyarakat yang tidak mampu --baik itu yang memiliki Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)-- yang jumlahnya sekitar 15 juta jiwa di Jawa Barat.
Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr. Alma Lucyati MKes, menjelaskan, tahap awal KTP berasuransi ini diperuntukkan bagi warga kurang mampu. Ke depan, paling cepat tahun 2014, secara bertahap semua orang di Jawa Barat punya KTP berasuransi karena KTP ini sebagai akses mendapatkan jaminan kesehatan.
Alma Lucyati menerangkan pihaknya mempersiapkan program KTP berasuransi selama tiga. "Untuk melaksanakan program KTP berasuransi ini Jawa Barat ini sudah mempersiapkan sejak tiga tahun lalu, dimulai dengan menyiapkan sarana. Sekarang bagaimana kita menjamin 43 juta penduduk ini bisa memenuhi sarana yang ada," katanya.
Kemudian proses lanjutan, jelas Alma Lucyati, menyiapkan sumber daya manusia (SDM) seperti perbaikan tenaga kesehatan mulai dari perawat, bidan dan dokter serta memperbaiki sistem kesehatan.
Pada awal 2011 dari 224 RS baru 133 RS atau 54,51 persen yang melayani Jamkesmas. Dengan demikian, tidak semua warga masyarakat yang membutuhkan perawatan bisa tertampung karena terbatasnya tempat tidur di RS.
“Kebutuhan tempat tidur mencapai 10.000 tempat tidur, sementara yang tersedia di RS pemerintah dan beberapa RS swasta baru 4.000 tempat tidur. Namun dengan RS swasta membuka diri terhadap pelayanan Jamkesmas ada tambahan 6.000 tempat tidur sehingga ada 10.000 tempat tidur bagi peserta Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal,” papar Kadinkes Alma Lucyati.
Dari sekitar 43 juta penduduk Jabar, baru 54,3 persen yang ter-cover jaminan kesehatan. Dari jumlah tersebut 25 persen dijamin Jamkesmas dan 16 persen dijamin Jamkesda. “Jabar harus menata sarana. Saat ini ada 1.444 Puskesmas, 147 di antaranya Pukesmas perawatan dengan 20 tempat tidur,” tambah dr. Alma.  
Memang tidak mudah tidak memberikan pelayanan kesehatan di tengah segala keterbatasan. Program ini harus memperoleh dukungan dari banyak pihak bila ingin berhasil. ***

Boks:
Pemprov Jawa Barat Anggarkan Rp86 Miliar

Untuk memulai program KTP berasuransi kesehatan, Provinsi Jawa Barat mengajukan anggaran sebesar Rp215 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2012. Namun DPRD Jawa Barat kemudian merevisi pengajuan itu dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerima alokasi anggaran sebesar Rp68 miliar. Dan anggaran Rp68 miliar inilah yang sekarang dipakai buat meng-cover pelayanan kesehatan warga pemegang KTP berasuransi.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Alma Lucyati menjelaskan, "Dana itu digunakan untuk membayar pelayanan kesehatan warga masyarakat tidak mampu yang ditanggung oleh pemerintah provinsi.”  Secara agak rinci, 40 persen dana pembiayaan pelayanan kesehatan warga masyarakat tidak mampu didanai pemerintah provinsi yang diambil dari Rp68 miliar dan sisanya (60 persen) dibiayai oleh 26 pemerintah kabupaten/kota. Jumlah masyarakat miskin yang menjadi tanggungan pemerintah di Jawa Barat mencapai 5,4 juta penduduk.
Dalam penerapan selanjutnya, Alma Lucyati menerangkan, warga peserta program KTP Berasuransi Kesehatan dikenakan premi yang besarannya masih dalam perhitungan tim Pemprov Jabar. “Dalam raperda KTP berasuransi sudah ada beberapa alternatif, di antaranya sistem syariah yaitu premi bagi warga tidak mampu dijamin pemerintah. Kalau warga yang mampu maka wajib membayar premi sendiri,” tegasnya.
Sistem jaminan kesehatan memang tidak sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Mesti ada partisipasi warga masyarakat (terutama yang mampu) untuk membayar premi. Bila sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah dikhawatirkan akan banyak pemerintah kabupatan dan pemerintah kota yang menunggak utang dan rumah sakit rujukan jatuh pailit. Hal ini dialami oleh RSUD Garut yang nyaris bangkrut gara-gara Pemerintah Kabupaten Garut telat membayar tunggakan dana Jamkesda.
Selain persoalan premi, program KTP berasuransi juga harus memiliki pola badan jaminan kesehatan yang akan mengelola dana jaminan kesehatan yang dikumpulkan dari para peserta. “Tergantung kesepakatan, mana yang lebih baik dan banyak memberi manfaat bagi warga masyarakat. Pemerintah nantinya mau membentuk badan sendiri atau di-cover pemerintah, itu tidak menjadi masalah. Yang penting tugas pemerintah adalah memberi pelayanan kepada masyarakat," jelas Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Alma Lucyati. ***

No comments:

Post a Comment