Pemerintah Provinsi Jawa Barat menanggung jaminan kesehatan warga
masyarakat yang memegang KTP berasuransi kesehatan. Pada tahap awal, KTP
berasuransi baru diberikan kepada warga yang tidak mampu.
Mulai tahun 2012, warga ber-KTP Jawa Barat
boleh bernafas lega. Terutama warga yang tergolong tidak mampu akan memperoleh
fasilitas pelayanan kesehatan melalui program KTP Berasuransi Kesehatan. Program
ini diharapkan mampu meng-cover
pelayanan kesehatan Jamkesmas dan Jamkesda semua warga Jawa Barat mulai tahun
2014.
Provinsi Jawa Barat menjadi percontohan
pelaksanaan Universal Coverage Insurance
melalui program KTP Berasuransi Kesehatan. Dengan KTP berasuransi yang
diluncurkan awal tahun 2012 ini warga masyarakat ber-KTP Jawa Barat bisa
berobat di Puskesmas atau rumah sakit yang ditunjuk dengan biaya murah.
"Saya ucapkan penghargaan pada Pemerintah
Provinsi Jabar yang sudah berinsiatif meluncurkan program ini. Ini yang pertama
di seluruh Indonesia. Harapannya program ini akan disusul oleh provinsi lain," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih usai
menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan
menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat, di Bandung, akhir tahun
2011.
Menkes menilai
program ini sejalan dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang bertujuan bisa meng-cover warga masyarakat
yang tidak mampu --baik itu
yang memiliki Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)-- yang jumlahnya sekitar 15 juta jiwa di Jawa Barat.
Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr. Alma Lucyati MKes, menjelaskan, tahap awal KTP berasuransi ini diperuntukkan bagi warga kurang mampu. Ke depan,
paling cepat tahun 2014, secara bertahap semua orang di Jawa
Barat punya KTP berasuransi karena KTP ini sebagai akses mendapatkan jaminan
kesehatan.
Alma Lucyati menerangkan pihaknya
mempersiapkan program KTP berasuransi selama tiga. "Untuk melaksanakan
program KTP berasuransi ini Jawa Barat ini sudah mempersiapkan sejak tiga tahun
lalu, dimulai dengan menyiapkan sarana. Sekarang bagaimana kita menjamin 43
juta penduduk ini bisa memenuhi sarana yang ada," katanya.
Kemudian proses lanjutan, jelas Alma
Lucyati, menyiapkan sumber daya manusia (SDM) seperti perbaikan tenaga
kesehatan mulai dari perawat, bidan dan dokter serta memperbaiki sistem
kesehatan.
Pada awal 2011 dari 224 RS baru 133 RS atau
54,51 persen yang melayani Jamkesmas. Dengan demikian, tidak semua warga masyarakat
yang membutuhkan perawatan bisa tertampung karena terbatasnya tempat tidur di
RS.
“Kebutuhan tempat tidur mencapai 10.000
tempat tidur, sementara yang tersedia di RS pemerintah dan beberapa RS swasta
baru 4.000 tempat tidur. Namun dengan RS swasta membuka diri terhadap pelayanan
Jamkesmas ada tambahan 6.000 tempat tidur sehingga ada 10.000 tempat tidur bagi
peserta Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal,” papar Kadinkes Alma Lucyati.
Dari sekitar 43 juta penduduk Jabar, baru
54,3 persen yang ter-cover jaminan
kesehatan. Dari jumlah tersebut 25 persen dijamin Jamkesmas dan 16 persen
dijamin Jamkesda. “Jabar harus menata sarana. Saat ini ada 1.444
Puskesmas, 147 di antaranya
Pukesmas perawatan dengan 20 tempat tidur,” tambah dr. Alma.
Memang tidak mudah tidak memberikan
pelayanan kesehatan di tengah segala keterbatasan. Program ini harus memperoleh
dukungan dari banyak pihak bila ingin berhasil. ***
Boks:
Pemprov Jawa Barat Anggarkan Rp86 Miliar
Untuk memulai program KTP berasuransi
kesehatan, Provinsi Jawa Barat mengajukan anggaran sebesar Rp215 miliar dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2012. Namun DPRD Jawa Barat
kemudian merevisi pengajuan itu dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerima
alokasi anggaran sebesar Rp68 miliar. Dan anggaran Rp68 miliar inilah yang
sekarang dipakai buat meng-cover pelayanan kesehatan warga pemegang KTP
berasuransi.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Alma
Lucyati menjelaskan, "Dana itu digunakan untuk membayar pelayanan
kesehatan warga masyarakat tidak mampu yang ditanggung oleh pemerintah
provinsi.” Secara agak rinci, 40 persen
dana pembiayaan pelayanan kesehatan warga masyarakat tidak mampu didanai pemerintah
provinsi yang diambil dari Rp68 miliar dan sisanya (60 persen) dibiayai oleh 26
pemerintah kabupaten/kota. Jumlah masyarakat miskin yang menjadi tanggungan
pemerintah di Jawa Barat mencapai 5,4 juta penduduk.
Dalam penerapan selanjutnya, Alma Lucyati
menerangkan, warga peserta program KTP Berasuransi Kesehatan dikenakan premi
yang besarannya masih dalam perhitungan tim Pemprov Jabar. “Dalam raperda KTP
berasuransi sudah ada beberapa alternatif, di antaranya sistem syariah yaitu
premi bagi warga tidak mampu dijamin pemerintah. Kalau warga yang mampu maka
wajib membayar premi sendiri,” tegasnya.
Sistem jaminan kesehatan memang tidak
sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Mesti ada partisipasi warga masyarakat
(terutama yang mampu) untuk membayar premi. Bila sepenuhnya diserahkan kepada
pemerintah dikhawatirkan akan banyak pemerintah kabupatan dan pemerintah kota
yang menunggak utang dan rumah sakit rujukan jatuh pailit. Hal ini dialami oleh
RSUD Garut yang nyaris bangkrut gara-gara Pemerintah Kabupaten Garut telat
membayar tunggakan dana Jamkesda.
Selain persoalan premi, program KTP
berasuransi juga harus memiliki pola badan jaminan kesehatan yang akan
mengelola dana jaminan kesehatan yang dikumpulkan dari para peserta. “Tergantung
kesepakatan, mana yang lebih baik dan banyak memberi manfaat bagi warga masyarakat.
Pemerintah nantinya mau membentuk badan sendiri atau di-cover pemerintah, itu tidak menjadi masalah. Yang penting tugas
pemerintah adalah memberi pelayanan kepada masyarakat," jelas Kepala Dinas
Kesehatan Jawa Barat Alma Lucyati. ***
No comments:
Post a Comment