Friday, January 11, 2013

INDONESIA MEMERLUKAN TIGA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN


Oleh: Achmad Subianto

UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah diundangkan. Ketika mengetuk palu persetujuan UU itu, DPR dan Pemerintah sepakat bahwa penyelenggara jaminan sosial nasional terdiri dari dua BPJS. Yakni, BPJS 1 yang pertama menyelenggarakan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan dan jaminan kematian yang kemudian dikenal program jangka pendek; dan BPJS 2 yang diberi tugas menyelenggarakan jaminan hari tua dan jaminan pensiun atau penyelenggara program jangka panjang (provident fund/pension fund).
Saat ini di Indonesia banyak lembaga yang memberikan pelayanan Jaminan Kesehatan dan didominasi oleh Asuransi Kesehatan. Dengan jumlah penduduk 237,5 juta jiwa, geografis wilayah yang sangat luas  dan melihat kenyataan di lapangan, Indonesia sebenarnya memerlukan tidak hanya satu jaminan sosial di bidang kesehatan, yakni tiga.

Memperhatikan  kaidah yang berlaku umum di dunia (generally well accepted principle), struktur Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berlaku di berbagai  negara mempunyai format sebagai berikut: Bantuan Sosial (Social Assistant), Jaminan Sosial (Social Security/Protection), dan Asuransi (Insurance). Struktur inilah sebenarnya yang didambakan oleh Bapak M. Jusuf  Kalla dan Bapak Lambock Nahattand, ketika SJSN ala Indonesia mulai dirumuskan di tahun 2003.
Perbedaan dari ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut: Bantuan Sosial, diberikan kepada setiap warganegara atau penduduk dari suatu negara yang memerlukan bantuan yang bersifat free atau tanpa membayar iuran. Pembiayaannya menjadi beban Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, yang sumber dananya berasal dari Budjet Pemerintah. Untuk Indonesia berasal dari APBN atau APBD.
Jaminan Sosial, dananya dibentuk melalui iuran bersama baik peserta maupun pemberi kerja. Pemberi kerja meliputi Pemerintah Pusat, PemerintahDaerah dan majikan. Dengan demikian, terkait peserta ada 2 bentuk, yaitu yang menyangkut warganegara atau penduduk dan yang terkait dengan pemegang profesi seperti PNS, TNI, Karyawan, Petani, Nelayan, Tenaga Pendidik Swasta, Tenaga Medis dan tenaga yang bekerja di rumah ibadah atau marbot. Selama ini, secara legalitas, Jaminan Sosial hanya diselenggarakan oleh PT Jamsostek dan kurang berkembang karena kurang mendapatkan dukungan dari Kementerian Keuangan karena di Kementerian ini tidak ada Biro yang membina. Hanya ada Biro  Dana  Pensiun dan Perasuransian.
Asuransi, dananya berasal dari peserta. Di Indonesia, asuransi ini sangat pesat perkembangannya karena memperoleh dukungan dari Kementerian Keuangan yang tercermin adanya Biro yang dulunya bernama Direktorat Perasuransian.
Perbedaan ketiganya sebenarnya sangat jelas. Karena, masing-masing menganut “school of thought” yang berbeda dan sangat spesifik. Namun disayangkan dalam merumuskan UU SJSN dan UU BPJS karakteristik ketiganya dikacaukan. Bahkan, dalam   UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN tidak ada uraian  mengenai Bantuan Sosial.
Falsafah Negara
Dalam merumuskan jaminan sosial di bidang kesehatan mesti memperhatikan falsafah negara. Ada dua hal yang patut dipertimbangkan, yaitu Pancasila dan UUD 1945 dengan penyempurnaannya. Dalam lima sila Pancasila ada beberapa kaidah yang harus diperhitungkan, antara lain  azas keadilan sosial, kebersamaan, dan gotong-royong. Dalam UUD 1945 juga ada beberapa hal yang terkait dengan jaminan sosial, antara lain bahwa jaminan kesehatan perlu memperoleh perhatian pertama atau didahulukan. Ada kewajiban Pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.                                                             
Dengan kedua dasar berpijak tadi, dalam kaitan dengan Program Kesehatan Nasional, diperlukan program Bantuan Sosial Kesehatan, Jaminan Kesehatan Warganegara dan Jaminan Kesehatan para Pemegang Profesi.
Dari ketiga Jaminan Kesehatan itu, sesuai kaidah umum, yang dua merupakan BPJS yang pesertanya harus mengiur sedangkan peserta BPJS yang satu lagi tidak perlu mengiur. Program Jaminan Sosial dengan tidak mengiur dinamakan Bantuan Sosial. Lengkapnya Bantuan Kesehatan. Ini sifatnya memberikan bantuan kesehatan bagi setiap penduduk Indonesia yang membutuhkan dengan memberikan pelayanan kesehatan standar minimum tanpa bayar.

Jika setiap warganegara menghendaki pelayanan kesehatan lebih maka dia bisa  bergabung dalam BPJS Jaminan Kesehatan Warganegara sedangkan bila dia merupakan seseorang yang mempunyai profesi  maka dia bisa mengikuti BPJS Jaminan Sosial Kesehatan Profesi.

Pertanyaannya, apakah BPJS Kesehatan tersebut merupakan hasil merger Jamsostek, Taspen, Asabri dan Askes atau membentuk badan baru masih dalam perdebatan. Kesepakatan kedua, program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja dan kematian yang dikelola berdasarkan prinsip jaminan sosial menjadi prioritas sehingga jika ini pilihannya maka Askes perlu melakukan transformasi terlebih dulu.

Asuransi kesehatan masyarakat atau jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Asuransi Sosial yang selama ini dikelola PT Askes harus segera ditransformasi atau disesuaikan dengan UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN. Namun demikian, sebelum mentransformasi jaminan kesehatannya, terlebih dulu perlu menelusuri aspek program, kepesertaan dan kelembagaannya.

Program & Kepesertaan
Program pemeliharaan kesehatan mulai diberlakukan kepada Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Kebijakan tersebut lalu disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan pemeliharaan kesehatan diperluas pada Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya yang sebelumnya tidak membayar iuran.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/Menkes/XI/2004, PT Askes diberi tugas untuk menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin. Kemudian berdasarkan Surat Menteri Kesehatan RI Nomor 112/Menkes/II/2008, PT Askes (Persero) ditugasi melakukan tatalaksana kepesertaan, pelayanan, organisasi dan manajemen Program Jaminan Kesehatan Masyarakat atau dikenal Jamkesmas. Keputusan ini diberikan karena PT Askes-lah satu-satunya BUMN yang selama ini diberi tugas oleh Pemerintah menyelenggarakan Jaminan Kesehatan bagi Aparatur Negara, khususnya PNS, dan telah mempunyai jaringan luas di seluruh Indonesia.

Dalam perjalanannya, PT Askes tidak hanya meng-cover jaminan kesehatan rakyat miskin. PT Askes dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota telah melakukan perjanjian kerjasama penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi masyarakat umum (PJKMU). Penyelenggaraan dengan kerjasama ini ditargetkan mencakup 497 Kabupaten/Kota pada tahun 2014 sehingga dicapai universal coverage.

Program asuransi kesehatan lain yang dikelola PT Askes bersifat wajib adalah Asuransi Kesehatan Menteri (Jamkesmen). Program ini melayani para Menteri, pejabat di lingkungan Pemerintah Pusat yang memimpin lembaga pemerintah non-departemen, pejabat eselon I, dan pejabat yang diberi kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat eselon I. Asuransi Kesehatan bagi Menteri dan pejabat ini tentu jauh lebih baik dengan kualitas yang lebih istimewa daripada asuransi kesehatan bagi PNS, TNI, Polri dan Veteran serta Perintis Kemerdekaan, apalagi rakyat miskin.

Memperhatikan program kesehatan dan kepesertaan tersebut, sebagai BUMN, PT Askes telah menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin, masyarakat umum, kalangan pekerja hingga pejabat negara. Masing-masing kelompok peserta mempunyai kemampuan financial dan harapan pelayanan atau nilai manfaat yang berbeda, sekalipun kepesertaannya bersifat wajib. Karena mencakup semua kalangan, kecenderungannya mengarah monopoli.

Lalu, apakah asuransi atau jaminan kesehatan yang diselenggarakan PT Askes memenuhi kategori program asuransi sosial? Menurut UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Pasal 1 angka 3, pengertian program asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu Undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat.

Dalam asuransi komersial, perikatan antara peserta dan penanggung dituangkan dalam polis. Sebaliknya, kepesertaan asuransi sosial bersifat wajib berdasarkan suatu Undang-undang karena mengikat publik dan punya daya paksa. Kepesertaan wajib berdasarkan Undang-undang belum dipenuhi PT Askes, karena tidak ada satupun perikatan kepesertaan masyarakat miskin, masyarakat umum, pegawai pemerintah, pejabat negara yang diatur dengan suatu Undang-undang. Perikatan peserta asuransi kesehatan dan Askes hanya diatur dengan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, bahkan untuk masyarakat umum diikat dalam sebuah perjanjian kerjasama antara Pemda dan Askes.

Dari aspek program, asuransi (sosial) kesehatan versi PT Askes ini tidak sepenuhnya memenuhi kategori asuransi sosial karena programnya dilakukan berdasarkan kemampuan keuangan dan selera kelompok masyarakat. Peserta dari kelompok masyarakat miskin dan umum dapat diberikan pelayanan standar (dasar), sebaliknya asuransi kesehatan menteri dan pejabat negara lainnya dilayani dengan berbagai keistimewaan. Artinya, tidak semua program asuransi kesehatan yang dikelola PT Askes itu dilakukan untuk memenuhi perlindungan dasar (asuransi sosial).

Target universal coverage yang dicanangkan Askes sesungguhnya sesuai dengan target SJSN. Namun negara harus juga memperhatikan jaminan sosial kelompok mana yang ditugaskan kepada PT Askes. Jika berpijak pada universal coverage maka Askes semestinya diberi tugas menyelenggarakan jaminan (sosial) kesehatan hanya bagi penduduk atau rakyat.

Menurut data 2010 Kementerian Kesehatan, penduduk Indonesia mencapai 237,5 juta jiwa. Saat ini yang sudah ditangani PT Askes 95,2 juta jiwa yang terdiri dari 16,5 juta jiwa kepesertaan wajib, jaminan kesehatan masyarakat umum 6,61 juta jiwa dan jaminan kesehatan masyarakat (miskin) sebanyak 72 juta jiwa. Dengan demikian masih terdapat 142,3 juta penduduk yang belum dilindungi jaminan kesehatan oleh negara. Mungkinkah PT Askes mampu melayani jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia?
PT Askes 2011 kini telah memiliki 12 kantor regional yang membawahi 91 kantor cabang dan 481 kantor operasional yang berkedudukan di Kabupaten/Kota serta 865 pusat layanan di Rumah Sakit. Menjangkau layanan peserta, PT Askes bekerjasama dengan 8.510 puskesmas dan 895 Rumah Sakit yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari aspek jaringan layanan, PT Askes lebih siap menjadi penyelenggara jaminan sosial kesehatan kedua, yaitu diperuntukkan bagi Profesi.
Sedangkan yang untuk seluruh warganegara seyogianya Jamkesmas yang dikembangkan Kementerian Kesehatan dapat dijadikan embrionya.                                   Dengan demikian PT Askes, dalam kaitan dengan program dan kepesertaan, harus memilih: Apakah akan tetap sebagai BUMN yang menyelenggarakan Asuransi Sosial, menjadi BPJS penyelenggara Jaminan Kesehatan bagi para profesional atau menjadi BPJS yang mengelola Jaminan Kesehatan bagi warganegara dengan prinsip universal coverage yang memberikan standar pelayanan kesehatan minimal.
Kelembagaan
Semula program pemeliharaan kesehatan diselenggarakan oleh Menteri Kesehatan melalui Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang merupakan unit di lingkungan Kementerian Kesehatan. Kemudian penyelenggaraan kesehatan tersebut dipisahkan dari Kementerian Kesehatan ke Perusahaan Umum Husada Bhakti yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984. Untuk mendorong kemandirian pembiayaan penyelenggaraan, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 untuk mengubah status Perum menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero). Sejak itu, BUMN ini berstatus sebagai perusahaan perseroan yang menurut UU No.19 tahun 2003 berorientasi mencari keuntungan. Hal tersebut tidak melanggar hukum, karena berdasarkan UU No.2 tahun 1992 Pasal 14 ayat (1) bahwa program asuransi sosial hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN.

Program asuransi (sosial) kesehatan versi PT Askes tidak sepenuhnya memenuhi definisi program asuransi sosial sebagaimana dimaksud UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Selain kepesertaan Askes tidak berdasarkan UU, Askes sebagai penyelenggara asuransi (sosial) kesehatan ternyata juga mengelola asuransi bagi Menteri dan pejabat negara lainnya yang dapat diyakini bukan program sosial tapi cenderung komersial. Jika praktik bisnis ini terus dilanjutkan, maka menurut Pasal 51 UU No.5 tahun 1999 dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di lingkungan industri asuransi jiwa, terutama asuransi kesehatan.
Terkait dengan kelembagaan maka PT Askes mesti memilih tetap menjadi BUMN (Persero) yang memberikan pelayanan kesehatan yang tunduk kepada UU BUMN atau menjadi BPJS yang memberikan pelayanan kesehatan bagi para profesional  atau BPJS yang memberikan pelayanan kepada seluruh warganegara berdasarkan Sistem Jaminan Sosial yang tercantum dalam  UU SJSN.
Memperhatikan jumlah penduduk dan geografis luas wilayah Indonesia maka sebaiknya Pelayanan Kesehatan Nasional diarahkan: pertama, pembentukan BPJS Jaminan Kesehatan untuk seluruh warganegara yang mengacu pada UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN. Kedua, transformasi PT Askes menjadi BPJS Jaminan Kesehatan untuk aparatur negara, pejabat negara dan para profesional. Dan ketiga, mempertahankan Bantuan Kesehatan sebagai bagian dari Program Bantuan Sosial. Untuk itu UU SJSN perlu disempurnakan. ***

No comments:

Post a Comment