Oleh: Achmad Subianto
UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah diundangkan. Ketika mengetuk
palu persetujuan UU itu, DPR dan Pemerintah sepakat bahwa penyelenggara jaminan
sosial nasional terdiri dari dua BPJS. Yakni, BPJS 1 yang pertama
menyelenggarakan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan dan jaminan kematian
yang kemudian dikenal program jangka pendek; dan BPJS 2 yang diberi tugas
menyelenggarakan jaminan hari tua dan jaminan pensiun atau penyelenggara
program jangka panjang (provident
fund/pension fund).
Saat ini di Indonesia banyak
lembaga yang memberikan pelayanan Jaminan Kesehatan dan didominasi oleh
Asuransi Kesehatan. Dengan jumlah penduduk 237,5 juta jiwa, geografis wilayah yang
sangat luas dan melihat kenyataan di
lapangan, Indonesia sebenarnya memerlukan tidak hanya satu jaminan sosial di bidang
kesehatan, yakni tiga.
Memperhatikan kaidah yang berlaku umum di dunia (generally well accepted principle), struktur
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berlaku di berbagai negara mempunyai
format sebagai berikut: Bantuan Sosial (Social Assistant), Jaminan Sosial (Social Security/Protection), dan Asuransi
(Insurance). Struktur inilah
sebenarnya yang didambakan oleh Bapak M. Jusuf
Kalla dan Bapak Lambock Nahattand, ketika SJSN ala Indonesia mulai dirumuskan di tahun 2003.
Perbedaan dari
ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut: Bantuan Sosial, diberikan kepada setiap warganegara atau penduduk
dari suatu negara yang memerlukan bantuan yang bersifat free atau tanpa membayar iuran. Pembiayaannya menjadi beban
Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, yang sumber dananya berasal dari Budjet
Pemerintah. Untuk Indonesia berasal dari APBN atau APBD.
Jaminan Sosial, dananya
dibentuk melalui iuran bersama baik peserta maupun pemberi kerja. Pemberi kerja
meliputi Pemerintah Pusat, PemerintahDaerah dan majikan. Dengan demikian,
terkait peserta ada 2 bentuk, yaitu yang menyangkut warganegara atau penduduk
dan yang terkait dengan pemegang profesi seperti PNS, TNI, Karyawan, Petani,
Nelayan, Tenaga Pendidik Swasta, Tenaga Medis dan tenaga yang bekerja di rumah
ibadah atau marbot. Selama ini, secara legalitas, Jaminan Sosial hanya diselenggarakan
oleh PT Jamsostek dan kurang berkembang karena kurang mendapatkan dukungan dari
Kementerian Keuangan karena di Kementerian ini tidak ada Biro yang membina.
Hanya ada Biro Dana Pensiun dan Perasuransian.
Asuransi, dananya
berasal dari peserta. Di Indonesia, asuransi ini sangat pesat perkembangannya
karena memperoleh dukungan dari Kementerian Keuangan yang tercermin adanya Biro
yang dulunya bernama Direktorat Perasuransian.
Perbedaan
ketiganya sebenarnya sangat jelas. Karena, masing-masing menganut “school of thought” yang berbeda dan
sangat spesifik. Namun disayangkan dalam merumuskan UU SJSN dan UU BPJS
karakteristik ketiganya dikacaukan. Bahkan, dalam UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN tidak ada uraian
mengenai Bantuan Sosial.
Falsafah Negara
Dalam
merumuskan jaminan sosial di bidang kesehatan mesti memperhatikan falsafah
negara. Ada dua hal yang patut dipertimbangkan, yaitu Pancasila dan UUD 1945
dengan penyempurnaannya. Dalam lima sila Pancasila ada beberapa kaidah yang
harus diperhitungkan, antara lain azas
keadilan sosial, kebersamaan, dan gotong-royong. Dalam UUD 1945 juga ada
beberapa hal yang terkait dengan jaminan sosial, antara lain bahwa jaminan
kesehatan perlu memperoleh perhatian pertama atau didahulukan. Ada kewajiban
Pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dengan kedua
dasar berpijak tadi, dalam kaitan dengan Program Kesehatan Nasional, diperlukan
program Bantuan Sosial Kesehatan, Jaminan Kesehatan Warganegara dan Jaminan
Kesehatan para Pemegang Profesi.
Dari ketiga Jaminan Kesehatan
itu, sesuai kaidah umum, yang dua merupakan BPJS yang pesertanya harus mengiur
sedangkan peserta BPJS yang satu lagi tidak perlu mengiur. Program Jaminan Sosial dengan
tidak
mengiur dinamakan Bantuan Sosial. Lengkapnya Bantuan Kesehatan. Ini sifatnya memberikan bantuan kesehatan bagi setiap
penduduk Indonesia yang membutuhkan
dengan memberikan
pelayanan kesehatan standar minimum tanpa bayar.
Jika setiap warganegara
menghendaki pelayanan kesehatan lebih maka dia bisa bergabung dalam BPJS Jaminan Kesehatan Warganegara
sedangkan bila dia merupakan seseorang yang mempunyai profesi maka dia bisa mengikuti BPJS Jaminan Sosial Kesehatan
Profesi.
Pertanyaannya, apakah BPJS
Kesehatan tersebut
merupakan hasil merger Jamsostek, Taspen, Asabri dan Askes atau membentuk badan
baru masih dalam perdebatan. Kesepakatan kedua, program jaminan kesehatan,
kecelakaan kerja dan kematian yang dikelola berdasarkan prinsip jaminan
sosial menjadi
prioritas sehingga jika ini pilihannya maka Askes perlu melakukan transformasi
terlebih dulu.
Asuransi kesehatan masyarakat
atau jaminan pemeliharaan kesehatan berdasarkan Asuransi Sosial yang selama ini
dikelola PT Askes harus segera ditransformasi atau disesuaikan dengan UU No.40
tahun 2004 tentang SJSN. Namun demikian, sebelum mentransformasi jaminan
kesehatannya, terlebih dulu perlu menelusuri aspek program, kepesertaan dan
kelembagaannya.
Program & Kepesertaan
Program pemeliharaan kesehatan
mulai diberlakukan kepada Pegawai Negeri dan Penerima
Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya sejak
dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968.
Kebijakan tersebut lalu disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima
Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Sejak
diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan
pemeliharaan kesehatan diperluas pada Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta
anggota keluarganya yang sebelumnya tidak membayar iuran.
Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1241/Menkes/XI/2004, PT Askes diberi tugas untuk
menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin. Kemudian
berdasarkan Surat Menteri Kesehatan RI Nomor 112/Menkes/II/2008, PT Askes
(Persero) ditugasi melakukan tatalaksana kepesertaan, pelayanan, organisasi dan
manajemen Program Jaminan Kesehatan Masyarakat atau dikenal Jamkesmas. Keputusan
ini diberikan karena PT Askes-lah satu-satunya BUMN yang selama ini diberi
tugas oleh Pemerintah menyelenggarakan Jaminan Kesehatan bagi Aparatur Negara,
khususnya PNS, dan telah mempunyai jaringan luas di seluruh Indonesia.
Dalam perjalanannya, PT Askes tidak
hanya meng-cover jaminan kesehatan
rakyat miskin. PT Askes dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota telah melakukan
perjanjian kerjasama penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi masyarakat
umum (PJKMU). Penyelenggaraan dengan kerjasama ini ditargetkan mencakup 497 Kabupaten/Kota
pada tahun 2014 sehingga dicapai universal
coverage.
Program asuransi kesehatan lain
yang dikelola PT Askes bersifat wajib adalah Asuransi Kesehatan Menteri
(Jamkesmen).
Program ini melayani para Menteri, pejabat di lingkungan Pemerintah Pusat yang
memimpin lembaga pemerintah non-departemen, pejabat eselon I, dan pejabat
yang diberi kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat eselon I.
Asuransi Kesehatan bagi Menteri dan pejabat ini tentu jauh
lebih baik dengan kualitas yang lebih istimewa daripada asuransi
kesehatan bagi PNS, TNI, Polri dan Veteran serta Perintis Kemerdekaan, apalagi rakyat
miskin.
Memperhatikan program kesehatan
dan kepesertaan tersebut, sebagai BUMN, PT Askes telah menyelenggarakan
asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin, masyarakat umum, kalangan pekerja
hingga pejabat negara. Masing-masing kelompok peserta mempunyai kemampuan financial dan harapan pelayanan atau
nilai manfaat yang berbeda, sekalipun kepesertaannya bersifat wajib. Karena
mencakup semua kalangan, kecenderungannya mengarah monopoli.
Lalu, apakah asuransi atau
jaminan kesehatan yang diselenggarakan PT Askes memenuhi kategori program
asuransi sosial? Menurut UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian Pasal 1
angka 3, pengertian program asuransi sosial adalah program asuransi yang
diselenggarakan secara wajib
berdasarkan suatu Undang-undang,
dengan tujuan untuk memberikan perlindungan
dasar bagi kesejahteraan masyarakat.
Dalam asuransi komersial,
perikatan antara peserta dan penanggung dituangkan dalam polis. Sebaliknya,
kepesertaan asuransi sosial bersifat wajib berdasarkan suatu Undang-undang
karena mengikat publik dan punya daya paksa. Kepesertaan wajib
berdasarkan Undang-undang belum dipenuhi PT Askes, karena tidak ada satupun
perikatan kepesertaan masyarakat miskin, masyarakat umum, pegawai pemerintah,
pejabat negara yang diatur dengan suatu Undang-undang.
Perikatan peserta asuransi kesehatan dan Askes hanya diatur dengan peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang,
bahkan untuk masyarakat umum diikat dalam sebuah perjanjian kerjasama antara
Pemda dan Askes.
Dari aspek program, asuransi
(sosial) kesehatan versi PT Askes ini tidak sepenuhnya memenuhi kategori
asuransi sosial karena programnya dilakukan berdasarkan kemampuan keuangan dan
selera kelompok masyarakat. Peserta dari kelompok masyarakat miskin dan umum dapat
diberikan pelayanan standar (dasar), sebaliknya asuransi kesehatan menteri dan
pejabat negara lainnya dilayani dengan berbagai keistimewaan.
Artinya, tidak semua program asuransi kesehatan yang dikelola PT Askes itu
dilakukan untuk memenuhi perlindungan dasar (asuransi sosial).
Target universal coverage yang dicanangkan Askes sesungguhnya sesuai
dengan target SJSN. Namun negara harus juga memperhatikan jaminan sosial
kelompok mana yang ditugaskan kepada PT Askes. Jika berpijak pada universal coverage maka Askes semestinya
diberi tugas menyelenggarakan jaminan (sosial) kesehatan hanya bagi penduduk
atau rakyat.
Menurut data 2010
Kementerian Kesehatan, penduduk Indonesia mencapai 237,5 juta jiwa. Saat ini
yang sudah ditangani PT Askes 95,2 juta jiwa yang terdiri dari 16,5
juta jiwa kepesertaan wajib, jaminan kesehatan masyarakat umum 6,61 juta jiwa
dan jaminan kesehatan masyarakat (miskin) sebanyak 72 juta jiwa. Dengan
demikian masih terdapat 142,3 juta penduduk yang belum dilindungi jaminan
kesehatan oleh negara. Mungkinkah PT Askes mampu melayani jaminan
kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia?
PT Askes 2011 kini telah memiliki
12 kantor regional yang membawahi 91 kantor cabang dan 481 kantor operasional
yang berkedudukan di Kabupaten/Kota serta 865 pusat layanan di Rumah Sakit.
Menjangkau layanan peserta, PT Askes bekerjasama dengan 8.510 puskesmas dan 895
Rumah Sakit yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari aspek jaringan layanan,
PT Askes lebih siap menjadi penyelenggara jaminan sosial kesehatan kedua,
yaitu diperuntukkan bagi Profesi.
Sedangkan
yang untuk seluruh warganegara seyogianya Jamkesmas yang dikembangkan
Kementerian Kesehatan dapat dijadikan embrionya. Dengan
demikian PT Askes, dalam kaitan dengan program dan kepesertaan, harus memilih:
Apakah akan tetap sebagai BUMN yang menyelenggarakan Asuransi Sosial, menjadi
BPJS penyelenggara Jaminan Kesehatan bagi para profesional atau menjadi BPJS
yang mengelola Jaminan Kesehatan bagi warganegara dengan prinsip universal coverage yang memberikan standar
pelayanan kesehatan minimal.
Kelembagaan
Semula program pemeliharaan
kesehatan diselenggarakan oleh Menteri Kesehatan melalui Badan Penyelenggara
Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang merupakan unit di lingkungan Kementerian
Kesehatan. Kemudian penyelenggaraan kesehatan tersebut dipisahkan dari Kementerian
Kesehatan ke Perusahaan Umum Husada Bhakti yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984. Untuk mendorong kemandirian pembiayaan
penyelenggaraan, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
1992 untuk mengubah status Perum menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero).
Sejak itu, BUMN ini berstatus sebagai perusahaan perseroan yang menurut UU No.19
tahun 2003 berorientasi mencari keuntungan. Hal tersebut tidak melanggar hukum,
karena berdasarkan UU No.2 tahun 1992 Pasal 14 ayat (1) bahwa program asuransi
sosial hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN.
Program asuransi (sosial)
kesehatan versi PT Askes tidak sepenuhnya memenuhi definisi program asuransi
sosial sebagaimana dimaksud UU No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Selain
kepesertaan Askes tidak berdasarkan UU, Askes sebagai penyelenggara asuransi
(sosial) kesehatan ternyata juga mengelola asuransi bagi Menteri dan pejabat negara
lainnya yang dapat diyakini bukan program sosial tapi cenderung komersial. Jika
praktik bisnis ini terus dilanjutkan, maka menurut Pasal 51 UU No.5 tahun 1999
dapat menimbulkan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat di lingkungan industri asuransi jiwa, terutama
asuransi kesehatan.
Terkait
dengan kelembagaan maka PT Askes mesti memilih tetap menjadi BUMN (Persero)
yang memberikan pelayanan kesehatan yang tunduk kepada UU BUMN atau menjadi
BPJS yang memberikan pelayanan kesehatan bagi para profesional atau BPJS yang memberikan pelayanan kepada seluruh
warganegara berdasarkan Sistem Jaminan Sosial yang tercantum dalam UU SJSN.
Memperhatikan jumlah penduduk
dan geografis luas wilayah Indonesia maka sebaiknya Pelayanan Kesehatan Nasional
diarahkan: pertama, pembentukan BPJS
Jaminan Kesehatan untuk seluruh warganegara yang mengacu pada UU No.40 Tahun
2004 tentang SJSN. Kedua, transformasi
PT Askes menjadi BPJS Jaminan Kesehatan untuk aparatur negara, pejabat negara
dan para profesional. Dan ketiga, mempertahankan
Bantuan Kesehatan sebagai bagian dari Program Bantuan Sosial. Untuk itu UU SJSN
perlu disempurnakan. ***
No comments:
Post a Comment