Oleh Fuad Fatkhurrohman
staf
Puskesmas Bejen Kabupaten Temanggung
"Sosialisasi program Jampersal di Jateng sebaiknya lebih
mengedepankan pendekatan komunikatif, bukan medis"
Pemerintah meluncurkan program Jaminan Persalinan (Jampersal)
untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) demi
ketercapaian target Millennium Development Goals (MDG's). Program itu menjamin
pembiayaan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas,
termasuk pelayanan KB pascapersalinan.
Jampersal merupakan program baru yang menguntungkan semua pihak,
terlebih keluarga kurang mampu nonjaminan kesehatan. Terbukti, di Jateng rumah
sakit daerah dan pusat, penuh dengan rujukan peserta program itu hingga
pelayanannya pun kadang memanfaatkan lorong rumah sakit.
Meskipun berkesan darurat, faktanya banyak ibu hamil dengan
risiko tinggi tertolong sejak awal. Ke depan, program ini makin baik jika
sistem rujukan berjenjang sudah berjalan baik dan semua pihak memahami. Sebagian
besar tenaga kesehatan sepakat Jampersal memberikan kemudahan bagi calon ibu
yang akan melahirkan.
Namun, sejatinya program itu belum memberikan kemudahan bagi
tenaga kesehatan. Hal itu karena masyarakat belum memahami prosedur dan
administrasi pelayanan serta belum lancarnya proses pencairan dana setelah
pelayanan.
Berkaitan dengan sasaran ibu hamil yang akan melahirkan, program
itu juga masih kurang efektif dan efisien. Pasalnya, untuk pelayanan pasien
persalinan dari kalangan orang mampu, masih banyak permintaan fasilitas padahal
mereka dapat membiayai sendiri sesuai dengan sarana kesehatan yang diiinginkan.
Hanya program itu sangat membantu keluarga kurang mampu
nonjaminan kesehatan. Banyak bukti bahwa Jampersal memberikan rasa aman bagi
ibu yang melahirkan karena mereka pasti ditangani oleh tenaga kesehatan yang
terlatih.
Berkait dengan kesan tenaga kesehatan terhadap Jampersal, mereka
menganggap program itu bagus untuk menekan angka kematian ibu dan anak,
khususnya dari keluarga kurang mampu nonjaminan kesehatan. Tapi kebijakan
tersebut masih memerlukan sosialisasi lebih luas.
Bagi tenaga kesehatan, kendala utama pada prosedur pelaksanaan
dan pengajuan klaim yang sulit, masih banyak prosedur yang belum pasti sehingga
ada kendala psikologis untuk tenaga kesehatan yang menangani. Permasalahan itu
lebih disebabkan oleh keterlambatan petunjuk teknis (juknis) yang terbit awal
tahun.
Pendekatan Komunikatif
Keterlambatan itu mengakibatkan proses pengajuan klaim juga
terlambat, padahal pelayanan kepada
masyarakat tetap harus berjalan. Selain itu, risiko bagi tenaga kesehatan terlalu
besar, padahal kompensasi masih dianggap kecil. Bahkan setelah pencairan masih
banyak potongan yang diatur secara berbeda-beda pada tiap daerah.
Karena itu, banyak tenaga kesehatan yang tak mendorong pasien mengikuti program Jampersal. Penulis
menyarankan untuk tahun mendatang perlu penentuan tarif program berbasis unit
cost dengan mengakomodasi kekuatan ekonomi, infrastruktur, ketersediaan
fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan pada tiap daerah.
Pemda perlu lebih maksimal menyosialisasikan supaya masyarakat
memahami tujuan program tersebut. Pasalnya, banyak anggota masyarakat ingin
langsung bersalin di rumah sakit padahal program itu mensyaratkan pelayanan
rujukan berjenjang.
Karena itu, sosialisasi program di Jateng sebaiknya lebih
mengedepankan pendekatan komunikatif, bukan medis. Sosialisasi bisa menggunakan
brosur, leaflet, atau booklet yang berbeda target sasaran. Pesan berjenjang,
serial, dan berkesinambungan lebih efektif dan efisien disampaikan kepada
aparatur desa/ kelurahan, tokoh masyarakat/ agama, supaya bisa kembali
menjelaskan kepada masyarakat.
Pemda juga bisa mengintegrasikan sosialisasi program ini dengan
program lain yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat untuk hidup sehat.
Selain itu, Kemenkes dan Dinas Kesehatan di daerah sebaiknya mela-kukan
pendekatan khusus kepada organisasi profesi agar anggota dapat sepenuh hati
mendukung program itu. (10)
_____________
Koran Suara Merdeka, 15
Januari 2013
No comments:
Post a Comment