Sunday, January 20, 2013

Reformasi Jaminan Pensiun


Oleh Sulastomo
Mantan Ketua TIM SJSN

Sebuah stasiun televisi swasta, melalui berita teks berjalan, memberitakan bahwa China sedang merencanakan untuk menginvestasikan Dana Pensiun Nasional-nya sebesar 293 miliar dollar AS. Sebagian, mungkin ke luar negeri. Demikian juga Malaysia, di mana dana pensiun EPF (Employee Provident Fund/”Jamsostek”-nya Malaysia) sudah sulit diinvestasikan di dalam negeri.

Besarnya akumulasi dana pensiun di kedua negara itu mengharuskan mereka untuk menginvestasikan dana itu agar menghasilkan nilai tambah bagi penerima pensiun dan kesejahteraan rakyat di kedua negara itu. Indonesia telah merdeka lebih dari 60 tahun. Namun, akumulasi dana pensiunnya belum bisa berperan seperti di kedua negara itu. Bahkan, sebagian besar rakyatnya masih belum memiliki program Jaminan Pensiun.

Sejauh ini, baru pegawai negeri sipil (PNS) dan anggota TNI/Polri yang memiliki program Jaminan Pensiun wajib. Sebagian besar tenaga kerja swasta, apalagi kelompok nonformal, belum memiliki program Jaminan Pensiun wajib meskipun sebagian kecil sudah memiliki program pensiun sukarela, baik melalui program pensiun yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi swasta maupun lembaga Dana Pensiun Lembaga Keuangan/Pemberi Kerja.

Namun, penyelenggaraan program Jaminan Pensiun PNS/anggota TNI/Polri juga perlu direformasi. Penyelenggaraannya masih menerapkan konsep pay as you go sehingga akan semakin memberatkan APBN, di samping menutup kesempatan untuk menikmati nilai tambah dana pensiun dari hasil investasi. Di samping itu, dengan sistem remunerasi yang berjalan sekarang, meskipun pendapatan bulanan selama bekerja jumlahnya memadai, ketika memasuki masa pensiun besarnya Jaminan Pensiun melorot tajam sebab perhitungan Jaminan Pensiun berdasarkan gaji pokoknya. Sementara masyarakat di luar PNS/anggota TNI/Polri, sebagian besar akan tetap tidak memiliki Jaminan Pensiun dan juga Jaminan Kesehatan apabila tidak ada terobosan kebijakan pemerintah yang bermakna. Satu hal yang tentu saja bisa menjadi permasalahan sosial di masa depan.

UU No 40/2004

Indonesia sebenarnya telah memiliki undang-undang (UU) yang akan melandasi reformasi penyelenggaraan program Jaminan Pensiun itu. Namun, implementasinya, termasuk penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan, belum seperti diharapkan. Bahkan, sekarang sedang menjumpai masalah hukum mengingat masa transisi pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang diamanatkan UU Nomor 40 Tahun 2004 sampai tahun 2009 sudah terlewati.

Di dalam UU No 40/2004 tentang Sis- tem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dicita-citakan bahwa pada suatu saat (15-20 tahun mendatang?) seluruh penduduk Indonesia akan memiliki Jaminan Pensiun yang dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Di dalam UU NO 40/2004 antara lain dikatakan:

1. Jaminan Pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan.

2. Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.

3. Jaminan Pensiun diselenggarakan berdasar manfaat pasti.

Selanjutnya dikatakan bahwa diperlukan masa transisi 15 tahun untuk membayar iuran pensiun, selain meninggal sebelum waktu memasuki masa pensiun. Inilah manfaat Jaminan Pensiun yang diselenggarakan melalui prinsip asuransi sosial. Adapun apabila iuran tidak mencapai 15 tahun, maka diberlakukan sebagai tabungan. Peserta dapat menikmati seluruh tabungannya ditambah hasil nilai tambah investasinya. Inilah uniknya sistem Jaminan Pensiun sebagaimana dirumuskan UU No 40 /2004, yang berbeda dengan sistem pensiun yang lazim, yang selalu memperhitungkan iuran terutang, sehingga (mestinya) lebih mudah diimplementasikan oleh dunia usaha. Selanjutnya dikatakan, besaran pensiun berdasarkan manfaat pasti, dengan patokan penerimaan gaji terakhir, agar penurunan pendapatan sebelum dan sesudah pensiun tidak terlalu jauh berbeda.

Ketentuan seperti itu sudah tentu diberlakukan bagi kelompok pekerja formal, bersifat wajib dengan iuran menjadi beban peserta dan pemberi kerja. Besaran iuran ditentukan secara berkala, ditentukan dengan peraturan pemerintah. Diperkirakan, iuran itu sebesar 8 persen gaji, ditang- gung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja. Bagi kelompok nonformal sudah tentu akan lebih pelik pengaturannya sehingga mungkin akan layak dilaksanakan setelah kelompok formal tercakup seluruhnya.

Dengan ketentuan seperti itu, program Jaminan Pensiun bagi PNS/anggota TNI/ Polri perlu disesuikan, dari pay as you go menjadi funded, sehingga iuran pensiun sejak awal sudah harus dipisahkan dan diserahkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Taspen). Tentu, harus dilakukan secara bertahap agar tidak memberatkan APBN. Dana terutang, yang konon mencapai lebih dari Rp 300 triliun, bisa dibayar secara bertahap. Hal ini berbeda dengan penyelenggaraan program Jaminan Pensiun tenaga kerja swasta yang tidak mengenal iuran terutang mengingat PNS/anggota TNI/Polri selama ini sudah memiliki program Jaminan Pensiun. Dengan perubahan pendekatan seperti ini, terbuka peluang investasi yang cukup bermakna sehingga manfaat dana pensiun akan bisa dirasakan oleh masyarakat dan penerima pensiun PNS/anggota TNI/Polri. Beban APBN juga akan menurun.

Masa depan

Dengan penyelenggaraan program Jaminan Pensiun sebagaimana dikemukakan di atas, akan terbuka peluang mobilisasi dana masyarakat yang sangat besar, yang bisa menjadi tulang punggung pembangunan Indonesia dan kemandirian bangsa melalui nilai tambah hasil investasinya. Terbuka peluang untuk memperoleh manfaat tambahan, misalnya peningkatan pendidikan.

Dengan dukungan pemerintah, misalnya melalui program ”bantuan iuran” bagi masyarakat yang kurang mampu, sebagaimana juga termaktub dalam UU No 40/2004, akan terbuka peluang pem- berian program Jaminan Pensiun Sosial sehingga seluruh masyarakat akan tercakup dalam program Jaminan Pensiun. Adapun bagi kalangan yang mampu masih terbuka peluang menambah nilai program Jaminan Pensiunnya melalui perusahaan asuransi swasta atau Badan Penyelenggara Program Jaminan Pensiun sukarela lainnya.

Tidak berlebih semua itu akan menopang terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan sosial.
____________
Artikel ini pernah dimuat Harian Kompas, Sabtu, 19 Juni 2010.

No comments:

Post a Comment