Oleh
Sulastomo
Mantan
Ketua TIM SJSN
Sebuah stasiun televisi swasta, melalui berita teks berjalan,
memberitakan bahwa China sedang merencanakan untuk menginvestasikan Dana
Pensiun Nasional-nya sebesar 293 miliar dollar AS. Sebagian, mungkin ke luar
negeri. Demikian juga Malaysia, di mana dana pensiun EPF (Employee Provident
Fund/â€Jamsostekâ€-nya Malaysia) sudah sulit diinvestasikan di dalam negeri.
Besarnya akumulasi dana pensiun di kedua negara itu mengharuskan
mereka untuk menginvestasikan dana itu agar menghasilkan nilai tambah bagi penerima
pensiun dan kesejahteraan rakyat di kedua negara itu. Indonesia telah merdeka
lebih dari 60 tahun. Namun, akumulasi dana pensiunnya belum bisa berperan
seperti di kedua negara itu. Bahkan, sebagian besar rakyatnya masih belum
memiliki program Jaminan Pensiun.
Sejauh ini, baru pegawai negeri sipil (PNS) dan anggota
TNI/Polri yang memiliki program Jaminan Pensiun wajib. Sebagian besar tenaga
kerja swasta, apalagi kelompok nonformal, belum memiliki program Jaminan
Pensiun wajib meskipun sebagian kecil sudah memiliki program pensiun sukarela,
baik melalui program pensiun yang diselenggarakan oleh perusahaan asuransi
swasta maupun lembaga Dana Pensiun Lembaga Keuangan/Pemberi Kerja.
Namun, penyelenggaraan program Jaminan Pensiun PNS/anggota
TNI/Polri juga perlu direformasi. Penyelenggaraannya masih menerapkan konsep
pay as you go sehingga akan semakin memberatkan APBN, di samping menutup
kesempatan untuk menikmati nilai tambah dana pensiun dari hasil investasi. Di
samping itu, dengan sistem remunerasi yang berjalan sekarang, meskipun
pendapatan bulanan selama bekerja jumlahnya memadai, ketika memasuki masa
pensiun besarnya Jaminan Pensiun melorot tajam sebab perhitungan Jaminan
Pensiun berdasarkan gaji pokoknya. Sementara masyarakat di luar PNS/anggota TNI/Polri,
sebagian besar akan tetap tidak memiliki Jaminan Pensiun dan juga Jaminan
Kesehatan apabila tidak ada terobosan kebijakan pemerintah yang bermakna. Satu
hal yang tentu saja bisa menjadi permasalahan sosial di masa depan.
UU No
40/2004
Indonesia sebenarnya telah memiliki undang-undang (UU) yang akan
melandasi reformasi penyelenggaraan program Jaminan Pensiun itu. Namun,
implementasinya, termasuk penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan, belum
seperti diharapkan. Bahkan, sekarang sedang menjumpai masalah hukum mengingat
masa transisi pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang
diamanatkan UU Nomor 40 Tahun 2004 sampai tahun 2009 sudah terlewati.
Di dalam UU No 40/2004 tentang Sis- tem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dicita-citakan bahwa pada suatu saat (15-20 tahun mendatang?) seluruh
penduduk Indonesia akan memiliki Jaminan Pensiun yang dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak.
Di dalam UU NO 40/2004 antara lain dikatakan:
1. Jaminan Pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial atau tabungan.
2. Jaminan pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat
kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya
karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
3. Jaminan Pensiun diselenggarakan berdasar manfaat pasti.
Selanjutnya dikatakan bahwa diperlukan masa transisi 15 tahun
untuk membayar iuran pensiun, selain meninggal sebelum waktu memasuki masa
pensiun. Inilah manfaat Jaminan Pensiun yang diselenggarakan melalui prinsip
asuransi sosial. Adapun apabila iuran tidak mencapai 15 tahun, maka
diberlakukan sebagai tabungan. Peserta dapat menikmati seluruh tabungannya
ditambah hasil nilai tambah investasinya. Inilah uniknya sistem Jaminan Pensiun
sebagaimana dirumuskan UU No 40 /2004, yang berbeda dengan sistem pensiun yang
lazim, yang selalu memperhitungkan iuran terutang, sehingga (mestinya) lebih
mudah diimplementasikan oleh dunia usaha. Selanjutnya dikatakan, besaran
pensiun berdasarkan manfaat pasti, dengan patokan penerimaan gaji terakhir,
agar penurunan pendapatan sebelum dan sesudah pensiun tidak terlalu jauh
berbeda.
Ketentuan seperti itu sudah tentu diberlakukan bagi kelompok
pekerja formal, bersifat wajib dengan iuran menjadi beban peserta dan pemberi
kerja. Besaran iuran ditentukan secara berkala, ditentukan dengan peraturan
pemerintah. Diperkirakan, iuran itu sebesar 8 persen gaji, ditang- gung bersama
oleh pekerja dan pemberi kerja. Bagi kelompok nonformal sudah tentu akan lebih
pelik pengaturannya sehingga mungkin akan layak dilaksanakan setelah kelompok
formal tercakup seluruhnya.
Dengan ketentuan seperti itu, program Jaminan Pensiun bagi
PNS/anggota TNI/ Polri perlu disesuikan, dari pay as you go menjadi funded,
sehingga iuran pensiun sejak awal sudah harus dipisahkan dan diserahkan kepada
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Taspen). Tentu, harus dilakukan secara
bertahap agar tidak memberatkan APBN. Dana terutang, yang konon mencapai lebih
dari Rp 300 triliun, bisa dibayar secara bertahap. Hal ini berbeda dengan
penyelenggaraan program Jaminan Pensiun tenaga kerja swasta yang tidak mengenal
iuran terutang mengingat PNS/anggota TNI/Polri selama ini sudah memiliki
program Jaminan Pensiun. Dengan perubahan pendekatan seperti ini, terbuka
peluang investasi yang cukup bermakna sehingga manfaat dana pensiun akan bisa
dirasakan oleh masyarakat dan penerima pensiun PNS/anggota TNI/Polri. Beban
APBN juga akan menurun.
Masa depan
Dengan penyelenggaraan program Jaminan Pensiun sebagaimana
dikemukakan di atas, akan terbuka peluang mobilisasi dana masyarakat yang
sangat besar, yang bisa menjadi tulang punggung pembangunan Indonesia dan
kemandirian bangsa melalui nilai tambah hasil investasinya. Terbuka peluang
untuk memperoleh manfaat tambahan, misalnya peningkatan pendidikan.
Dengan dukungan pemerintah, misalnya melalui program â€bantuan
iuran†bagi masyarakat yang kurang mampu, sebagaimana juga termaktub dalam UU
No 40/2004, akan terbuka peluang pem- berian program Jaminan Pensiun Sosial
sehingga seluruh masyarakat akan tercakup dalam program Jaminan Pensiun. Adapun
bagi kalangan yang mampu masih terbuka peluang menambah nilai program Jaminan
Pensiunnya melalui perusahaan asuransi swasta atau Badan Penyelenggara Program
Jaminan Pensiun sukarela lainnya.
Tidak berlebih semua itu akan menopang terwujudnya kesejahteraan
yang berkeadilan sosial.
____________
Artikel ini pernah dimuat Harian Kompas, Sabtu, 19 Juni 2010.
No comments:
Post a Comment