Benar-benar memilukan. Sebuah
rumah sakit terancam bangkrut, sementara jumlah pasiennya terus meningkat dari
hari ke hari. Tragisnya, rumah sakit itu sebagian biaya operasionalnya
ditanggung pemerintah daerah, dan terletak di wilayah yang terdapat banyak
warga prasejahtera.
Rumah sakit tersebut adalah
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Slamet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jika
masalah ini tidak segera ditanggulangi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut
bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan Pemerintah Pusat,
dikhawatirkan dua bulan lagi rumah sakit itu tidak akan melayani pasien lagi.
Dari data Bagian Keuangan
RSUD dr Slamet Garut, ancaman kebangkrutan ini dipicu oleh tunggakan biaya
untuk pasien Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang belum dibayarkan
pemerintah sejak 2010 hingga pertengahan 2011, yang jumlahnya mencapai Rp 21
miliar.
Tak pelak, kejadian ini berimbas kepada pelayanan pasien. Nandang Sukandar (45) warga Cipanas,
Kabupaten Garut, sekadar contoh.
Dia dirawat lantaran menderita
sakit mag akut. Kini dia merasa tidak
nyaman lagi berada di rumah sakit itu. Nandang merasakan bagaimana dokter dan
perawat tidak konsentrasi penuh merawat pasien. Bahkan, resep obat dari dokter
pun harus dibeli di luar rumah sakit karena persediaan obat di rumah sakit
menipis.
“Kami bingung. Kalau beli di apotek
luar harus ada uang kontan, tapi kalau enggak
beli berarti enggak ada obat,”
tuturnya. Nandang diopname dengan fasilitas Jamkesda dari Kecamatan Samarang.
“Saya sudah habis uang banyak hanya untuk beli obat,” jelasnya.
Pasien yang lain, Fatimah (29), warga Cikajang, Pameungpeuk,
Kabupaten Garut, mengaku mendapat
pelayanan yang lumayan dari para dokter dan perawat. Namun, ketika meminta infus dan obat-obatan,
Fatimah menerima pelayanan
kurang menyenangkan.
Tidak
hanya pasien Jamkesda dan Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang
merasakan kondisi ini. Pasien yang
menggunakan layanan Jamsostek pun ikut merasakannya. Misalnya Yunan (43). Dia harus
membeli obat di luar rumah sakit. “Padahal, biasanya dengan Jamsostek
obat-obatan sudah dijamin rumah sakit. Sehari ini saja sudah Rp 150.000 saya
keluar uang untuk beli obat dan infus,” tutur Yunan kepada sinarharapan.co.id.
Direktur RSUD dr Slamet Garut, dr
Maskut Farid, memang telah meminta Pemkab Garut untuk menghentikan sementara
program Jamkesda. Jika program Jamkesda dipaksakan terus berjalan dan tunggakan
sekitar Rp 21 miliar tidak segera dilunasi, maka dua sampai tiga bulan ke depan rumah
sakit ini benar-benar bisa bangkrut. “Kami berharap pemerintah peduli pada
kondisi ini,” tegasnya.
Maskut mengatakan pihaknya bersiap menghentikan
program Jamkesda dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat pengguna Surat
Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Bahkan dia memperkirakan, dalam waktu dekat
RSUD Garut tidak lagi menerima pasien Jamkesda, sementara untuk Jamkesmas masih bisa dilayani karena
pembayarannya dilakukan pemerintah pusat.
“Mungkin mulai pertengahan bulan ini (Juli) kami sudah
menghentikan layanan terhadap pasien Jamkesda,” ujar Maskut. Karena kondisi
keuangan tidak stabil, sampai-sampai gaji
karyawan dibayarkan secara
bergilir. Selain itu,
dia mengakui, pelayanan rumah sakit juga kurang
maksimal terutama dalam hal pengadaan obat-obatan. “Jika tak segera mendapat
kucuran dana dari pemerintah, kami
hanya bisa bertahan hingga dua bulan ke depan,” dia mengingatkan.
Tingginya klaim dana Jamkesda, demikian penjelasan Maskut,
lantaran membengkaknya jumlah
pasien dari keluarga miskin (Gakin) pengguna SKTM sehingga tidak ter-cover program Jamkesmas dan Jamkesda. Sebab itu, RSUD sebagai
pelaksana teknis program Jamkesda sangat mengharapkan pemerintah benar-benar
mencukupi pendanaannya.
Tunggakan Jamkesda di RSUD dr Slamet
Garut sejak 2010 hingga pertengahan 2011 mencapai Rp 21 miliar, terdiri dari tunggakan tahun 2010
Rp14 miliar dan semester I tahun 2011 sebesar Rp7 miliar.
Ketua Forum Peduli Jawa Barat (KPJB)
Lili Muslihat memandang peristiwa ini sangat memalukan dan Gubernur Jabar serta Bupati Garut harus bertanggung-jawab. “Mana visi dan
misi Gubernur Jabar Ahmad Heryawan yang di antaranya meningkatkan kesehatan
masyarakat?” dia
mempertanyakan.
Kejadian ini bukanlah yang
pertama dialami oleh RSUD Garut. Tahun 2007, RSUD Garut mengalami hal serupa. “RS dr. Slamet sejak Mei lalu memang
mengalami kolaps akibat terjadinya kekosongan keuangan. Hal itu terjadi, akibat
sejak Januari sampai Agustus 2007 klaim PT Askes sebesar Rp12,3 miliar tak juga
dibayar,” kata Kepala RSUD dr. Slamet saat itu Widjajanti. Dari total pengajuan
klaim ke PT Askes, 60% biaya untuk mengganti obat-obatan dan sisanya 40% untuk
mengganti biaya perawatan.
Selain itu masih ada beban
pasien gakin. Widjajanti mengungkapkan pasien gakin rata-rata mencapai 6.000
kunjungan ditambah rata-rata 1.100 sampai 1.200 pasien yang menjalani rawat
inap. ***
Boks:
Pemkab Garut Berupaya Lunasi Jamkesda
Bupati Garut Aceng Fikri menandaskan
bahwa Pemerintah Kabupaten Garut kini tengah berupaya untuk melunasi seluruh utang.
"Saat ini kami sedang mempersiapkan pembayaran klaim kepada pihak rumah
sakit," ujarnya kompas.com belum
lama ini.
Menurut Aceng, hampir 50%
penduduk Garut menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM). "Saya
sedang berupaya untuk segera menyelesaikan persoalan ini dan pemerintah
kabupaten akan membayar secara cicil, baik melalui perubahan APBD 2011 maupun
dari murni. Kasihan warga masyarakat yang perlu pelayanan," katanya.
"Saya juga mengimbau
kepada pemerintah daerah terkecil, seperti kecamatan dan desa, sementara waktu menghentikan
dulu penerbitan SKTM sampai waktu yang tidak ditentukan agar pelayanan di RSUD
dapat berjalan dengan baik. Kepada warga masyarakat yang mampu agar tidak
menggunakan fasilitas Jamkesmas maupun Jamkesda," dia menegaskan.
Senada dengan itu Sekretaris
Daerah (Sekda) Kabupaten Garut, Iman Alirahman, menyatakan pihaknya terus
mencari solusi agar utang Jamkesda segera diselesaikan. Salah satunya adalah
dengan menyerap dana bantuan dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten,
sementara sisanya akan dianggarkan dalam APBD Perubahan 2011 dan APBD 2012. ***
No comments:
Post a Comment