Tuesday, January 1, 2013

RSUD Garut Terbelit Jamkesda


Benar-benar memilukan. Sebuah rumah sakit terancam bangkrut, sementara jumlah pasiennya terus meningkat dari hari ke hari. Tragisnya, rumah sakit itu sebagian biaya operasionalnya ditanggung pemerintah daerah, dan terletak di wilayah yang terdapat banyak warga prasejahtera.
Rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Slamet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Jika masalah ini tidak segera ditanggulangi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat dan Pemerintah Pusat, dikhawatirkan dua bulan lagi rumah sakit itu tidak akan melayani pasien lagi.
Dari data Bagian Keuangan RSUD dr Slamet Garut, ancaman kebangkrutan ini dipicu oleh tunggakan biaya untuk pasien Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang belum dibayarkan pemerintah sejak 2010 hingga pertengahan 2011, yang jumlahnya mencapai Rp 21 miliar.
Tak pelak, kejadian ini berimbas kepada pelayanan pasien. Nandang Sukandar (45) warga Cipanas, Kabupaten Garut, sekadar contoh. Dia dirawat lantaran menderita sakit mag akut. Kini dia merasa tidak nyaman lagi berada di rumah sakit itu. Nandang merasakan bagaimana dokter dan perawat tidak konsentrasi penuh merawat pasien. Bahkan, resep obat dari dokter pun harus dibeli di luar rumah sakit karena persediaan obat di rumah sakit menipis.
“Kami bingung. Kalau beli di apotek luar harus ada uang kontan, tapi kalau enggak beli berarti enggak ada obat,” tuturnya. Nandang diopname dengan fasilitas Jamkesda dari Kecamatan Samarang. “Saya sudah habis uang banyak hanya untuk beli obat,” jelasnya.
Pasien yang lain, Fatimah (29), warga Cikajang, Pameungpeuk, Kabupaten Garut,  mengaku mendapat pelayanan yang lumayan dari para dokter dan perawat. Namun, ketika meminta infus dan obat-obatan, Fatimah menerima pelayanan kurang menyenangkan.
Tidak hanya pasien Jamkesda dan Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang merasakan kondisi ini. Pasien yang menggunakan layanan Jamsostek pun ikut  merasakannya. Misalnya Yunan (43). Dia harus membeli obat di luar rumah sakit. “Padahal, biasanya dengan Jamsostek obat-obatan sudah dijamin rumah sakit. Sehari ini saja sudah Rp 150.000 saya keluar uang untuk beli obat dan infus,” tutur Yunan kepada sinarharapan.co.id.
Direktur RSUD dr Slamet Garut, dr Maskut Farid, memang telah meminta Pemkab Garut untuk menghentikan sementara program Jamkesda. Jika program Jamkesda dipaksakan terus berjalan dan tunggakan sekitar Rp 21 miliar tidak segera dilunasi, maka dua sampai tiga bulan ke depan rumah sakit ini benar-benar bisa bangkrut. “Kami berharap pemerintah peduli pada kondisi ini,” tegasnya.
Maskut mengatakan pihaknya bersiap menghentikan program Jamkesda dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat pengguna Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Bahkan dia memperkirakan, dalam waktu dekat RSUD Garut tidak lagi menerima pasien Jamkesda, sementara untuk Jamkesmas masih bisa dilayani karena pembayarannya dilakukan pemerintah pusat.
“Mungkin mulai pertengahan bulan ini (Juli) kami sudah menghentikan layanan terhadap pasien Jamkesda,” ujar Maskut. Karena kondisi keuangan tidak stabil, sampai-sampai gaji karyawan dibayarkan secara bergilir. Selain itu, dia mengakui, pelayanan rumah sakit juga kurang maksimal terutama dalam hal pengadaan obat-obatan. “Jika tak segera mendapat kucuran dana dari pemerintah, kami hanya bisa bertahan hingga dua bulan ke depan,” dia mengingatkan.
Tingginya klaim dana Jamkesda, demikian penjelasan Maskut, lantaran membengkaknya jumlah pasien dari keluarga miskin (Gakin) pengguna SKTM sehingga tidak ter-cover program Jamkesmas dan Jamkesda. Sebab itu, RSUD sebagai pelaksana teknis program Jamkesda sangat mengharapkan pemerintah benar-benar mencukupi pendanaannya.
Tunggakan Jamkesda di RSUD dr Slamet Garut sejak 2010 hingga pertengahan 2011 mencapai Rp 21 miliar, terdiri dari tunggakan tahun 2010 Rp14 miliar dan semester I tahun 2011 sebesar  Rp7 miliar.
Ketua Forum Peduli Jawa Barat (KPJB) Lili Muslihat memandang peristiwa ini sangat memalukan dan  Gubernur Jabar serta Bupati Garut harus bertanggung-jawab. “Mana visi dan misi Gubernur Jabar Ahmad Heryawan yang di antaranya meningkatkan kesehatan masyarakat?” dia mempertanyakan.
Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami oleh RSUD Garut. Tahun 2007, RSUD Garut mengalami hal serupa. “RS dr. Slamet sejak Mei lalu memang mengalami kolaps akibat terjadinya kekosongan keuangan. Hal itu terjadi, akibat sejak Januari sampai Agustus 2007 klaim PT Askes sebesar Rp12,3 miliar tak juga dibayar,” kata Kepala RSUD dr. Slamet saat itu Widjajanti. Dari total pengajuan klaim ke PT Askes, 60% biaya untuk mengganti obat-obatan dan sisanya 40% untuk mengganti biaya perawatan.
Selain itu masih ada beban pasien gakin. Widjajanti mengungkapkan pasien gakin rata-rata mencapai 6.000 kunjungan ditambah rata-rata 1.100 sampai 1.200 pasien yang menjalani rawat inap. ***

Boks:
Pemkab Garut Berupaya Lunasi Jamkesda
Bupati Garut Aceng Fikri menandaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Garut kini  tengah berupaya untuk melunasi seluruh utang. "Saat ini kami sedang mempersiapkan pembayaran klaim kepada pihak rumah sakit," ujarnya kompas.com belum lama ini.
Menurut Aceng, hampir 50% penduduk Garut menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM). "Saya sedang berupaya untuk segera menyelesaikan persoalan ini dan pemerintah kabupaten akan membayar secara cicil, baik melalui perubahan APBD 2011 maupun dari murni. Kasihan warga masyarakat yang perlu pelayanan," katanya.
"Saya juga mengimbau kepada pemerintah daerah terkecil, seperti kecamatan dan desa, sementara waktu menghentikan dulu penerbitan SKTM sampai waktu yang tidak ditentukan agar pelayanan di RSUD dapat berjalan dengan baik. Kepada warga masyarakat yang mampu agar tidak menggunakan fasilitas Jamkesmas maupun Jamkesda," dia menegaskan.
Senada dengan itu Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Garut, Iman Alirahman, menyatakan pihaknya terus mencari solusi agar utang Jamkesda segera diselesaikan. Salah satunya adalah dengan menyerap dana bantuan dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten, sementara sisanya akan dianggarkan dalam APBD Perubahan 2011 dan APBD 2012. ***

No comments:

Post a Comment