"Walau ada perbedaan besaran iuran jaminan kesehatan."
Ketua bidang Advokasi Serikat Pekerja Nasional,
Djoko Heriyono, mencemaskan pelayanan kesehatan yang akan diterima peserta BPJS
tak akan setara. Pasalnya, dalam Perpres Jaminan Kesehatan (Jamkes) Djoko
melihat terdapat ketentuan yang membedakan fasilitas kesehatan yang didapat
oleh tiap kelompok peserta BPJS.
Misalnya, untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan
pekerja formal yang mendapat upah setara upah minimum mendapat pelayanan
kesehatan di ruang yang fasilitasnya tergolong kelas III. Sedangkan untuk PNS,
termasuk TNI/Polri dan pekerja formal yang upahnya dua kali penghasilan tidak
kena pajak (PTKP), mendapat fasilitas kesehatan yang lebih baik seperti kelas
II dan I.
Belum lagi penetapan peserta PBI yang diatur dalam
PP PBI, menurut Djoko bakal berganti-ganti jumlahnya tiap 6 bulan. Begitu pula
masalah iuran, untuk Jamkes bakal dibebankan kepada pekerja. Padahal, saat ini
iuran tersebut dibayar penuh oleh pemberi kerja karena hal tersebut merupakan
hak pekerja. Namun dengan terbitnya UU SJSN dan UU BPJS, hak tersebut akan
berubah menjadi kewajiban karena pekerja akan mengiur dalam jumlah presentase
tertentu.
Alih-alih membawa perubahan yang lebih baik dalam
menyelenggarakan Jaminan Sosial (Jamsos) ataupun Jamkes, Djoko menilai
pelaksanaan BPJS mengalami degradasi dari pelaksanaan program serupa sebelumnya
seperti Jamsostek. “BPJS mengubah yang tadinya hak (pekerja,-red) menjadi
kewajiban,” kata dia dalam diskusi di Jakarta, Senin (25/3/2013).
Pada kesempatan yang sama, Sekjen Organisasi
Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, membenarkan adanya perbedaan
fasilitas kesehatan itu. Tapi dia menegaskan bahwa pelayanan kesehatan yang
didapat oleh peserta BPJS harus setara dan tanpa diskriminasi. “Pelayanan medis
tidak boleh dibedakan, kalau hanya fasilitas, ya itu wajar,” ucapnya.
Timboel menegaskan, jika pada praktiknya nanti
peserta PBI tak tertampung di ruang kelas III di rumah sakit, maka sewaktu
membutuhkan pertolongan, maka RS harus mencarikan ruang kosong untuk menampung.
Misalnya, untuk sementara menggunakan ke ruang kelas II, setelah ada ruangan
kelas III yang kosong, baru kembali dipindah.
Terlepas dari itu Timboel mendesak agar pemerintah
serius melaksanakan BPJS. Pasalnya, pelaksanaan BPJS sudah tertunda
bertahun-tahun walau Presiden SBY sudah menjalani masa pemerintahan selama dua
periode. Soal iuran Jaminan pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang selama ini
menjadi tanggungan pemberi kerja, Timboel mengatakan hal itu sangat baik.
Namun sistem tersebut, Timboel melanjutkan, akan
berjalan baik di bawah pengelolaan BPJS ketimbang PT Jamsostek yang berada di
bawah naungan BUMN. Dari pantauannya selama ini, Timboel menilai pengelolaan
uang Jamsostek carut-marut, sehingga dana pekerja yang disimpan di PT Jamsostek
lewat bermacam program yang diselenggarakan itu rawan dikorupsi.
Dengan sistem yang baik, BPJS akan menyelenggarakan
Jamsos secara sistematis, bukan sekedar bantuan sosial belaka seperti yang
selama ini dilakukan pemerintah di pusat ataupun daerah. Seperti pelaksanaan
program Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal. Melihat persiapan pelaksanaan BPJS
yang dilakukan pemerintah, Timboel melihat belum ada keseriusan. Misalnya, dari
beberapa peraturan pelaksana yang sudah diterbitkan yaitu PP PBI dan Perpres
Jamkes, Timboel menilai masih terdapat kelemahan yang harus dibenahi.
Apalagi, dalam rapat koordinasi BPJS pekan lalu,
antar kementerian menyepakati usulan Kemenkeu yang menetapkan jumlah PBI
sebanyak 86,4juta orang dengan iuran sebesar Rp15.500/orang/bulan. Mengacu hal
itu Timboel melihat pemerintah masih mengutamakan masalah fiskal ketimbang
memberi pelayanan Jamsos dan Jamkes terbaik untuk rakyatnya. Selain itu melihat
anggaran negara yang ada, Timboel menghitung cukup untuk memberi Jamsos ke
lebih dari 100 juta rakyat Indonesia.
Atas dasar itu, Timboel mengatakan serikat pekerja
yang mendukung adanya Jamsos untuk seluruh rakyat Indonesia akan mendesak DPR
untuk menggunakan hak budget. Sehingga, ketika Presiden SBY membacakan APBN
2013 nanti di DPR yang rencananya dilakukan bulan Agustus, DPR khususnya Komisi
IX harus menekankan pada jumlah anggaran untuk pelaksanaan BPJS. Sehingga,
jumlah peserta PBI dan iuran dapat diubah sampai pada angka yang layak sesuai
kemampuan anggaran negara yang ada.
Sementara anggota Komisi IX DPR dari FPKS, Arif
Minardi, mengatakan secara sederhana BPJS akan melaksanakan lima jaminan dasar,
salah satunya Jamkes. Peserta BPJS wajib membayar iuran. Untuk masyarakat yang
tak mampu, iuran akan ditanggung negara. Saat ini, pemerintah masih dalam tahap
persiapan menjalankan BPJS seperti membentuk peraturan pelaksana yang
dibutuhkan. Ketika BPJS Kesehatan beroperasi di tahun 2014 nanti, maka bermacam
program Jamkes yang ada akan beralih ke BPJS Kesehatan. Misalnya, Jamkesmas dan
Jamkesda.
Dari persiapan yang masih diupayakan pemerintah
untuk pelaksanaan BPJS Kesehatan, Arif mengatakan khusus untuk tempat tidur di
ruang kelas III, baru terdapat 44 ribu tempat tidur. Padahal, banyaknya tempat
tidur yang dibutuhkan untuk melayani peserta BPJS diperkirakan lebih dari itu.
Menurutnya, hal itu harus dibenahi agar peristiwa buruk yang selama ini kerap
terjadi dimana orang miskin yang butuh mendapat pelayanan kesehatan di RS,
ditolak dengan alasan ruangan penuh tak terjadi lagi.
Tak ketinggalan, mantan ketua serikat pekerja di PT
Dirgantara Indonesia itu mengatakan sewaktu mengambil program Jaminan Pensiun
Jamostek yang dimilikinya, Arif mengatakan jumlahnya sedikit, hanya Rp11 juta.
Padahal, dia mengaku sudah mengabdi di perusahaan milik negara itu selama 16
tahun dan memperkirakan upah yang diterimanya kala itu jauh lebih besar
ketimbang pekerja pada umumnya yang bekerja di pabrik-pabrik. Oleh karenanya
Arif cemas dengan besaran jaminan pensiun yang bakal diterima oleh pekerja lain
yang menggunakan program Jaminan Pensiun Jamsostek. “Saya saja hanya menerima
segitu,” tuturnya.
Atas dasar itu Arif mengatakan harus ada UU yang
mengatur khusus tentang hal itu. Oleh karenanya UU SJSN dan UU BPJS dibentuk.
Untuk mendukung agar amanat peraturan itu dapat terlaksana dengan lancar, Arif
mengingatkan bahwa pemerintah harus merancang dan menerbitkan peraturan
pelaksana yang baik.
No comments:
Post a Comment