Dalam kultur masyarakat Indonesia umumnya,
kita belum membiasakan diri untuk mahir membaca dan menulis. Termasuk bagaimana
memanfaatkan tulisan secara maksimal untuk berkomunikasi dalam organisasi.
Padahal, komunikasi memegang peran penting bagi berjalannya sebuah organisasi.
Bila komunikasi dalam organisasi macet maka akan terhenti pula manajemen dan
jalannya organisasi yang bersangkutan.
Apa dan bagaimana sebenarnya pengertian
komunikasi (dalam) organisasi itu? Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan
penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal
dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi
yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada kepentingan
organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan
berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi tersebut. Misalnya
memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun
komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial.
Orientasinya bukan pada organisasi, tapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Di dalam kehidupannya sehari-hari,
manusia harus berkomunikasi. Artinya, manusia senantiasa memerlukan orang lain
dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini
merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari
hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat.
Organisasi merupakan suatu kumpulan
atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja,
berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan atau disepakati bersama. Dari batasan
tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan adanya
suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam
organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan,
staf pimpinan dan karyawan. Organisasi juga mensyaratkan adanya pembagian kerja.
Dalam arti, setiap orang dalam sebuah institusi, baik yang komersial maupun
sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggung-jawabnya.
Di dalam kelompok/organisasi itu selalu
terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan unsur penting untuk kelangsungan
hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara
kedua belah pihak harus ada two-way-communications
(komunikasi dua arah atau komunikasi timbal-balik). Untuk itu diperlukan adanya
sebuah kerja sama yang diharapkan mampu mencapai cita-cita dan tujuan suatu
organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi
hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya
suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata
dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Bila sasaran komunikasi dapat
diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi
kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan
beraneka ragam. Namun begitu tujuan utamanya adalah untuk mempersatukan
individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut.
Sebelum sampai pada pemahaman komunikasi
organisasi, ada baiknya kita ingat kembali model-model komunikasi. Dalam buku Human Communication, Stewart L.Tubbs dan
Sylvia Moss menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
* Model komunikasi linear (one-way communication). Dalam model ini
komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang
diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat
monolog.
* Model komunikasi interaksional.
Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi
yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan
memiliki peran ganda. Dalam arti, pada satu saat bertindak sebagai komunikator,
pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
* Model komunikasi transaksional. Dalam
model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau
lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak
ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Dengan landasan konsep-konsep
komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan tadi, kita dapat
memberi batasan pengertian komunikasi dalam organisasi secara sederhana, adalah
komunikasi antar-manusia (human
communication) yang terjadi dalam konteks organisasi. Dengan meminjam definisi dari Goldhaber,
komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan
yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships).
Arus komunikasi dalam organisasi
meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing arus
komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler
dan George Rodman, dalam buku Understanding
Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing fungsi dari kedua
arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
* Downward
communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang
berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus
komunikasi dari atas ke bawah ini untuk: a) Pemberian atau penyimpanan
instruksi kerja (job instruction); b)
Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job rationale); c) Penyampaian informasi
mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures
and practices); d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih
baik.
* Upward
communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada
atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini untuk: a) Penyampaian
informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan; b) Penyampaian
informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat
diselesaikan oleh bawahan; c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan; d)
Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
* Horizontal
communication, yaitu tindak komunikasi yang berlangsung antar-karyawan
ataupun antar-bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini untuk: a) Memperbaiki koordinasi tugas; b) Upaya pemecahan masalah; c) Saling berbagi informasi; d) Upaya pemecahan konflik; e) Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Pada sebuah organisasi, komunikasi
mengalir dari individu kepada individu lain secara langsung baik formal ataupun
kelompok meliputi komunikasi ke bawah, ke atas, horisontal ataupun diagonal.
Komunikasi tersebut disebut sebagai komunikasi interpersonal, yang merupakan
pengaruh penting atas perilaku antar-pribadi.
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1985)
menjelaskan bahwa komunikasi merupakan bagian dari fungsi organisasi.
Komunikasi interpersonal tidak dapat dielakkan dalam setiap fungsi organisasi
sehingga komunikasi interpersonal merupakan suatu hal yang penting bagi
pencapaian keberhasilan organisasi.
Dalam suatu organisasi --baik yang
berorientasi komersial maupun sosial-- komunikasi dalam organisasi atau lembaga
akan melibatkan empat fungsi, yaitu: pertama,
Fungsi Informatif. Di sini organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem
pemrosesan informasi (information-processing
system). Maksudnya, seluruh anggota
dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak,
lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang diperoleh memungkinkan setiap
anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti.
Pada dasarnya informasi dibutuhkan oleh
semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.
Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu
kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam
organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan)
membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan,
izin cuti dan sebagainya.
Kedua,
Fungsi Regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku
dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang
berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu Atasan dan Bawahan. Atasan
adalah orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, mereka yang memiliki
kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Mereka juga
memiliki kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah. Dalam struktur
organisasi, mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan
sebagaimana semestinya oleh para bawahan.
Namun demikian, sikap bawahan untuk
menjalankan perintah atasan banyak bergantung pada: a) Keabsahan pimpinan dalam
penyampaikan perintah; b) Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi; c) Kepercayaan
bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi; d) Tingkat
kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
Berkaitan dengan pesan (message), pesan-pesan regulatif pada
dasarnya berorientasi pada kerja.
Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
Ketiga,
Fungsi Persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan
tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan
yang lebih suka mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab,
pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan
kepedulian yang lebih besar dibandingkan kalau pimpinan sering memperlihatkan
kekuasaan dan kewenangannya.
Keempat,
Fungsi Integratif. Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan secara baik. Ada dua saluran: saluran komunikasi formal
seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; dan saluran
komunikasi informal seperti perbincangan antar-pribadi selama masa istirahat
kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan
aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar.
Pada tataran teoritis, paling tidak
kita mengenal atau memahami komunikasi dalam organisasi dari dua perspektif. Pertama, Perspektif Kognitif. Komunikasi, menurut Colin Cherry (salah
seorang penganut perspektif kognitif), adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna
atau berbagi informasi tentang satu obyek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini,
gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan
kata-kata atau lambang lainnya. Jika
pesan yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender. Dan oleh karena itu tindak
komunikasi pun terjadi.
Kedua,
Perspektif Perilaku. B.F. Skinner (salah seorang pakar yang fanatis pada perspektif
perilaku) memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek
yang dikehendakinya pada receiver.
Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah
adanya satu respon melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal
tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh tanggapan. Kedua pengertian
komunikasi ini mengacu pada hubungan stimulus respon antara sender dan receiver.
Setelah memahami pengertian komunikasi
dari dua perspektif yang berbeda, mari kita mencoba melihat proses komunikasi
dalam suatu organisasi. Menurut Jerry W.
Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang
lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi
penerima (receiver). Satu respon khusus diharapkan oleh pengirim
pesan (sender) dari setiap pesan yang
disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki, bukanlah
suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan tersebut merupakan tindak
berbagi informasi atau tidak.
Gaya
Komunikasi (Communication style)
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan
pengetahuan kepada kita ihwal bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu
organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan.
Gaya komunikasi didefinisikan sebagai
seperangkat perilaku antar-pribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam
suatu situasi tertentu (a specialized set
of interpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri
dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau
tanggapan tertentu dalam situasi tertentu pula.
Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan bergantung pada
maksud dari pengirim (sender) dan
harapan dari penerima (receiver).
Menurut Steward, dalam berkomunikasi di
tengah-tengah masyarakat, ada beberapa gaya yang sering kita jumpai, antara
lain:
a.
The Controlling Style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan
ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa
dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang
menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini
lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk
berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk
berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai
rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau
feedback tersebut digunakan untuk
kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak merasa khawatir
dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan
kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi
pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yang berasal dari
komunikator satu arah ini tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan
bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang
dilakukannya. The controlling style of communication ini sering dipakai untuk
mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada
umumnya dalam bentuk kritik. Namun
demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada
negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respon atau tanggapan yang
negatif pula.
b. The
Equalitarian Style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah
adanya landasan kesamaan. The
equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus
penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua
arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak
komunikasi dilakukan secara terbuka.
Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun
pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang
demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan
pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi
yang bermakna kesamaan ini adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian
yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain --baik
dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The
equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi. Sebab,
gaya ini efektif untuk memelihara empati dan kerjasama, khususnya dalam situasi
buat mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin
berlangsungnya tindakan share (berbagi)
informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
c.
The Structuring Style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini
memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis ataupun lisan guna memantapkan
perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta
struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada
keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang
tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam
organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons, dari The Bureau of Business Research of Ohio
State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif yang
mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating
Structure. Keduanya menjelaskan bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu
merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi,
kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
muncul.
d.
The Dynamic Style
Gaya komunikasi yang dinamis ini
memiliki kecenderungan agresif. Karena, pengirim pesan (sender) memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada
tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini
sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawahi para
wiraniaga (salesman atau saleswoman).
Tujuan utama gaya komunikasi yang
agresif ini untuk menstimulasi atau merangsang pekerja/karyawan agar bekerja
lebih cepat dan lebih baik. Gaya
komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai
kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
e.
The Relinguishing Style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan
kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada
keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang
lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini
akan efektif ketika pengirim pesan sedang bekerja sama dengan orang-orang yang
berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung-jawab
atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
f.
The Withdrawal Style
Akibat yang muncul jika gaya ini
digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi. Artinya, tidak ada keinginan
dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain,
karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antar-pribadi yang dihadapi
oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah
ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini.” Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba
melepaskan diri dari tanggung jawab, selain itu juga mengindikasikan suatu
keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai
dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari
uraian di atas adalah bahwa the
equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang
ideal. Sementara tiga gaya komunikasi
lainnya --structuring, dynamic dan relinguishing-- dapat digunakan secara
strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya
komunikasi terakhir (controlling dan withdrawal) mempunyai kecenderungan
menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat. ***
No comments:
Post a Comment