Wednesday, March 27, 2013

Regulatif, Persuasif dan Integratif





Dalam kultur masyarakat Indonesia umumnya, kita belum membiasakan diri untuk mahir membaca dan menulis. Termasuk bagaimana memanfaatkan tulisan secara maksimal untuk berkomunikasi dalam organisasi. Padahal, komunikasi memegang peran penting bagi berjalannya sebuah organisasi. Bila komunikasi dalam organisasi macet maka akan terhenti pula manajemen dan jalannya organisasi yang bersangkutan.
Apa dan bagaimana sebenarnya pengertian komunikasi (dalam) organisasi itu? Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi tersebut. Misalnya memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Di dalam kehidupannya sehari-hari, manusia harus berkomunikasi. Artinya, manusia senantiasa memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat.
Organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan atau disepakati bersama. Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staf pimpinan dan karyawan. Organisasi juga mensyaratkan adanya pembagian kerja. Dalam arti, setiap orang dalam sebuah institusi, baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggung-jawabnya.
Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan unsur penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications (komunikasi dua arah atau komunikasi timbal-balik). Untuk itu diperlukan adanya sebuah kerja sama yang diharapkan mampu mencapai cita-cita dan tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam. Namun begitu tujuan utamanya adalah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut.
Sebelum sampai pada pemahaman komunikasi organisasi, ada baiknya kita ingat kembali model-model komunikasi. Dalam buku Human Communication, Stewart L.Tubbs dan Sylvia Moss menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
* Model komunikasi linear (one-way communication). Dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
* Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda. Dalam arti, pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
* Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan tadi, kita dapat memberi batasan pengertian komunikasi dalam organisasi secara sederhana, adalah komunikasi antar-manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi.  Dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships).
Arus komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler dan George Rodman, dalam buku Understanding Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
* Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini untuk: a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction); b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job rationale); c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices); d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
* Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini untuk: a) Penyampaian informasi tentang pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan; b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan; c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan; d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
* Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi yang berlangsung antar-karyawan ataupun antar-bagian yang memiliki kedudukan yang setara.  Fungsi arus komunikasi horisontal ini untuk: a)  Memperbaiki koordinasi tugas; b)  Upaya pemecahan masalah; c)  Saling berbagi informasi; d)  Upaya pemecahan konflik; e)   Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Pada sebuah organisasi, komunikasi mengalir dari individu kepada individu lain secara langsung baik formal ataupun kelompok meliputi komunikasi ke bawah, ke atas, horisontal ataupun diagonal. Komunikasi tersebut disebut sebagai komunikasi interpersonal, yang merupakan pengaruh penting atas perilaku antar-pribadi.
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1985) menjelaskan bahwa komunikasi merupakan bagian dari fungsi organisasi. Komunikasi interpersonal tidak dapat dielakkan dalam setiap fungsi organisasi sehingga komunikasi interpersonal merupakan suatu hal yang penting bagi pencapaian keberhasilan organisasi.
Dalam suatu organisasi --baik yang berorientasi komersial maupun sosial-- komunikasi dalam organisasi atau lembaga akan melibatkan empat fungsi, yaitu: pertama, Fungsi Informatif. Di sini organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system).  Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang diperoleh memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti.
Pada dasarnya informasi dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.  Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
Kedua, Fungsi Regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu Atasan dan Bawahan. Atasan adalah orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Mereka juga memiliki kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah. Dalam struktur organisasi, mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya oleh para bawahan.
Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah atasan banyak bergantung pada: a) Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah; b) Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi; c) Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi; d) Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
Berkaitan dengan pesan (message), pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.  Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
Ketiga, Fungsi Persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan.  Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab, pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibandingkan kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
Keempat, Fungsi Integratif. Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan secara baik.  Ada dua saluran: saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; dan saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar-pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar.
Pada tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dalam organisasi dari dua perspektif. Pertama, Perspektif Kognitif.  Komunikasi, menurut Colin Cherry (salah seorang penganut perspektif kognitif), adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu obyek atau kejadian.  Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya.  Jika pesan yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender. Dan oleh karena itu tindak komunikasi pun terjadi.
Kedua, Perspektif Perilaku. B.F. Skinner (salah seorang pakar yang fanatis pada perspektif perilaku) memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respon melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh tanggapan. Kedua pengertian komunikasi ini mengacu pada hubungan stimulus respon antara sender dan receiver.
Setelah memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, mari kita mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi.  Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi penerima (receiver).  Satu respon khusus diharapkan oleh pengirim pesan (sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki, bukanlah suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.

Gaya Komunikasi (Communication style)
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita ihwal bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan.  
Gaya komunikasi didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antar-pribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of interpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi tertentu pula.  Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Menurut Steward, dalam berkomunikasi di tengah-tengah masyarakat, ada beberapa gaya yang sering kita jumpai, antara lain:
a.  The Controlling Style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan.  Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak merasa khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yang berasal dari komunikator satu arah ini tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya.  The controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik.  Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respon atau tanggapan yang negatif pula.
b. The Equalitarian Style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.  Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain --baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja.  The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi. Sebab, gaya ini efektif untuk memelihara empati dan kerjasama, khususnya dalam situasi buat mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks.  Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share (berbagi) informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
c.   The Structuring Style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis ataupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.  Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons, dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Keduanya menjelaskan bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
d.  The Dynamic Style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif. Karena, pengirim pesan (sender) memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawahi para wiraniaga (salesman atau saleswoman).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini untuk menstimulasi atau merangsang pekerja/karyawan agar bekerja lebih cepat dan lebih baik.  Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
e.  The Relinguishing Style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung-jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.
f.   The Withdrawal Style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi. Artinya, tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antar-pribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini.”  Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, selain itu juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain.  Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal.  Sementara tiga gaya komunikasi lainnya --structuring, dynamic dan relinguishing-- dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi terakhir (controlling dan withdrawal) mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat. ***

No comments:

Post a Comment