"Minimnya perda dan anggaran untuk isu ketenagakerjaan. "
Pemerintah daerah dinilai tak memperhatikan
kesejahteraan pekerja. Buktinya, pemda dinilai lebih banyak mengeluarkan
peraturan daerah yang mengatur tentang retribusi ketimbang kesejahteraan
pekerja.
Demikian disampaikan peneliti dari Komite
Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Illinia Ayudha Riyadi dalam jumpa
pers di Jakarta, Senin (18/3/2013). Illnia menyayangkan minimnya perhatian
pemda terhadap isu kesejahteraan pekerja. Padahal, bila isu ketenagakerjaan di
suatu daerah berlangsung baik, Illinia yakin investor bakal datang ke daerah
tersebut. Ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang baik.
Dari 27 daerah yang diteliti KPPOD, lanjut Illinia
sebagian besar Perda hanya menekankan pada pungutan retribusi dan berbagai
perizinan terkait ketenagakerjaan.
Kalaupun ada yang mengatur mengenai
ketenagakerjaan, masih menurut Illinia, Perda tersebut rawan melanggar
peraturan yang lebih tinggi. Ia mencontohkan ada Perda yang mengatur sanksi
bagi perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja dari daerah lain. Hal ini ia
sebut bertentangan dengan Pasal 4 UU Ketenagakerjaan.
Begitu pula dengan pengaturan upah dan hubungan
industrial. Illinia melihat setidaknya hanya dua Pemda yang cukup baik mengatur
ketenagakerjaan. Seperti Yogyakarta dan Karawang. Di Yogyakarta, Illinia
menemukan Perda yang mengatur perlindungan upah dan kewajiban penyusunan
struktur serta skala upah bagi perusahaan.
Menurut Illinia, jika kebijakan itu dicontoh daerah lainnya, maka
terjadinya perselisihan hubungan industrial terkait pengupahan dapat dicegah.
Sedangkan Perda terkait hubungan industrial lebih
banyak menekankan pada pengawasan norma, keselamatan dan kesehatan kerja. Serta
perlindungan untuk pekerja wanita.
Minimnya Perda yang mengatur hubungan industrial
itu bagi Illinia berpengaruh terhadap terjadinya perselisihan hubungan
industrial di daerah. Seperti di Batam, pada tahun 2011 terjadi 170 kasus
perselisihan hubungan industrial yang melibatkan 714 pekerja. Sedangkan pada
triwulan I tahun 2013 di Surabaya terjadi 10 kali pengaduan ke Pemda terkait
perselisihan hubungan industrial yang menyangkut 1,882 pekerja.
Bukan hanya perda, Illinia juga mengkritik minimnya
perhatian pemda karena minimnya alokasi anggaran untuk pendidikan dan pelatian
bagi pencari kerja. Seperti di Kota Batam, anggaran yang dialokasikan untuk
kegiatan itu hanya sembilan persen dari total anggaran daerah. Ironisnya,
anggaran program yang ditujukan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan
calon pekerja, sebagian besar habis untuk belanja birkorasi. Alhasil, dengan
minimnya anggaran, dari 26,983 pencari kerja di Batam, hanya 88 orang yang
mampu mengikuti program tersebut di tahun 2011.
Dari penelitian itu, Illinia mengatakan Pemda perlu
menerbitkan Perda terkait ketenagakerjaan yang diharapkan mampu memberikan kejelasan
tentang porsi antara Pemda dan pelaku usaha. Jika pengusaha dapat meningkatkan
kesejahteraan pekerja lewat upah, Illinia mengatakan Pemda dapat melakukannya
dengan menerbitkan kebijakan pendukung non upah. Selain Perda, dapat pula
digelar Jamsos, asuransi dan investasi sosial lainnya untuk pekerja.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Bidang Hubungan
Industrial dan Advokasi DPN Apindo, Hassanuddin Rachman, membenarkan banyak
pungutan daerah yang dibebankan kepada pengusaha sejak berjalannya Otonomi
Daerah (Otda).
Belum lagi isu kedaerahan yang berimbas pada
ketenagakerjaan. Misalnya, mempekerjakan pekerja dari daerah lokal, Hassanuddin
melihat ada sebuah Ormas di Jawa Barat yang menggedor pabrik untuk melihat
daftar pekerja. Jika ditemukan ada pekerja yang berasal dari daerah lain, maka
Ormas itu minta pekerja tersebut diganti dengan orang lokal. Menurutnya, dampak
buruk dari digelarnya Otda itu harus dikurangi.
Di samping itu, Hassanuddin menilai peran Pemda
dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial belum optimal. Padahal,
peran Pemda sangat dibutuhkan dalam membantu menyelesaikan perselisihan itu.
Sehingga, sampai saat ini Hassanuddin melihat kekisruhan penyelesaian hubungan
industrial baik di tingkat pusat dan daerah, kerap terjadi. “Apalagi ketika
menetapkan upah minimum (UMP/UMK),” katanya.
Dari banyaknya Perda yang diterbitkan, Hassanuddin
melihat Pemda minim perhatikan soal ketenagakerjaan. Akibatnya, sebagian Perda
hanya mengejar pendapatan untuk daerah. Hassanuddin menjelaskan, pengusaha
hanya perlu meningkatkan kesejahteraan pekerja terkait dengan hal yang sifatnya
normatif seperti upah. Di luar itu, pemerintah pusat dan daerah harus turun
tangan. Misalnya, menyediakan tempat ibadah, tempat penitipan anak dan
transportasi.
Sementara, Kasubdit Pengupahan Kemenakertrans,
Dinar Titus Jogaswitani, mengatakan komponen yang mempengaruhi kesejahteraan
pekerja sedikitnya terdiri dari upah, Jamsos dan fasilitas kesejahteraan
lainnya. Untuk Jamsos, saat ini terdapat Jamsostek yang wajib dimiliki oleh
pekerja, ke depan, Jamsos akan beralih menjadi BPJS. Soal upah, pada intinya
setiap kebijakan pengupahan harus berada dalam rangka perlindungan pekerja.
Untuk itu UU Ketenagakerjaan menetapkan 11 komponen utama pengupahan, salah
satunya upah minimum.
Upah minimum, Dinar melanjutkan, sebelumnya
ditetapkan oleh Menteri dengan masa berlaku dua tahun. Namun, sejak
diterapkannya Otda, kewenangan itu berada di tangan Gubernur. Dalam menetapkan
upah minimum, Gubernur perlu memperhatikan saran dan pertimbangan Dewan
Pengupahan (DP) di daerah. Di samping memenuhi hak normatif pekerja, Dinar
mengatakan peningkatan kesejahteraan untuk pekerja dapat dilakukan lewat
Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Menanggapi hasil penelitian KPPOD, Dinar mengatakan
perlu dikaji lebih mendalam keterkaitan perlunya diterbitkan Perda pengupahan
dengan peningkatan kesejahteraan pekerja dan berjalan baiknya hubungan
industrial. Menurutnya, UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksana yang ada
sudah cukup baik mengatur soal penguapahan dalam rangka perlindungan dan
peningkatan kesejahteraan bagi pekerja. “Apakah dengan menerbitkan Perda itu
akan meminimalisir perselisihan hubungan industrial?”katanya.
No comments:
Post a Comment