Sunday, March 24, 2013

Pemda Tak Serius Perhatikan Kesejahteraan Pekerja


 

"Minimnya perda dan anggaran untuk isu ketenagakerjaan. "



Pemerintah daerah dinilai tak memperhatikan kesejahteraan pekerja. Buktinya, pemda dinilai lebih banyak mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur tentang retribusi ketimbang kesejahteraan pekerja.

Demikian disampaikan peneliti dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Illinia Ayudha Riyadi dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (18/3/2013). Illnia menyayangkan minimnya perhatian pemda terhadap isu kesejahteraan pekerja. Padahal, bila isu ketenagakerjaan di suatu daerah berlangsung baik, Illinia yakin investor bakal datang ke daerah tersebut. Ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang baik.

Dari 27 daerah yang diteliti KPPOD, lanjut Illinia sebagian besar Perda hanya menekankan pada pungutan retribusi dan berbagai perizinan terkait ketenagakerjaan.

Kalaupun ada yang mengatur mengenai ketenagakerjaan, masih menurut Illinia, Perda tersebut rawan melanggar peraturan yang lebih tinggi. Ia mencontohkan ada Perda yang mengatur sanksi bagi perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja dari daerah lain. Hal ini ia sebut bertentangan dengan Pasal 4 UU Ketenagakerjaan.

Begitu pula dengan pengaturan upah dan hubungan industrial. Illinia melihat setidaknya hanya dua Pemda yang cukup baik mengatur ketenagakerjaan. Seperti Yogyakarta dan Karawang. Di Yogyakarta, Illinia menemukan Perda yang mengatur perlindungan upah dan kewajiban penyusunan struktur serta skala upah bagi perusahaan.  Menurut Illinia, jika kebijakan itu dicontoh daerah lainnya, maka terjadinya perselisihan hubungan industrial terkait pengupahan dapat dicegah.

Sedangkan Perda terkait hubungan industrial lebih banyak menekankan pada pengawasan norma, keselamatan dan kesehatan kerja. Serta perlindungan untuk pekerja wanita.

Minimnya Perda yang mengatur hubungan industrial itu bagi Illinia berpengaruh terhadap terjadinya perselisihan hubungan industrial di daerah. Seperti di Batam, pada tahun 2011 terjadi 170 kasus perselisihan hubungan industrial yang melibatkan 714 pekerja. Sedangkan pada triwulan I tahun 2013 di Surabaya terjadi 10 kali pengaduan ke Pemda terkait perselisihan hubungan industrial yang menyangkut 1,882 pekerja.

Bukan hanya perda, Illinia juga mengkritik minimnya perhatian pemda karena minimnya alokasi anggaran untuk pendidikan dan pelatian bagi pencari kerja. Seperti di Kota Batam, anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan itu hanya sembilan persen dari total anggaran daerah. Ironisnya, anggaran program yang ditujukan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan calon pekerja, sebagian besar habis untuk belanja birkorasi. Alhasil, dengan minimnya anggaran, dari 26,983 pencari kerja di Batam, hanya 88 orang yang mampu mengikuti program tersebut di tahun 2011.

Dari penelitian itu, Illinia mengatakan Pemda perlu menerbitkan Perda terkait ketenagakerjaan yang diharapkan mampu memberikan kejelasan tentang porsi antara Pemda dan pelaku usaha. Jika pengusaha dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja lewat upah, Illinia mengatakan Pemda dapat melakukannya dengan menerbitkan kebijakan pendukung non upah. Selain Perda, dapat pula digelar Jamsos, asuransi dan investasi sosial lainnya untuk pekerja.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Advokasi DPN Apindo, Hassanuddin Rachman, membenarkan banyak pungutan daerah yang dibebankan kepada pengusaha sejak berjalannya Otonomi Daerah (Otda).

Belum lagi isu kedaerahan yang berimbas pada ketenagakerjaan. Misalnya, mempekerjakan pekerja dari daerah lokal, Hassanuddin melihat ada sebuah Ormas di Jawa Barat yang menggedor pabrik untuk melihat daftar pekerja. Jika ditemukan ada pekerja yang berasal dari daerah lain, maka Ormas itu minta pekerja tersebut diganti dengan orang lokal. Menurutnya, dampak buruk dari digelarnya Otda itu harus dikurangi.

Di samping itu, Hassanuddin menilai peran Pemda dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial belum optimal. Padahal, peran Pemda sangat dibutuhkan dalam membantu menyelesaikan perselisihan itu. Sehingga, sampai saat ini Hassanuddin melihat kekisruhan penyelesaian hubungan industrial baik di tingkat pusat dan daerah, kerap terjadi. “Apalagi ketika menetapkan upah minimum (UMP/UMK),” katanya.

Dari banyaknya Perda yang diterbitkan, Hassanuddin melihat Pemda minim perhatikan soal ketenagakerjaan. Akibatnya, sebagian Perda hanya mengejar pendapatan untuk daerah. Hassanuddin menjelaskan, pengusaha hanya perlu meningkatkan kesejahteraan pekerja terkait dengan hal yang sifatnya normatif seperti upah. Di luar itu, pemerintah pusat dan daerah harus turun tangan. Misalnya, menyediakan tempat ibadah, tempat penitipan anak dan transportasi.

Sementara, Kasubdit Pengupahan Kemenakertrans, Dinar Titus Jogaswitani, mengatakan komponen yang mempengaruhi kesejahteraan pekerja sedikitnya terdiri dari upah, Jamsos dan fasilitas kesejahteraan lainnya. Untuk Jamsos, saat ini terdapat Jamsostek yang wajib dimiliki oleh pekerja, ke depan, Jamsos akan beralih menjadi BPJS. Soal upah, pada intinya setiap kebijakan pengupahan harus berada dalam rangka perlindungan pekerja. Untuk itu UU Ketenagakerjaan menetapkan 11 komponen utama pengupahan, salah satunya upah minimum.

Upah minimum, Dinar melanjutkan, sebelumnya ditetapkan oleh Menteri dengan masa berlaku dua tahun. Namun, sejak diterapkannya Otda, kewenangan itu berada di tangan Gubernur. Dalam menetapkan upah minimum, Gubernur perlu memperhatikan saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan (DP) di daerah. Di samping memenuhi hak normatif pekerja, Dinar mengatakan peningkatan kesejahteraan untuk pekerja dapat dilakukan lewat Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Menanggapi hasil penelitian KPPOD, Dinar mengatakan perlu dikaji lebih mendalam keterkaitan perlunya diterbitkan Perda pengupahan dengan peningkatan kesejahteraan pekerja dan berjalan baiknya hubungan industrial. Menurutnya, UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksana yang ada sudah cukup baik mengatur soal penguapahan dalam rangka perlindungan dan peningkatan kesejahteraan bagi pekerja. “Apakah dengan menerbitkan Perda itu akan meminimalisir perselisihan hubungan industrial?”katanya.

No comments:

Post a Comment