Wednesday, April 17, 2013

ANGGARAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN


oleh Heryanto Sijabat, S.H., M.H.

Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan


P E N D A H U L U A N

Perlindungan sosial bagi masyarakat suatu negara merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah yang berdaulat. Demikian juga halnya dengan Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 28H dan pasal 34 serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001 menekankan bahwa negara harus memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dengan adanya perintah dari Undang-Undang Dasar 1945 maka dibentuklah sistem jaminan sosial nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 pasal 1 point yang dimaksud dengan Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Jaminan sosial ini diperlukan masyarakat banyak, terutamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan karena sesuatu hal khususnya sesuatu yang berada diluar kemampuannya seperti resesi ekonomi, bencana alam dan yang lainnya. Sistem Jaminan Sosial Nasional ini juga didukung oleh dunia internasional sebagaimana yang tertera pada Pasal 22 dan 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB (1948), dimana Indonesia ikut menandatanganinya.
Jaminan sosial biasanya dilakukan dengan beberapa cara seperti asuransi sosial dan bantuan sosial. Asuransi sosial dilaksanakan dapat dinikmati oleh peserta dengan adanya pembayaran  dari premi yang dibayarkan oleh peserta, dimana premi yang dibayarkan tergantung kepada tingkat pendapatan dari para peserta. Sedangkan bantuan sosial adalah adanya pemberian pelayanan baik dalam bentuk uang tunai maupun dengan service dimana pembiayaannya diberikan oleh Pemerintah ataupun Masyarakat.
Untuk negara yang menganut welfare state jaminan sosial biasanya dalam bentuk bantuan sosial. Tetapi dikarenakan dana yang dibutuhkan dalam bantuan sosial besar maka mulai diterapkan asuransi sosial dengan asumsi bahwa masyarakat dididik untuk merencanakan masa depannya dan tidak bergantung kepada Negara dan pembayar pajak. Disamping itu, dana yang terhimpun dalam asuransi sosial dapat merupakan tabungan nasional. Tabungan nasional ini dapat juga menjadi salah satu sumber alternatif pembiayaan pembangunan nasional.
Dalam pertimbangan Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 menjelaskan setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Begitu jugadalam pertimbangan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 dengan jelas menyatakan bahwa system jaminan sosial nasional merupakan program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat.
Berdasarkan pertimbangan kedua undang-undang tersebut maka Pemerintah menjamin kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi masyarakat termasuk juga didalamnya Pegawai Negeri Sipil. Pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas-tugasnya juga menghadapi resiko-resiko yang dapat menimpa dirinya sendiri ataupun keluarganya seperti kecelakaan, dan kematian saat menjalankan tugas, oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil membutuhkan adanya jaminan sosial yang menunjang kehidupan pada saat bekerja maupun setelah pensiun.
BPJS KESEHATAN DAN BPJS KETENAGAKERJAAN.
Sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 24 tahun 2011, seminar dan pembahasan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 telah dilaksanakan oleh praktisi, akademisi, pemerintah dan masyarakat.
Achmad Subianto dalam artikelnya berjudul Tidak Ada Merger Dalam SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional)   yang dipublikasi pada www.jamsosnas.com menginformasikan bahwa Rumah Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diusulkan oleh M Yusuf Kalla yang merupakan adopsi dari sistem jaminan sosial di China dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :
Gambar 1 : Sistem Jaminan Sosial Nasional


Keterangan Gambar :
Pilar I              : Jaminan Sosial Nasional Dasar (JAMSOSNASDA).
Pilar  II            : Jaminan Sosial untuk para professional  dengan  profesi
PNS,    TNI,    Pekerja    Swasta,      BUMN    dan    bisa
ditambahkan lain-lain profesi.
Pilar  III           : Jaminan   social   untuk   menunjang   kebutuhan    para
Pemegang    profesi     yaitu      kesehatan,      kematian,
Kecelakaan dalam perjalanan, pendidikan, perumahan
dan lain-lain.
Pilar  IV          : Jaminan Sosial untuk jaminan spesifik seperti Asuransi,
DPPK, DPLK, Koperasi, Yayasan.
Pilar  V           : Untuk perumahan, pendidikan, tabungan untuk ibadah
haji, zakat dan lain-lain.
Pilar Zero       : Bantuan sosial yang selama ini sudah dikerjakan oleh
Kementerian   sosial,    kementerian    kesehatan,   dan
Kementerian    yang     lain    dalam   bentuk     bantuan
kesehatan,    bantuan     sembako,    bantuan      modal,
bantuan perumahan dan lain-lain.
Jika melihat usulan Rumah Jaminan Sosial Nasional Jusuf Kalla maka Achmad Subianto menegaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang harus ada terdiri dari :
1. BPJS JAMSOSNASDA untuk seluruh warga Negara (Pilar I).
2. BPJS PNS untuk Pegawai Negeri Sipil (Pilar II).
3. BPJS TNI untuk Angkatan Bersenjata (Pilar II)
4. BPJS BUMN untuk Pegawai BUMN (Pilar II).
5. BPJS JAMSOSTEK untuk karyawan swasta (Pilar II).
Jika usulan ini diterima Pemerintah dan DPR maka sepertinya hanya menegaskan apa yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 dalam Bab III tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pasal 5 ayat 3 menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah PTJaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN), PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) dan PT Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) menjadi BPJS.
Tetapi usulan-usulan yang diterima Pemerintah dan DPR tentang BPJS akhirnya dapat dilihat kesimpulannya setelah tujuh tahun Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 pasal 5 ayat 1 memerintahkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan undang-undang. Pemerintah dan DPR menyetujui dan mensahkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS).
Ditegaskan lagi dalam Penjelasan Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 bahwa Pembentukan  Undang-Undang tentang  Badan     Penyelenggara     Jaminan   Sosial   ini   merupakan   pelaksanaan   Undang-Undang   Nomor     40    Tahun    2004   tentang    Sistem  Jaminan      Sosial   Nasional,   setelah     Putusan   Mahkamah   Konstitusi   terhadap   perkara   Nomor   007/PUU-III/2005,    guna memberikan      kepastian    hukum      bagi  pembentukan  BPJS untuk    melaksanakan       program     Jaminan     Sosial   di  seluruh Indonesia. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan                  dari Pasal 5  ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan     Badan   Penyelenggara   Jaminan   Sosial   dan   transformasi   kelembagaan     PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero), dan     PT   ASABRI   (Persero)   menjadi   Badan   Penyelenggara   Jaminan   Sosial.  Transformasi  tersebut   diikuti  adanya    pengalihan    peserta,   program,     aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban.
Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 menetapkan dua BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan                  menyelenggarakan program jaminan kesehatan sedangkan BPJS       Ketenagakerjaan  menyelenggarakan  program :
a.   jaminan kecelakaan kerja
b.   jaminan hari tua;
c.   jaminan pensiun; dan
d.   jaminan kematian.
Selanjutnya dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional, BPJS mendasarkan pada prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.
BPJS Kesehatan akan mulai beroperasi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Dengan beroperasinya BPJS Kesehatan ini maka Kementerian Kesehatan,  Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia dan PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat.
Adapun yang menjadi cikal bakal BPJS Kesehatan adalah PT Askes (Persero) sesuai dengan Undang-Undang No 24 tahun2011. Sebelum beroperasi tanggal 1 Januari 2014 PT Askes ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan untuk program jaminan kesehatan dan menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan.
Agar jangan terjadi kekosongan manajemen maka selanjutnya Dewan Komiosaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama dua tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi.
BPJS Ketenagakerjaan sama seperti halnya dengan BPJS Kesehatan akan mulai beroperasi mulai pada tanggal 1 Januari 2014. Dan yang ditunjuk sebagai BPJS Ketenagakerjaan adalah PT Jamsostek (Pesero). PT Jamsostek (Pesero) diperintahkan untuk menyiapkan pengalihan program jaminan pemeliharaan kesehatan kepada BPJS Kesehatan, menyiapkan operasional BPJS Ketenagakerjaan untuk program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension dan jaminan kematian.
PT Jamsostek (Pesero) juga diperintahkan untuk menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban program jaminan pemeliharaan kesehatan ke BPJS Kesehatan serta pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Jamsostek (Pesero) ke BPJS Ketenagakerjaan.
Selanjutnya PT Taspen (Pesero) menyelesaikan pengalihan program asuransi sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029, begitu juga halnya dengan PT Taspen (Pesero) diperintahkan agar segera menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pensiun paling lambat tahun 2029.
[IMG]http://i1291.photobucket.com/albums/b547/evibdkdenpasar/trans_zps80242682.jpg[/IMG]
Gambar 2. Transformasi Kelembagaan BUMN menjadi BPJS
ANGGARAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI BPJS KESEHATAN
Pameo orang miskin tidak boleh sakit menjadi sangat terbukti ketika masyarakat miskin banyak ditolak oleh rumah sakit karena ketiadaan biaya. Hal ini menjadi sangat menyakitkan sebagai anak bangsa, dikarenakan masalah ekonomi yang tidak memadai maka masalah kesehatan diabaikan. Hasil survey Badan Pusat Statistik menyebutkan tahun  2012, jumlah penduduk miskin pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen), hal ini menunjukkan adanya penurunan penduduk miskin di Indonesia jika dibandingkan per Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen) jadi ada penurunan sekitar 0,89 juta orang (0,53 persen).
Masyarakat miskin berhak menerima jaminan kesehatan, hal ini sesuai dengan asas pendirian BPJS, dimana BPJS menyelenggarakan sistem  jaminan sosial nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan asas yang menekankan bahwa setiap orang berhak atas jaminan kesehatan baik yang bayar premi secara pribadi maupun pembayaran premi kesehatan yang dilakukan oleh negara.
Pembayaran premi kepada BPJS Kesehatan oleh Menteri Keuangan besaran angka premi untuk masyarakat miskin dan tidak mampu yang masuk dalam penerima bantuan iuran (PBI) sebesar Rp 15.500 per orang per bulan. Angka ini lebih rendah dari besaran yang telah disetujui Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) sebelumnya yakni sebesar Rp 22.200 per orang per bulan. Dalam Surat Kemenkeu kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tertanggal 6 Februari 2013 menyebutkan anggaran yang dialokasikan dalam APBN 2014 sebesar Rp 16,07 Triliun bagi 86,4 juta jiwa atau sekitar Rp 15.500 per orang per bulan. Nilai besaran Premi ini disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara dan mempertimbangkan saat ini fasilitas kesehatan masih minim dan belum merata di seluruh Tanah Air, serta kesiapan tenaga kesehatan dan sistem tata kelolanya.
Berdasarkan informasi Menteri Kesehatan pelaksanaan BPJS Kesehatan tahun anggaran 2013 akan diujicobakan di empat provinsi yaitu Aceh, DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Dengan demikian diharapkan dalam penerapan BPJS Kesehatan 2014 dapat dilakukan dan kelemahan-kelemahan yang ada dapat direduksi sehingga masyarakat miskin dapat menikmati kesehatan tanpa harus takut tidak ada biaya untuk berobat.
KESIMPULAN
Dengan ada BPJS Kesehatan yang mulai Januari 2014, pameo orang miskin tidak boleh sakit diharapkan tidak ada lagi. Masyarakat miskin berhak memperoleh fasilitas kesehatan karena negara telah membayar premi kesehatan sekitar Rp 15.500 per orang per bulan.
DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment