Saturday, April 13, 2013

Bangsawan dari Kutai (6)



Nakhoda Kaltim Bangkit

Entah sejak kapan, sudah lama manusia hidup hanya dengan sebuah tema: memburu kemenangan, mencampakkan kekalahan.
Gede Prama, kolomnis

Di sebagian besar masyarakat di dunia –termasuk Jepang yang dikenal amat maju—banyak orang mengakhiri hidupnya cuma karena mengalami kekalahan. Hal-hal yang melekat pada kekalahan juga dinilai serba negatif: jelek, hina dan tidak berkualitas.
Sekolah sebagai lembaga untuk menyiapkan masa depan ikut-ikutan pula melanggengkan sikap yang salah itu. Melalui program serba juara, sekolah menguatkan keyakinan, “kalah itu musibah.” Demikian pun tempat kerja, tidak ada yang absen dari kegiatan sikut-menyikut agar bisa tampil terdepan. Semua mau naik pangkat, tidak ada yang ingin turun. “Terutama di dunia politik, kekalahan hanyalah kesialan,” tulis Gede Prama dalam kolomnya di Kompas (2009). Dan aroma seperti itu banyak mewarnai panggung politik di Indonesia selama ini.
Padahal, di balik kekalahan banyak hal mendalam yang mengemuka. Kekalahan akan membuka kualitas-kualitas kesabaran, kerendah-hatian, ketulusan dan keikhlasan. Dia yang sudah membuka pintu ini akan berbisik, kalah juga indah (Prama, 2009). Jarang ada manusia yang mampu mengukir makna mendalam di tengah gelimang kemenangan. Terutama lantaran kemenangan telah membuat banyak manusia lupa diri.
Para pengukir makna yang mengagumkan, seperti Kahlil Gibran, Jalalludin Rumi, Rabindranath Tagore, dan Thich Nhaat Hanh, semua melakukannya di tengah kesedihan. Dalai Lama bahkan menerima Nobel Perdamaian sekaligus penghargaan sebagai warga negara kelas satu oleh Senat Amerika Serikat setelah melewati kesedihan dan kekalahan puluhan tahun di pengasingan.
Sebagaimana tokoh-tokoh besar tadi, dalam perjalanan hidupnya, Awang Faroek pun berusaha belajar dari kekalahan dan kesedihan. Peristiwa di akhir tahun 1990-an setidaknya menguatkan pada dirinya bahwa hidup tidak melulu kemenangan dan menang jadi wakil rakyat. Ada tangan-tangan lain yang bisa jadi ikut berperan menentukan. Ketika pulang kampung mendaki di jalan terjal sebagai kepala daerah yang ingin naik ‘pangkat’ Awang Faroek pun harus banyak belajar dari sebuah kekalahan.

A.   Terpanggil Belum Pada Saatnya
Sebagai climbers sejati, Awang Faroek ingin terus mendaki dan mendaki sampai puncak. Dia berkeyakinan bahwa segala hal bisa dan akan terlaksana kendati orang lain lebih banyak bersikap sebagai the quitters dan the campers. Climbers sejati memang langka, karena tidak semua orang mampu, mau dan berkesempatan.
Salah satu ciri climbers sejati adalah adanya kekuatan gelegak tidak cepat puas yang cukup tinggi. Dan, Awang Faroek memang tipe orang yang tidak cepat puas atas apa yang telah diperolehnya selama ini. Rangkaian prestasi yang telah digapai, tidak lantas membuatnya berhenti berkarya. Dia terus berkarya dan berkarya. Dengan self confidence yang dimilikinya dan di tengah puncak prestasi membangun Kabupaten Kutai Timur di tahun 2003, dia merasa “terpanggil” untuk membangun wilayah yang lebih luas lagi, yakni wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah setingkat kabupaten tampaknya tidak lagi mampu menampung “mimpi-mimpi besar” Awang Faroek. Batinnya terus gelisah dan dia merasa tertantang untuk segera mengoptimalkan potensi dan sumber daya alam daerahnya yang selama ini belum diberdayakan secara optimal.
Demi sebuah dedikasi, Awang Faroek harus rela meninggalkan kampungnya Kutai Timur dan berpisah dengan rakyat yang masih merindukan figurnya. Pada bulan Mei 2003, lelaki berdarah biru bergelar Awang Ngebei Setia Negara ini ikhlas mengundurkan diri dari kursi Bupati Kutai Timur guna memenuhi persyaratan mengikuti pencalonan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur periode 2003-2008. Keputusannya untuk mundur tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 151 Tahun 2000.
Sayangnya, panggilan itu ternyata belum pada saatnya tiba kendati waktu itu dukungan rakyat Kalimantan Timur mengalir deras bagai air bah. Toh fakta tersebut tidak cukup membuka mata batin 45 orang wakil rakyat yang duduk di DPRD Provinsi Kaltim. Lewat Pilkada Gubernur yang berlangsung pada tanggal 2 Juni 2003 itu, dia harus memendam obsesinya untuk menggenggam kursi Gubernur Kalimantan Timur. Jabatan itu kemudian diraih oleh Suwarna Abdul Fatah. Gubernur Kaltim periode 1998-2003 itu kembali terpilih untuk kali kedua (2003-2008). Nasib belum berpihak kepada Awang Faroek.
Dalam kompetisi pemilihan Gubernur Kaltim tahun 2003, Awang Faroek berpasangan dengan Abu Talib Chair. Dia berusaha maju untuk bersaing secara sehat dengan calon lainnya, Suwarna Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh (Gubernur dan Wakil Gubernur incumbent), dan Imam Munjiat – Hifnie Syarkawie (Ketua DPD PDIP Kaltim dan Bendahara PAN Kaltim).
Setelah melalui sejumlah mekanisme, KPUD dan DPRD Provinsi Kaltim bersepakat menggelar pemilihan gubernur/wakil gubernur pada 2 Juni 2003 di Gedung DPRD Kaltim. Melalui sidang paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kaltim (waktu itu) Sukardi Djarwo Putro. Suasana cukup menegangkan. Sebanyak 1.500 personil gabungan Polri, TNI dan Polisi Pamongpraja mengamankan jalannya Pemilihan Gubernur Kalimantan Timur periode 2003-2008 itu. Sebagai langkah awal, pengamanan telah dilakukan sejak Ahad petang (sehari sebelum pemilihan) yang dilakukan tim penjinak bahan peledak Polda Kaltim dengan mensterilkan kawasan Gedung DPRD Kaltim di Samarinda.
Kepala Kepolisian Resor Samarinda (kala itu) Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Drs. Jusman Aer mengatakan pihaknya telah melakukan persiapan pengamanan dengan mengerahkan 500 personil polisi dari Samarinda yang dibantu ratusan personil polisi dari Kota Bontang, Tenggarong dan Balikpapan serta 150 personil Brigade Mobil (Brimob) Samarinda. Pengamanan tersebut juga dibantu 171 anggota TNI dari Batalyon Awang Long dan 50 personil Polisi Pamongpraja.
“Kami juga menutup jalan raya di depan kantor DPRD Kaltim sejak pagi sebagai bagian dari langkah pengamanan. Masyarakat diimbau untuk menghindari kawasan Rawa Indah di sekitar DPRD Kaltim sepanjang pemilihan gubernor esok,” kata Jusman. Perhelatan pesta demokrasi yang penuh hiruk-pikuk. Pengamanan dilakukan berlapis-lapis di luar gedung, di halaman dan di dalam Gedung DPRD Kaltim. Petugas telah bersiaga di DPRD Kaltim sejak pukul 06.30 WITA. Untuk menjaga keamanan, di sekitar halaman Gedung DPRD Kaltim sudah terlihat barikade kawat berduri.
Menjelang hari pemilihan gubernur, sejumlah kelompok menyatakan akan mengerahkan ribuan orang pendukung calon gubernur yang mereka jagokan. Aliansi Masyarakat Kaltim Untuk Keadilan dan Kesejahteraan misalkan, menyatakan siap menurunkan 20.000 orang untuk mendukung kandidat pasangan Suwarna Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh. Amir P. Ali, dari aliansi tersebut, menyatakan pihaknya siap mengerahkan massa dalam pemilihan gubernur. Dia merasa optimis bahwa DPRD Kaltim mampu mengemban amanat rakyat Kaltim dalam pemilihan gubernur tersebut.
Hari-hari yang ditunggu pun tiba. Pada hari Senin 2 Juni 2003, DPRD Kalimantan Timur menggelar sidang paripurna dengan agenda pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Timur periode 2003-2008. Tampil tiga pasangan calon, masing-masing Suwarna Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh, Imam Munjiat – Hifnie Syarkawie, dan Awang Faroek Ishak – Abu Thalib Chair.
Seusai pencoblosan oleh para wakil rakyat dan penghitungan suara, pasangan incumbent yang diajukan Fraksi Partai Golkar, Suwarna Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh, meraup 24 suara dari 45 anggota DPRD Kalimantan Timur. Kemudian diikuti pasangan Awang Faroek Ishak (mantan Bupati Kutai Timur) – Abu Thalib Chair (pengurus PAN) memperoleh 13 suara, dan Imam Munjiat yang berpasangan dengan Hifnie Syarkawie (pengurus PAN) meraih tujuh suara, dan satu suara batal. Dengan hasil tersebut, pasangan Suwarna Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh terpilih kembali menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur periode 2003-2008.
Proses pemilihan Gubernur Kaltim 2003 itu sempat dihentikan sementara selama sekitar satu jam. Penghentian itu menyusul banyaknya interupsi setelah pimpinan sidang meminta semua anggota DPRD yang masuk bilik suara tidak membawa telepon genggam, apalagi telepon genggam yang dilengkapi kamera.
Sempat terjadi beberapa kali interupsi. Dan sidang diskors sementara. Ketika sidang dilanjutkan, semua anggota DPRD Kaltim bersepakat tidak akan membawa telepon genggam, dompet dan kertas apa pun ke dalam bilik suara. Bahkan, sebelum masuk ke dalam bilik suara, semua anggota DPRD Kaltim diperiksa saku baju dan jasnya oleh empat orang anggota panitia buat memastikan anggota tersebut tidak membawa handphone dan perlengkapan lainnya ke dalam bilik suara.
Di luar Gedung DPRD Kaltim, sekitar 5.000 orang pendukung masing-masing calon memenuhi jalan raya dengan pengawalan ketat sekitar 1.500 orang personil petugas keamanan. Massa berdatangan ke lokasi sejak pukul 07.00 WITA dengan menumpang puluhan truk, kendaraan roda empat, dan ratusan sepeda motor.
Massa pendukung Awang Faroek yang memakai atribut topi bertulisan “AFI” mengambil tempat di dekat pintu masuk utama halaman Gedung DPRD Kaltim. Mereka menggelar orasi di atas panggung darurat yang dibangun di sana. Sementara kubu Suwarna Abdul Fatah berada di sisi yang lain, berseberangan dengan seterunya. Para pendukung kedua kubu mengenakan kaos bergambar tokoh yang dijagokan. Tidak banyak terlihat pendukung Imam Munjiat, calon gubernur yang diusung PDIP Kaltim.
Ribuan orang dengan atribut Pemuda Pancasila, Pemuda Panca Marga (PPM), Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan ABRI (FKPPI), Keluarga Kerukunan Bubuhan Banjar Kaltim (KBBKT), Laskar Pemuda Adat Dayak Kaltim, dan Aliansi Masyarakat Kaltim untuk Keadilan dan Kesejahteraan tampak berbaur dengan massa. Terlihat pula massa dari Ikatan Putra Daerah Peduli Kaltim (IPDP), dan sejumlah organisasi kedaerahan seperti Persekutuan Dayak Kaltim (PDKT) dan Gerakan Pemuda Asli Dayak (Gepak). “Kami menyatakan mendukung pasangan Awang Faroek Ishak – Abu Thalib yang kami nilai mampu memperjuangkan nasib masyarakat asli Kaltim yang selama ini terabaikan,” ujar Dharma Alex, Ketua IPDP.
Puluhan spanduk dukungan juga terpasang di sekeliling Gedung DPRD Kaltim. Sedangkan di sekitar pagar dan halaman, ratusan polisi, tentara, dan Satuan Polisi Pamongpraja terus berjaga-jaga.
Usai pengumuman pemenang pemilihan gubernur, massa pendukung Awang Faroek yang merasa kecewa atas kekalahan jagonya, melakukan mimbar bebas menyatakan penolakan terhadap kepemimpinan Suwarna AF yang dinilai penuh KKN. Mereka menuntut Kalimantan Timur dipimpin oleh putera asli daerah Kalimantan Timur.
Kekecewaan itu sampai membawa Kerukunan Masyarakat Kalimantan Timur mengadu ke Wakil Presiden (saat itu) Dr. Hamzah Haz di Jakarta. Ikut dalam pertemuan itu mantan Gubernur Kaltim era 1960-an Abdoel Moeis Hassan, Ilham Asid, dan Sekjen Kerukunan Masyarakat Kaltim H. Helmi Djafar. Ketua Kerukunan Masyarakat Kalimantan Timur Mayjend (Purn) H. Sulatin Umar mengakui bahwa pemilihan sudah dilakukan secara demokratis melalui DPRD. “Tapi, ada sikap masyarakat Kaltim yang disampaikan kepada kami. Mereka merasa kecewa yang mendalam dan sebagian besar warga Kaltim melihat, kok Kaltim belum dipimpin orang Kaltim sendiri pada era reformasi ini,” jelasnya.
Sulatin mengatakan, memang sebagian warga masyarakat Kaltim merasa kecewa atas hasil pemilihan itu. Kenyataan itu menunjukkan adanya perbedaan antara sikap masyarakat dan realitas demokrasi di lapangan. “Saya tidak menolak keputusan DPRD, tidak menolak gubernur terpilih. Tapi, keadaan di lapangan perlu diketahui. Kami merasa khawatir, kalau kehendak masyarakat tidak sesuai dengan realitas, masyarakat daerah tidak bisa menerima. Kami khawatir, tapi mudah-mudahan tidak terjadi persoalan,” tandas Sulatin saat menghadap Wapres Hamzah Haz.
Dalam pertemuan dengan Wapres waktu itu lahir pemikiran agar ke depan dilakukan pemilihan gubernur secara langsung (Pilkada langsung). Dengan demikian diharapkan pilihan benar-benar sesuai dengan hati nurani rakyat. “Ini bisa seperti ‘bisul’ yang belum meledak. Tapi, jangan garis-bawahi, kalau statement ini ancaman. Ini bukan ancaman. Kami peduli terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tutur Sulatin.
Sulatin menjelaskan bahwa keinginan sebagian warga masyarakat Kaltim itu merupakan aspirasi yang wajar sehingga kekecewaan tersebut sangat manusiawi. Mengenai figur gubernur Kaltim yang diharapkan oleh sebagian warga Kaltim, yaitu Awang Faroek Ishak yang ketika itu menjabat Bupati Kutai Timur, ternyata kalah oleh gubernur terpilih Suwarna Abdul Fatah. Namun Awang Faroek merasa legowo dan ikhlas menerima kekalahan. Bahkan, dengan besar hati dia mengucapkan selamat kepada Suwarna Abdul Fatah.
Inilah kompetisi demokrasi lokal yang paling menyita perhatian publik Kaltim, menyusul pernak-pernik pilkada yang penuh intrik dan ditengarai kental aroma politik uang. Sebagai pribadi yang cukup kenyang di gelanggang politik dan pengalaman panjang, Awang Faroek merasa ikhlas dan legowo menerima kekalahan itu. Dengan jiwa besarnya, dia bahkan langsung memberikan ucapan selamat kepada gubernur terpilih Suwarna Abdul Fatah.
Dengan ikhlas dan legowo, Awang Faroek merasa lebih mudah memaknai kekalahan dengan lapang dada. Bahwa berusaha, bekerja, belajar, dan berdoa adalah tugas kehidupan anak manusia. Seberapa pun kehidupan menghadiahkan hasil dari sini, dia berusaha memeluk hasilnya bagai kolam luas memeluk sesendok garam.
Apa yang disebut menang-kalah, sukses-gagal, dan hidup-mati, hanyalah wajah perputaran waktu (Prama, 2009). Persis saat jam menunjukkan pukul 06.00, saat itulah matahari terbit. Pukul 18.00, putaran waktu sang mentari tenggelam. Memaksa pukul 06.00 agar matahari tenggelam tidak saja akan ditertawakan, namun juga menjadi korban karena merasa kecewa.
Memang ini terdengar aneh. Pejalan kaki yang telah jauh ke dalam diri bila ditanya mau kaya atau miskin, akan memilih miskin. Atas menang atau kalah, ia akan memilih kalah. Kaya adalah berkah, tapi sedikit ruang latihan di sana. Kendati ditakuti banyak orang, kemiskinan dan kekalahan menghadirkan daya paksa tinggi untuk senantiasa rendah hati. Menang itu membanggakan, namun godaan ego dan kecongkakan besar sekali. Nyaris semua orang tak ingin kalah tetapi kekalahan adalah ibu dari kesabaran (Prama, 2009).
Seorang guru meditasi yang sudah sampai di sini, pernah berbisik, finally I realize there is no difference between mind and sky. Inilah buah meditasi. Batin menjadi seluas langit. Tidak ada awan (awan hitam kesedihan, awan putih kebahagiaan) pun yang mampu mengubah langit. Dan, ini lebih mungkin terjadi dalam diri manusia yang telah berhasil memaknai kekalahan.
Awang Faroek tidak mau patah arang dan larut dalam kecewaan atas kekalahannya pada pemilihan gubernur Kaltim pada 2 Juni 2003. Baginya masih banyak jalur pengabdian yang dapat didaki. Lepas dari kekalahan itu, Awang Faroek kembali ke kampus Universitas Mulawarman, Samarinda. Kawah candradimuka ketika dirinya mengawali karir sebagai akademisi. Dia juga aktif menjadi penyaji makalah di sejumlah seminar. Selain itu, dia pun berkecimpung di organisasi-organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat, antara lain menjadi Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kalimantan Timur, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta (ABPPTSI) Wilayah Kalimantan Timur, Ketua Dewan Pendidikan Kalimantan Timur, dan Ketua Dewan Riset Daerah Provinsi Kalimantan Timur.

B.    Ketika Waktunya Tiba
Kembali di tengah perjalanan Awang Faroek memimpin Kabupaten Kutai Timur (2006-2011), masa jabatan Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah (2003-2008) usai pada Juni 2008. Sejak akhir 2007 sampai Maret 2008, suhu dan eskalasi politik di Bumi Etam Kalimantan Timur memanas lantaran memasuki tahap proses pencalonan. Suku asli di Kalimantan, Dayak, menggugat agar ada perwakilannya masuk bursa pencalonan gubernur. Sentimen etnis mengemuka. Suasana politik di Kalimantan Timur menjelang pemilihan gubernur periode 2008-2013 menghangat. Lagi-lagi, sentimen etnis kembali mencuat menjadi isu politik, sebagaimana pernah terjadi pada Pilkada 2003.
“Suku lokal harus diakomodir,” begitulah pesan yang tertulis di sejumlah spanduk yang membentang di ruas-ruas jalan di wilayah Kota Samarinda. “Pilgub Kaltim harus diundur,” demikian pesan lain yang juga terpampang di perempatan jalan-jalan strategis.
Aksi penolakan terhadap para calon gubernur yang diusung sejumlah partai politik itu berawal dari kekecewaan sejumlah tokoh Suku Dayak atas hasil konvensi Partai Golkar dan penjaringan calon dari PDIP. Karena putra daerah, seperti Drs. Yurnalis Ngayoh (calon gubernur Kaltim yang sebelumnya menjabat wakil gubernur) yang mendaftar ke PDIP tidak diminati sebagai figur yang diusung. Sementara itu Dr. Marthin Billa (Bupati Malinau) juga mengalami nasib yang sama: gagal memenangi konvensi. Bersyukur masih ada Awang Faroek Ishak berpasangan dengan Farid Wadjdy yang diusung oleh 14 partai politik.
Partai-partai pendukung pasangan Awang Faroek – Farid Wadjdy adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang memiliki enam kursi di DPRD Kaltim, Partai Amanat Nasional (PAN) empat kursi, Partai Bulan Bintang (PBB) dua kursi, Partai Demokrat (PD) dua kursi, dan Partai Damai Sejahtera (PDS) satu kursi. Kemudian partai politik lain seperti Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK), PNI Marhaenisme, Partai Merdeka, Partai Persatuan Daerah, Partai Persatuan Nahdlatul Ulama Indonesia (PPNUI), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Persatuan Indonesia Baru (PPIB) dan Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).
Eksistensi dan dukungan penuh 14 partai politik dan sejumlah organisasi massa yang diberi nama Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) itu merupakan mesin politik AFI yang andal. Hasilnya, dukungan rakyat mengalir cukup deras. Selain itu, keputusan memasangkan Awang Faroek dengan Farid Wadjdy merupakan pilihan yang jitu. Betapa tidak, kendati sosok Farid terkesan low profile namun banyak yang tidak paham karena dia memiliki basis massa yang kuat. Di samping sebagai Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Kaltim, sesungguhnya Farid merupakan kader tulen NU yang didukung penuh oleh kalangan muda maupun sesepuh warga nahdliyin.
Sebelumnya, dalam Koalisi Rakyat Bersatu sempat muncul tujuh nama kandidat kuat pendamping Awang Faroek. Mereka adalah Hadi Mulyadi dari PKS, Marthin Billa dari PPD, Darlis Patalongi dari PAN, Sutrisno Toha dari PBB, Farid Wadjdy dari PPP, Yahya Anja dari PD dan Hj. Asmainah dari PNBK. Ketujuh kandidat tersebut kemudian diseleksi oleh tim independen yang beranggotakan akademisi sebanyak empat orang. Ditambah enam orang dari lembaga riset, seperti Puskapol UI, Lingkaran Survei Indonesia, Lembaga Survei Indo Barometer, LP3ES dan PusDeHAM Universitas Airlangga.
Ada sembilan kriteria yang dijadikan dasar atau tolok ukur untuk menyeleksi ketujuh kandidat pendamping Awang Faroek saat itu. Sembilan kriteria tersebut adalah kredibel, dikenal, mengenal dan memahami problem pembangunan di Kaltim, serta memiliki integritas. Selain itu, kandidat harus pula didukung oleh partai politik dengan tingkat resistensi yang rendah, mampu bekerja sama, memiliki loyalitas, dan mempertimbangkan hasil survei serta efektivitas parpol.
Akhirnya, pilihan mengerucut kepada nama Farid Wadjdy. Selain karena didukung PPP, dia juga didukung oleh kalangan nahdliyin di seluruh pelosok Kaltim. Bahkan, salah seorang tokoh muda NU berani menjamin bahwa tidak kurang dari 700 ribu suara warga NU nantinya bakal diberikan kepada pasangan AFI.
Awang Faroek pun merasa yakin kalau dirinya bakal didukung oleh konstituen di luar 14 partai politik pengusungnya. “Karena saya tidak mewakili satu partai atau golongan tertentu, konstituen saya juga ada di partai-partai non-pengusung seperti PDI Perjuangan, Partai Golkar, dan PKS. Sebab, saya mewakili kemajemukan,” tandas Awang Faroek.
Di luar Koalisi Rakyat Bersatu, mesin politik AFI berasal dari organisasi kemasyarakatan seperti Kalima (K5), paguyuban, Dewan Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur (DPPKT), dan sejenisnya, terus bergerak secara massif guna meraih dukungan. Sehingga, Tim Sukses pemenangan AFI merasa yakin kandidatnya akan menang dalam kompetisi Pilkada langsung gubernur/wakil gubernur Kaltim 2008-2013.
Lantaran itu pula, Ketua DPW PPP Kaltim Khairul Fuad, sekaligus Ketua Tim Sukses pasangan AFI, tidak merasa khawatir terhadap kekuatan yang dihimpun oleh kandidat lainnya. “Yang saya khawatirkan hanya satu, yakni kecurangan. Andai Pilkada nanti berjalan mulus, saya yakin pasangan AFI akan menjadi pemenang,” tegasnya optimistis. Karena itu, pihaknya jauh-jauh hari meminta warga masyarakat Kaltim, khususnya simpatisan Koalisi Rakyat Bersatu, untuk mengawal dan mengawasi seluruh proses jalannya Pilkada langsung gubernur/wakil gubernur Kaltim 2008.
Awang Faroek betul-betul menyiapkan diri berkompetisi dalam pemilihan gubernur Kaltim periode 2008-2013. Selain menyampaikan visi, misi dan program yang akan dilaksanakannya bila kelak terpilih sebagai gubernur Kaltim, pada tahun 2007, Awang Faroek juga menyiapkan diri dengan membentuk Kalima (K5). Kalima adalah program Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan, Pengentasan Kemiskinan, Pengentasan Kebodohan, Menciptakan Kesempatan Kerja, dan Peningkatan Kesehatan.
Warga masyarakat di seluruh Kaltim tampaknya menerima gagasan Kalima yang membumi tersebut. Terbukti, dalam tempo relatif singkat, hanya lima bulan, organisasi Kalima terus membesar dan sudah memiliki cabang di 13 kabupaten/kota di Kaltim, termasuk di semua kecamatan dan semua desa. Minimal, terdapat sekitar 48.000 anggota Kalima. “Nah, inilah salah satu modal awal saya mempersiapkan diri secara lebih matang untuk maju calon gubernur,” cerita Awang Faroek yang juga memprioritaskan sektor pendidikan di Kaltim.
Mengenai sektor pendidikan, Awang Faroek telah membuktikan keberhasilannya di Kutai Timur, kabupaten tempatnya memimpin. Saat itu, dia sosok yang dikenal dengan program Wajib Belajar (Wajar) 12 tahun di Kutai Timur, sementara daerah lain baru Wajar 9 tahun. Kebijakan populis dan pro-rakyat Awang Faroek ini kemudian menorehkan tinta emas. Alhasil, dia pun tercatat sebagai bupati pertama di Indonesia yang membuat kebijakan pendidikan gratis, dari mulai tingkat SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi, seiring berlakunya otonomi daerah pada tahun 2001. Kebijakan ini akhirnya diikuti oleh sejumlah kepala daerah lainnya, antara lain Kabupaten Kutai Kartanegara (Kaltim), Kabupaten Badung (Bali), Kabupaten Bengkalis (Riau), Kabupaten Padang Pariaman (Sumatera Barat), dan Kabupaten Sumbawa Barat (NTB). Di samping itu dia juga merealisasikan alokasi anggaran 20 persen dari total APBD untuk sektor pendidikan. Aktivitasnya di Kalima memudahkan Awang Faroek mensosialisasikan ide-idenya dalam memimpin Kaltim ke depan.
Dalam Pilkada Gubernur Kaltim 2008, Awang Faroek merupakan kandidat pertama yang memperoleh pasangan dan sokongan dari partai politik. Tidak mengherankan, bila dalam berbagai kesempatan, misalkan saat pendaftaran ke KPUD Kaltim, terdapat ratusan warga masyarakat, simpatisan, tokoh politik pendukungnya, bahkan artis ibukota tampak hadir seperti Marissa Haque yang didampingi suaminya Ikang Fawzi. Marissa sendiri mengaku (waktu itu) sebagai kader PPP, salah satu partai pengusung Awang-Farid. Pasangan Awang Faroek – Farid Wadjdy (AFI) mendaftarkan ke KPUD Kaltim pada Selasa pagi, 26 Februari 2008. Pasangan ini merupakan kandidat pertama yang mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur Kalimantan Timur periode 2008-2013.
Awang Faroek yang tiba sekitar pukul 10.20 WITA juga ditemani fungsionaris partai-partai politik pengusung dan pendukungnya. Tampak pengurus PPP, PDS, PBB, PAN dan Partai Demokrat. Puluhan pengurus Kalima turut pula hadir. Kalima adalah LSM sekaligus think tank yang menggodok visi, misi dan strategi pencalonannya di mana Awang Faroek duduk sebagai ketua dewan pembina.
Kendati merasa optimis memenangi Pilkada langsung gubernur Kaltim 2008, Awang Faroek acap mengingatkan para pendukungnya agar terus menjaga kelancaran kompetisi Pilgub Kaltim tersebut. “Jangan gara-gara Pilkada ini kita jadi terpecah belah. Saya siap menang dan siap kalah. Tapi, insya Allah, kita akan menang. Sebab, kemenangan saya adalah kemenangan seluruh rakyat Kaltim, bukan hanya kemenangan pendukung saya,” katanya penuh optimis.
Optimisme Awang Faroek tidak berlebihan. Baginya, kekalahan pada Pilgub Kaltim 2003 menjadi pembelajaran yang baik untuk mengatur strategi dan mempersiapkan segala sesuatunya lebih baik dan profesional dalam memenangkan Pilgub Kaltim 2008. Apalagi, didasarkan kepada antusiasme dukungan yang diberikan kalangan pemilih pemula, nelayan, petani dan buruh. Di sisi lain, Ketua Tim Sukses Pemenangan Pasangan AFI, Khairul Fuad, sudah memiliki berbagai pengalaman yang membawa kesuksesan dalam pilkada yang berlangsung di Kaltim sebelumnya (News Eksekutor, 2008).
Hari pencoblosan yang ditunggu pun tiba. Optimisme tim pemenangan Awang Faroek berbuah kesuksesan. Pada Pilkada langsung gubernur/wakil gubernur Kaltim yang diselenggarakan tanggal 26 Mei 2008 itu pasangan Awang Faroek Ishak – Farid Wadjdy (AFI) memenangkan pertarungan yang diikuti empat pasangan calon gubernu-wakil gubernur itu dengan perolehan 426.325 suara atau 28,9 persen. Namun, pendukung AFI belum boleh bernafas lega. Pilkada harus memasuki putaran kedua karena belum ada kandidat yang memperoleh suara lebih dari 50 persen. KPUD Kaltim lalu menggelar Pilkada putaran kedua pada tanggal 23 Oktober 2008. Dan pasangan AFI berhasil meraup 740.724suara atau 57,94 persen suara sedangkan pesaingnya pasangan Achmad Amins – Hadi Mulyadi memperoleh 42,21 persen. Pasangan AFI menang di 12 kabupaten/kota dari 13 kabupaten/kota di Kalimantan Timur, termasuk Kota Samarinda.  
Sosok Kepala Daerah yang unik dan multidimensi yang dibentuk oleh enam unsur –birokrat karir, politisi ulung, intelektual, entrepreneur, maestro Kutai Timur dan negarawan terpilih Kaltim—ini akhirnya tampil di garda terdepan menakhodai Kaltim Bangkit sebagai Gubernur Kaltim periode 2008-2013.
Terpilihnya putra Kutai Awang “Maestro” Faroek Ishak sebagai Gubernur Kaltim pilihan rakyat 2008 itu menjadi prasasti yang mengukir sejarah di Bumi Etam Kaltim. Setelah menunggu selama 46 tahun –usai Gubernur Kaltim A.P.T Pranoto menjabat pada 1962— akhirnya Awang Faroek menjadi orang kedua dari Suku Kutai yang mampu menduduki kursi Gubernur Kaltim.
Yang juga menggembirakan bahwa kemenangan Awang Faroek Ishak tersebut menambah panjang daftar bupati/walikota yang sukses membangun daerahnya kemudian dipercaya oleh rakyat untuk memegang amanah yang lebih tinggi sebagai gubernur. Dalam catatan sejarah, Bupati Kutai Timur Awang Faroek Ishak adalah bupati/walikota ke-11 di Indonesia, khususnya di era otonomi daerah saat ini yang sukses memimpin daerahnya, kemudian memperoleh mandat rakyat dan amanah dari Tuhan melalui ajang kompetisi Pilkada langsung untuk memimpin daerah yang lebih luas, yakni sebagai Gubernur Kalimantan Timur periode 2008-2013.
Tanggal 17 Desember 2008, Menteri Dalam Negeri (saat itu) Mardiyanto melantik H. Awang Faroek Ishak dan Farid Wadjdy sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur periode 2008-2013 berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 117/P Tahun 2008 tertanggal 12 Desember 2008. Dalam upacara yang khidmat di Gedung DPRD Kaltim Jalan Teuku Umar, Samarinda, setelah pengambilan sumpah, Awang Faroek dan Farid Wadjdy menerima penyematan tanda jabatan dari Mendagri Mardiyanto. Kemudian dilanjutkan serah-terima jabatan dari Pj Gubernur H. Tarmizi Abdul Karim kepada Awang Faroek.
Sementara itu d luar gedung tampak dua kelompok massa bergerombol. Mereka dari elemen Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Rakyat Kalimantan Timur (Gertak) itu menggelar unjuk rasa meminta klarifikasi persoalan hukum yang diduga menjerat Awang Faroek, yakni isu dugaan korupsi pembangunan pusat perkantoran Pemerintah Kabupaten Kutai Timur di Bukit Pelangi (Rainbow Hill).
Pelantikan Awang Faroek cukup menarik karena dihadiri oleh para pejabat Kaltim, tokoh Kaltim, hingga tokoh nasional. Dari tokoh nasional tampak Ir. Akbar Tanjung, Ir. Sarwono Kusumaatmaja, Adi Sasono, Wismoyo Arismunandar, Prof. Dr. Bungaran Saragih, dan fungsionaris Partai Demokrat Ruhut Sitompul. Dari lokal tampak Pangdam Tanjungpura Mayjend TNI Tono Suratman dan Kapolda Kaltim Irjen Andi Masmiyat.
Yang tidak kalah menarik, selain hadir mantan gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh, terlihat pula tiga pasangan rival Awang Faroek – Farid Wadjdy pada Pilgub 2008, masing-masing Jusuf Serang Kasim – Luther Kombong (JULU), Nusyirwan Ismail – Heru Bambang (NUSA HEBAT), dan Achmad Amins – Hadi Mulyadi (AHAD). Mereka memberikan ucapan selamat kepada AFI. Kehadiran mereka merupakan apresiasi teringgi untuk Kaltim yang layak ditiru oleh daerah-daerah lain dalam rangka menciptakan iklim politik lokal yang sehat, kondusif dan bersahabat.

C.   Bangkitkan Spirit Optimalkan Potensi  
Jauh-jauh hari sebelum maju ke pencalonan gubernur Kaltim 2008, Awang Faroek telah mempersiapkan visi dan misi yang akan dia jadikan pijakan untuk membangun dan membawa kemajuan Kaltim yang lebih berpengharapan. Visi dan misi yang diharapkan mampu membangkitkan spirit dan mengoptimalkan segenap potensi yang dimiliki oleh Bumi Etam ini.
Sebagai gubernur pilihan rakyat dan tokoh yang kenyang makan asam-garamnya perjalanan karir akademik, politik dan birokratik, dalam merumuskan visi dan misinya, Awang Faroek berupaya senantiasa menyimak dan mendengarkan aspirasi serta masukan dari tingkat akar rumput. Hal ini dilakukan sebagai upaya pelibatan komponen masyarakat (public engagement) ke dalam proses perencanaan pembangunan. Langkah ini diharapkan mampu memantik tumbuhnya rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility). Dengan begitu, masyarakat akan memberikan dukungan penuh dalam bentuk legitimasi sosial (social legitimate), serta turut bersama Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pembangunan bagi kepentingan daerah dan masyarakat di provinsi yang beribu-kota di Samarinda ini.
Kemudian, setelah melalui kajian secara mendalam terhadap potensi daerah dan permasalahan mendasar, isu-isu strategis di Kalimantan Timur, diformulasikan public consultation (konsultasi publik) serta masukan dari multistakeholder, lahir visi pembangunan daerah yang cerdas dan futuristik “Kaltim Bangkit 2013”, yakni “Mewujudkan Kalimantan Timur sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera”.
Upaya mewujudkan visi pembangunan Kaltim 2008-2013 dilakukan melalui sinergi tiga modal bangsa, yaitu (1) Modal manusia, dilakukan dengan mewujudkan kehidupan masyarakat yang berkualitas dan bebas dari kemiskinan; (2) Modal alam dan fisik, dengan memanfaatkan kekayaan alam secara optimal dan berkelanjutan; dan (3) Modal sosial, dengan mewujudkan sinergi kelompok birokrasi, wirausaha dan pekerja menuju daya saing global.
Pada prinsipnya, tugas pokok pemerintahan mencakup empat fungsi penting, masing-masing fungsi pelayanan (services), fungsi pemberdayaan (empowerment), fungsi pembangunan (development), dan fungsi pembina jaringan bisnis (business networking). Pelayanan yang baik diharapkan mampu menumbuhkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat, dan jaringan bisnis dimaksudkan guna mendorong pengembangan dunia usaha sebagai pilar utama pengembangan potensi daerah.
Dalam konteks ini, konsep pengembangan agroindustri dan energi di Kalimantan Timur (Kaltim) diintegrasikan ke dalam program pendidikan Kaltim Cemerlang (Cerdas, Merata dan Berprestasi Gemilang). Program ini merupakan reinkarnasi dari program Kutai Timur Cemerlang, program pendidikan yang menjadi benchmark. Dengan begitu program-program pendidikan di Kaltim senantiasa diarahkan dan berorientasi pada pengembangan pembangunan daerah ini sebagai sentra agroindustri dan energi dalam arti luas tanpa melupakan sektor-sektor lain, baik yang terkait secara langsung maupun secara tidak langsung.
Untuk membangun dan mengoptimalkan potensi daerahnya, Gubernur Awang Faroek mencanangkan grand strategy yang fokus pada pengembangan agroindustri. Tujuan utamanya untuk menjadikan Kaltim sebagai kawasan terkemuka agroindustri, tidak hanya dalam skala nasional Indonesia tapi juga regional di Asia Pasifik. Salah satu jalannya adalah membuat kawasan industri Maloy (Kutai Timur). Semuanya berbasis agribisnis mulai dari hulu sampai hilir. Selama ini, agribisnis masih terbatas pada perkebunan dan pertanian pangan. Di masa depan, keterkaitan agroindustri hulu dan hilir perlu ditingkatkan dalam skala yang lebih luas lagi. Agroindustri hilir perlu diperbanyak, antara lain industri minyak goreng, deterjen, margarin dan produk yang terkait.      
Kaltim sedikit ironis. Daerah yang merupakan lumbung energi dan tambang di Kalimantan Timur justru kondisi rakyatnya masih relatif tertinggal. Rakyat di daerah-daerah dengan SDA melimpah dan telah lama dieksploitasi hampir-hampir tidak merasakan manfaat langsung dari kekayaan yang ada. Hingga kini, infrastrukturnya amat minim, warga masyarakatnya banyak yang jatuh miskin, dan beban pengangguran tersebar di mana-mana. Kendati daerah tersebut memperoleh kompensasi, jumlahnya relatif kecil. Sekadar contoh daerah Muara Badak. Daerah ini merupakan lokasi penghasil gas terbesar di Indonesia. Namun, realitas yang muncul, kondisi daerah Muara Badak saat ini tetap saja kumuh dan ditumbuhi kantong-kantong kemiskinan. Rakyat di daerah ini tidak dapat menikmati secara langsung kekayaan SDA yang dimilikinya. Beberapa daerah lain pun bernasib nyaris sama, antara lain Marang Kayu, Anggana, Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan Samboja. Kelima daerah ini masih sangat tertinggal dibandingkan daerah-daerah lain di wilayah Kalimantan Timur.
Karena itulah, proyeksi pada tahun 2025, sasaran kebijakan energi nasional adalah mengurangi konsumsi minyak bumi dan mendorong pengembangan sumber-sumber energi alternatif. Biofuel, tenaga surya, tenaga angin, nuklir dan biomassa, diharapkan mampu menjadi sumber energi alternatif yang mulai digunakan. Pada tahun 2003, penggunaan energi nasional masih didominasi oleh minyak bumi (mencapai 54,4 persen dari total energi) diikuti gas bumi dan batubara. Pengurangan penggunaan energi minyak bumi sampai 50 persen ini tentu mesti diimbangi dengan peningkatan produksi gas bumi dan batubara serta energi alternatif yang lain. Potensi energi yang dimiliki Kalimantan Timur sangat besar. Selain gas alam, wilayah ini pun memiliki cadangan batubara yang berkelimpahan, yaitu sebanyak 19,5 miliar metrik ton. Potensi ini dapat dikatakan mengindikasikan bahwa Kalimantan Timur sebenarnya mampu menjadi basis energi Indonesia di masa depan.
Dengan mempertimbangkan potensi dan kondisi Kalimantan Timur saat ini dan juga untuk memenuhi aspirasi yang berkembang di masyarakat menghadapi tantangan lima tahunan (2008-2013) serta memperhatikan amanat konstitusional, serta untuk mewujudkan motto, “Kaltim Bangkit 2013”, sekali lagi, kepemimpinan Awang Faroek Ishak merentang visi pembangunan Kalimantan Timur: “Mewujudkan Kalimantan Timur sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera”.
Makna yang dimaksud dalam Visi Kalimantan Timur tersebut dapat diuraikan seperti berikut: pertama, Pusat Agroindustri Terkemuka adalah menjadikan Kalimantan Timur sebagai kawasan terkemuka di bidang agroindustri tidak hanya di tingkat nasional Indonesia tetapi juga di tingkat regional Asia Pasifik, ditandai dengan berkembangnya kawasan sentra produksi pertanian dengan pendekatan sistem agribisnis, industri pengolahan yang menghasilkan input maupun yang memanfaatkan produk hasil pertanian (industri hulu dan hilir) seperti terbangunnya kawasan industri Kariangau, Maloy dan lainnya.
Kedua, Pusat  Energi Terkemuka adalah menjadikan Kalimantan Timur sebagai pusat energi terkemuka di Indonesia yang ditandai dengan tersedianya kebutuhan energi dengan memanfaatkan secara optimal pada sumber energi yang tidak terbarukan seperti gas alam, batubara;  terbangunnya sumber energi alternatif dengan  memanfaatkan sumber energi terbarukan tenaga surya, tenaga angin dan bioenergi serta tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk melakukan penghematan energi.
Ketiga, Masyarakat Adil adalah masyarakat Kalimantan Timur yang menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak sipil dan politik, dan hak-hak sosial, ekonomi dan budaya rakyat, serta mengutamakan kepentingan rakyat dalam seluruh penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan tanpa membedakan ras, suku, agama dan latar belakang dengan berlandaskan pada prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Keempat, Masyarakat Sejahtera adalah masyarakat Kalimantan Timur yang terpenuhi hak-hak sipil dan politik, dan hak-hak sosial, ekonomi dan budaya sehingga rakyat dapat menikmati kehidupan yang lebih bermutu dan maju; serta memilliki pilihan yang luas dalam seluruh kehidupannya.
Secara keseluruhan, visi tersebut berarti bahwa pembangunan daerah Kalimantan Timur dimuarakan kepada kepentingan masyarakat. Dengan begitu ditetapkan slogan pembangunan daerah Kalimantan Timur adalah “Membangun Kaltim untuk Semua”.
Untuk itu, Awang Faroek memprioritaskan sebelas program pembangunan Kalimantan Timur. Prioritas pertama adalah penanggulangan kemungkinan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran oleh sejumlah perusahaan terkait kondisi ekonomi global yang memprihatinkan saat ini. Sebab itu, di antara program yang digulirkan Awang-Farid adalah mengupayakan penyerapan 300.000 tenaga kerja melalui pengadaan UKM serta bantuan modal kerja tanpa agunan dengan alokasi anggaran Rp100 miliar per tahun.
Prioritas kedua adalah peningkatan pembangunan infrastruktur, mulai dari jalan raya, jembatan dan sarana penunjang lainnya. Peningkatan kualitas infrastruktur tersebut dimaksudkan untuk menggerakkan perekonomian rakyat dengan alokasi dana sebesar Rp600 miliar per tahun. Salah satunya adalah target penyelesaian jalan Trans Kalimantan di Kalimantan Timur. Demikian pula dengan penyelesaian pembangunan jembatan Mahulu, Mahkota II, Kota Bagun, Pulau Balang, Anggana, Bahau, Muara Ancalong, Sangkulirang dan Penajam Paser Utara. Selain itu, pembangunan pelabuhan peti kemas di Samarinda, Balikpapan dan Pelabuhan Maloy di Kutai Timur terus berjalan sehingga dapat diselesaikan sesuai target waktu.
Prioritas ketiga, ketersediaan energi listrik untuk memberikan jaminan bagi investor yang akan menanamkan modalnya. Selama ini, menurut Awang Faroek, “Banyak program kerjasama dengan sejumlah pihak terkait rencana pembangunan pembangkit listrik tidak berjalan sebagaimana mestinya, bahkan beberapa pihak tidak ada tindak lanjutnya.” Sebab itu, pasangan terpilih umaro dan ulama Awang-Farid antara lain berkomitmen penuh mengatasi krisis listrik di Kaltim dengan cara memberikan bantuan satu genset satu desa dengan anggaran Rp200 miliar per tahun, selain target utama membangun pembangkit listrik dengan menggandeng investor.
Prioritas keempat, kebutuhan dasar masyarakat akan sarana air bersih dan air minum menjadi perhatian Pemerintah Provinsi Kaltim. Pemprov Kaltim akan melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota terkait pengelolaan sarana air bersih dan bila memungkinkan dibantu terkait soal pendanaan dan teknis pengelolaan.   
Prioritas kelima, melakukan revitalisasi pertanian dalam arti luas dengan alokasi anggaran Rp500 miliar per tahun. Karena itu, persoalan irigasi pertanian juga tidak lepas dari perhatian Pemprov Kaltim. Apalagi sejumlah kabupaten/kota di Kaltim memiliki potensi dalam pengembangan berbagai komoditas pertanian sesuai dengan kekhasan masing-masing. Pada Mei tahun 2012, Pemrov Kaltim menandatangani nota kesepahaman dengan PT Sang Hyang Seri (Persero) untuk mencetak 9.000 hektar sawah di Kabupaten Berau. Di dalamnya nanti terdapat sawah mekanisasi, embung air dan perumahan buat petani.
Prioritas keenam, membangun sektor pendidikan, yakni menyediakan program akses sekolah gratis dan program Wajib Belajar 12 tahun, memberikan bantuan buku pelajaran kepada seluruh siswa SD hingga SMA, perbaikan gedung sekolah, beasiswa bagi mahasiswa Kaltim, serta perbaikan kesejahteraan bagi tenaga kependidikan dengan memberikan tambahan insentif bagi guru pendidikan dasar dan menengah, baik swasta maupun negeri, termasuk guru honorer, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1 triliun atau 20 persen dari APBD.
Prioritas ketujuh, sektor kesehatan. Awang Faroek berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan gratis dengan program satu Puskesmas dua dokter, peningkatan Posyandu untuk kesehatan ibu, anak dan lansia, dengan alokasi anggaran Rp200 miliar per tahun.
Prioritas kedelapan, penanganan banjir di sejumllah daerah. Pemprov Kaltim sudah mengusulkan pada pemerintah pusat agar banjir di beberapa daerah di Kaltim menjadi bagian dari bencana nasional. Dengan upaya itu, penanganan banjir di Kaltim menjadi program nasional yang diharapkan mampu mengatasi masalah di daerah itu karena pendanaannya akan disokong APBN.
Prioritas kesembilan, pertumbuhan ekonomi. Untuk itu Pemprov Kaltim akan mengedepankan perhatian terhadap perkembangan usaha ekonomi kerakyatan dan peningkatan daya beli masyarakat. Awang Faroek berharap pertumbuhan ekonomi Kaltim mampu mencapai 6,5 persen.
Prioritas kesepuluh, pembangunan perbatasan dan pedalaman. Awang Faroek mengakui persoalan ini perlu perhatian serius, sehingga dibutuhkan sebuah lembaga khusus yang mengurusi kawasan tersebut. “Hal itu akan diwujudkan dengan membentuk sebuah lembaga permanen yang memiliki tugas khusus terhadap peningkatan pembangunan wilayah perbatasan dan pedalaman agar lebih baik dan maju,” tandas Gubernur Awang Faroek.
Dan kesebelas, Tatanan Transportasi Wilayah (Tatrawil) Kaltim, terutama soal pembangunan bandara di sejumlah wilayah strategis yang bisa didarati pesawat berbadan lebar. Sejumlah wilayah yang memiliki bandara dengan landasan pendek diperpanjang dan diperlebar, sedangkan yang belum memiliki bandara segera membangun, sehingga mampu mempercepat pelayanan masyarakat dari segi transportasi udara.

D.   Tiga Pendekatan Strategis
Untuk membumikan visi dan misi grand strategy Kaltim Bangkit 2013, Awang Faroek menjabarkan ke dalam rencana aksi (action plan). Rencana aksi yang direkomendasikan pada dasarnya memasukkan tiga strategi, masing-masing pendekatan sektoral, pendekatan spasial dan pendekatan manusia. Penjabaran ketiga pendekatan tersebut sebagai berikut:
Pendekatan Sektoral. Pada intinya, pendekatan sektoral memperhatikan dan memprioritaskan subsektor kunci yang telah ditelaah sebelumnya. Hingga saat ini dan beberapa tahun ke depan, struktur ekonomi Kaltim masih berbasis pada tambang, minyak dan gas, serta sektor industri yang terkait tambang dan migas. Kontribusi sektor tambang, minyak bumi dan gas beserta industri dan jasa terkait hingga saat ini masih mencapai 80% dari PDRB Kaltim. Sebagai sumberdaya tak terbarukan (unrenewable resources), suatu saat kelak tambang, minyak dan gas tersebut akan menipis dan kemudian habis.
Karena itu, wilayah Kaltim harus sedini mungkin mempersiapkan ‘lokomotif ekonomi’ baru yang berbasis pada sumberdaya alam yang terbarukan (renewable resources) yang potensial, yaitu agribisnis, yang meliputi pertanian dalam arti luas. Agar transformasi dari lokomotif ekonomi lama ke lokomotif ekonomi baru berjalan mulus sebagaimana direncanakan, maka diperlukan upaya percepatan pembangunan agribisnis secara dini dan terencana secara baik. Dengan begitu, lokomotif ekonomi baru di sektor agribisnis tersebut dapat menjadi andalan (leading sector) bagi ekonomi wilayah Kaltim.
Program revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan harus menjadi basis penguatan sektor pertanian. Revitalisasi pertanian sebagai bagian dari pengembangan agribisnis dapat mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali dan membangun komitmen tentang arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan, serta meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan daerah (Kuncoro, 2008). Revitalisasi ini dilakukan dengan tiga pendekatan, yakni pro-growth, pro-poor dan pro-employment.
Pada program revitalisasi pertanian perlu dikembangkan suatu sistem dan usaha agribisnis yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Subsistem agribisnis hulu, subsistem usaha tani dan subsistem agribisnis hilir perlu ditopang oleh suatu sistem penunjang. Sistem penunjang ini terdiri dari perkreditan dan asuransi, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan, transportasi dan pergudangan, serta kebijakan pemerintah. Dengan sistem yang terintegrasi tersebut diharapkan mampu mendukung perkembangan agribisnis yang menjadi andalan ekonomi Kaltim di masa depan.
Setelah suatu sistem disusun, pendekatan pembangunan pertanian harus ditingkatkan dari pendekatan produksi ke pendekatan bisnis, sehingga aspek usaha dan pendapatan menjadi dasar pertimbangan utama. Pembangunan pertanian bukan semata-mata pembangunan sektoral namun juga terkait dengan sektor lain (lintas sektoral). Pembangunan pertanian bukan pengembangan komoditas secara parsial, melainkan terkait erat dengan pembangunan wilayah, khususnya pedesaan yang berkaitan erat dengan upaya peningkatan pendapatan petani. Karena itu, pemerataan melalui percepatan pembangunan ekonomi, terutama sektor agribisnis, diharapkan mampu mengurangi arus urbanisasi dan mengentaskan kemiskinan.      
Selanjutnya revitalisasi perkebunan harus menjadi bagian integral dari pengembangan agribisnis di Kaltim. Perkebunan juga akan menjadi basis industri unggulan di masa depan, khususnya komoditi kelapa sawit.
Produksi kelapa sawit Indonesia dan Malaysia mencapai 85% dari produksi dunia. Pembangunan perkebunan di Indonesia pada 2003 telah mencapai 5,2 juta hektar yang terdiri dari Perkebunan Rakyat seluas 1,8 juta hektar (34,9%), Perkebunan Besar Negara seluas 0,65 juta hektar (12,3%), dan Perkebunan Besar Swasta seluas 2,8 juta hektar (52,8%).
Sasaran pembangunan perkebunan kelapa sawit secara nasional sampai tahun 2025 adalah: produktivitas kelapa sawit 20 ton TBS per hektar; pendapatan petani mencapai US$2.500 per KK per tahun dan petani mempunyai saham di unit pengolahan; tertatanya sistem distribusi dan transportasi produk CPO yang efisien; diterapkan secara konsisten dan kontinyu zero waste product/green product; tersedianya dana khusus pengembangan kelapa sawit; dan berkembangnya industri hilir CPO.
Strategi pengembangan kelapa sawit, yaitu pemberdayaan di hulu dan memperkuat di hilir. Untuk itu, dibutuhkan dukungan organisasi sawit board. Peranan Pemerintah Daerah sebagai pendorong terjadinya integrasi kegiatan on farm dan off farm serta mengembangkan sistem mekanisme risiko dan ketidak-pastian. Untuk jangka pendek, pengembangan industri hilir kelapa sawit diarahkan kepada produk CPO, PKO, abu TKKS, pulp kertas, pakan ternak, MDF, jok mobil/kasur, arang aktif, olein, stearin, pupuk cair, asam lemak, sabun dan deterjen, minyak goreng, margarin, shortenning, vanaspati dan minyak pelumas. Dalam jangka menengah dan panjang, pengembangan industri hilir diarahkan pada pengembangan produk biodiesel, vitamin A, vitamin E, alkohol sulfat, alkohol etoksilat, aditif plastik dan karet, alkanolamida (kosmetika), polihidroksobutirat (bio-plastik), emulsi pangan grade tinggi, tinta, agrosida dan lain-lain (Kuncoro, 2008).
Pendekatan Spasial. Pendekatan sektor unggulan perlu dikombinasikan dengan identifikasi di mana lokasi yang memiliki sektor unggulan. Strategi berdimensi spasial di Kaltim perlu menitik-beratkan pada strategi pengembangan perkotaan, pengembangan pedesaan, dan pengembangan wilayah. Pada gilirannya, ketiga strategi ini bermuara pada strategi pengembangan kawasan berbasis kluster.
Jadi, pengembangan ekonomi wilayah secara spasial, baik melalui sentra ataupun kawasan, sangat tergantung kepada inisiatif yang menggerakkannya. Pengembangan kawasan juga sebaiknya berbasis komunitas, mengingat di masa yang akan datang masyarakat harus dapat diberdayakan sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan dalam mengembangkan kawasan bisnis. Daerah yang berpotensi dikembangkan harus dapat menguatkan posisinya sebagai daerah sentra suatu produk dan dapat menarik banyak investasi dan pendapatan bagi daerah. Pengembangan ekonomi wilayah harus melihat beberapa aspek, sehingga revitalisasi pengembangan dapat berkesinambungan.
Minimal, terdapat dua langkah strategis yang bisa dilakukan, yaitu demand pull strategy dan supply push strategy. Kedua langkah strategis tersebut harus didukung kebijakan terpadu, sehingga diperlukan langkah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dari tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota. Ada beberapa solusi yang dapat diajukan dalam strategi pengembangan ekonomi lokal, misalkan: (a) Ada bantuan subsidi untuk menurunkan harga; (b) Membantu proses pengadaan bahan baku; (c) Memperbaiki akses sumber-sumber bahan baku; (d) Membantu permodalan untuk pembelian bahan baku; dan (e) Membuat gudang penyimpanan.
Secara umum, upaya pengembangan industri, baik yang bersifat pengembangan ke depan (development oriented) maupun dalam konteks pemecahan permasalahan yang dihadapi sektor industri (problem solving), strategi pengembangan yang dapat ditempuh harus didasarkan pada pola pendekatan yang logis dan komprehensif melalui dua langkah yang simultan. Kedua langkah tersebut: (a) Memperkuat daya tarik faktor-faktor penarik pada sisi permintaan terhadap produk-produk industri (pull demand strategy) melalui berbagai bentuk kebijakan yang sesuai dengan kondisi riil dan kebutuhannya; (b) Memperkuat daya dukung faktor-faktor pendorong pada sisi kemampuan daya pasok (supply push strategy) untuk memperlancar kegiatan produksi yang sesuai dengan kondisi riil dan kebutuhannya.
Lingkup yang menjadi fokus pada strategi pengembangan industri dari sisi penguatan daya tarik faktor-faktor penarik produksi industri, secara umum dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: (1) Penciptaan iklim usaha yang kondusif; (2) Penerapan HAKI; (3) Peningkatan kemitraan; (4) Perluasan informasi pasar; dan (5) Peningkatan promosi/pemasaran.
Sementara itu yang menjadi fokus pada strategi pengembangan industri dari sisi penguatan daya dukung faktor-faktor pendorong kemampuan daya pasok pada kegiatan produksi, secara umum dibagi menjadi beberapa bagian, masing-masing (1) Menjaga ketersediaan bahan baku; (2) Meningkatkan dukungan pada aspek permodalan; (3) Pengembangan dan bantuan teknologi; dan (4) Peningkatan kemampuan SDM.
Strategi-strategi yang telah disusun dan dikedepankan paling tidak dapat menjadi strategi dalam pengelolaan perekonomian secara optimal, berkelanjutan dan integral. Dalam implementasinya diperlukan koordinator pelaksana (leading sector) di mana dibutuhkan pembagian tanggung jawab di antara stakeholder (institusi terkait) yang tersusun. Penunjukan institusi, baik pemerintah maupun non-pemerintah, dalam setiap strategi didasarkan pada pertimbangan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) instansi yang paling relevan. Selain itu, juga perlu dilakukan prioritas dalam implementasi strategi. Penentuan prioritas perlu mempertimbangkan kepentingan untuk dilaksanakannya suatu program.
Pembangunan ekonomi lokal dengan pendekatan spasial harus menitik-beratkan pada peningkatan kerjasama antardaerah berdasarkan keunggulan komparatif daerah. Kota Balikpapan misalkan, daerah yang memang sudah memiliki bandar udara internasional akan menjadi daerah yang difokuskan sebagai kota perdagangan atau jasa dengan optimalisasi infrastruktur perhubungan udara. Sementara itu Samarinda sebagai ibukota provinsi akan menjadi pusat pemerintahan dan pusat pendidikan dengan Universitas Mulawarman (Unmul) dikembangkan menjadi international university. Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara dan Tanah Tidung akan difokuskan sebagai pusat agribisnis. Kabupaten Kutai Timur akan menjadi gateway to north Indonesia dengan pembangunan pelabuhan regional dan internasional Maloy. Kabupaten Kutai Kartanegara akan dibangun infrastruktur pariwisata serta rumah sakit berstandar internasional. Kota Bontang akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur industri dengan pemanfaatan potensi gas. Sedangkan di Kabupaten Kutai Barat, ada pembangunan pusat pengembangan komoditas karet dan infrastruktur industrinya. Kabupaten Berau akan dikembangkan infrastruktur pariwisata kelautan lewat Pulau Derawan dan Pulau Sanglaki. Lalu Kabupaten Bulungan difokuskan pada pembangunan agribisnis perkebunan. Kota Tarakan akan dijadikan kota transito dan kota pendidikan. Adapun Kabupaten Malinau akan dikembangkan sebagai pusat agribisnis wilayah utara/perbatasan dan juga kabupaten konservasi. Dan Kabupaten Nunukan akan dijadikan pusat perdagangan antarnegara.
Khusus wilayah Maloy, diharapkan kelak menjadi pintu gerbang (gate) investasi dan akan ditransformasi menjadi sebuah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK merupakan suatu kawasan yang menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintah yang bersifat khusus, tujuannya untuk mengintegrasikan pembangunan buat menarik investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Pemilihan Maloy sebagai KEK didasarkan pada beberapa potensi, yaitu: (1) Letaknya berada di jalur jalan Trans-Kalimantan; (2) Lokasinya berada di antara kawasan industri dan kota pertanian SANGSAKA (Sangkulirang, Sandaran dan Kaliorang) dan area segitiga emas (golden triangle) pembangunan Sangatta (ibukota Kabupaten Kutai Timur), Sangkulirang, dan Muara Wahau; (3) Berada di posisi ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia)  dan berhadapan dengan Selat Makassar yang memiliki keunggulan komparatif karena berada di jalur pelayaran internasional; (4) Akses yang mudah menuju Australia, Malaysia, China, Korea, Jepang dan Filipina. KEK Maloy ini akan didukung fasilitas pelabuhan internasional dan kawasan industri dengan luas minimum 10.000 hektar dan kawasan penunjang 30.000 hektar.
KEK Maloy ini diharapkan menjadi outlet ekspor Kalimantan menuju pasar nasional dan global. Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPSKI) telah bersepakat mendukung KEK Maloy sebagai pintu ekspor CPO. KEK Maloy akan bekerjasama dengan mitra manajemen dari Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, China, Taiwan, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, untuk mengembangkan fasilitas dan prosedur pengembangan kawasan. Industri-industri yang akan dibangun sebagai penarik investasi adalah: (1) Industri agribisnis (margarin, sabun, glycerin & speciality fat plant); (2) Pengolahan minyak dan kelapa sawit; (3) Terminal batubara; (4) Industri petrokimia dan oleokimia; (5) Aromatic complex industry; (6) Engineering workshop; (7) Palm oil mills & crushing plants; (8) Grain terminal, transportation fleets; (9) Bulking station, fasilitas pelabuhan Maloy (cargo terminal, pelabuhan penumpang, Ro-ro terminal).
Demikian strategisnya masa depan KEK Maloy ini, sehingga tenaga kerja yang akan diserap diperkirakan mencapai 250.000 orang dengan tambahan 5.000 orang ekspatriat. Kavling industri akan dibagi ke dalam delapan kluster kawasan industri dengan total mencapai 4.500 unit. Sebagai kavling pendukung, akan disiapkan 1.000 unit gedung perkantoran, perbankan, dan instansi pelayanan lainnya, serta 250.000 unit kawasan hunian.
Pendekatan Manusia. Penekanan investasi pada manusia diyakini merupakan basis dalam meningkatkan produktivitas faktor produksi secara total. Tanah, tenaga kerja dan modal fisik bisa saja mengalami diminishing return, namun tidak demikian dengan pengetahuan. Kualitas manusia yang meningkat merupakan prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial.
Alternatif lain dari strategi pembangunan adalah apa yang disebut sebagai people-centered development atau putting people first (Korten, 1981). Artinya, manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumberdaya yang paling penting. Dimensi pembangunan semacam ini jelas lebih luas daripada sekadar membentuk manusia profesional dan terampil, sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai subyek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment) manusia, yaitu kemampuan manusia mengaktualisasikan segala potensinya (Kuncoro, 2008).
Bila dilihat dari areal wilayah Kaltim yang relatif luas dan kepadatan penduduk yang relatif jarang, hanya 15 jiwa per kilometer persegi, ketersediaan tenaga kerja di Kaltim sangat langka. Selain kelangkaan tenaga kerja, kelangkaan SDM yang bermutu juga menjadi salah satu isu yang penting diperhatikan dalam pembangunan. Dengan lain kata, upaya mengatasi kelangkaan tenaga kerja seperti mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah dan penerapan teknologi perlu ditempatkan sebagai bagian dari pembangunan Kaltim. Demikian pula untuk meningkatkan mutu SDM di pedesaan melalui penyuluhan, traning, magang dan lain-lain, perlu dijadikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembangunan Kaltim.
Peningkatan mutu SDM Kaltim mencakup lima aspek, masing-masing peningkatan mutu pendidikan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, peningkatan akhlak dan agama, peningkatan kualitas ketenaga-kerjaan dan aparatur pemerintah, dan kependudukan. Kelima aspek ini harus dilakukan secara simultan sebagai syarat peningkatan kualitas SDM Kaltim yang sesuai dengan arah pembangunan SDM Kaltim ke depan.
Arah pembangunan SDM Kaltim dilatar-belakangi oleh gambaran masa depan yang akan dihadapi Kaltim seperti persaingan yang ketat, perubahan yang cepat, makin tingginya ketidak-pastian, era globalisasi dengan kualitas dan informasi yang makin mutakhir, dan munculnya tatanan dunia baru dengan pasar bebasnya. Arah pembangunan SDM Kaltim harus mampu menyiapkan dan menjawab gambaran masa depan ini, sehingga pembangunan SDM adalah syarat utama menuju “Kaltim Bangkit 2013” sebagai keunggulan kompetitif. Kaltim masa depan adalah Kaltim yang mampu mewujudkan masyarakat berdaya saing, sejahtera dan berkeadilan, ditunjang oleh pemerintahan yang amanah dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) lestari serta jaringan berbasis teknologi. ***
       

No comments:

Post a Comment