Nakhoda Kaltim Bangkit
Entah sejak kapan, sudah lama
manusia hidup hanya dengan sebuah tema: memburu kemenangan, mencampakkan
kekalahan.
Gede
Prama, kolomnis
Di
sebagian besar masyarakat di dunia –termasuk Jepang yang dikenal amat
maju—banyak orang mengakhiri hidupnya cuma karena mengalami kekalahan. Hal-hal
yang melekat pada kekalahan juga dinilai serba negatif: jelek, hina dan tidak
berkualitas.
Sekolah
sebagai lembaga untuk menyiapkan masa depan ikut-ikutan pula melanggengkan
sikap yang salah itu. Melalui program serba juara, sekolah menguatkan
keyakinan, “kalah itu musibah.” Demikian pun tempat kerja, tidak ada yang absen
dari kegiatan sikut-menyikut agar bisa tampil terdepan. Semua mau naik pangkat,
tidak ada yang ingin turun. “Terutama di dunia politik, kekalahan hanyalah
kesialan,” tulis Gede Prama dalam kolomnya di Kompas (2009). Dan aroma seperti itu banyak mewarnai panggung
politik di Indonesia selama ini.
Padahal,
di balik kekalahan banyak hal mendalam yang mengemuka. Kekalahan akan membuka
kualitas-kualitas kesabaran, kerendah-hatian, ketulusan dan keikhlasan. Dia
yang sudah membuka pintu ini akan berbisik, kalah juga indah (Prama, 2009). Jarang
ada manusia yang mampu mengukir makna mendalam di tengah gelimang kemenangan.
Terutama lantaran kemenangan telah membuat banyak manusia lupa diri.
Para
pengukir makna yang mengagumkan, seperti Kahlil Gibran, Jalalludin Rumi,
Rabindranath Tagore, dan Thich Nhaat Hanh, semua melakukannya di tengah
kesedihan. Dalai Lama bahkan menerima Nobel Perdamaian sekaligus penghargaan
sebagai warga negara kelas satu oleh Senat Amerika Serikat setelah melewati
kesedihan dan kekalahan puluhan tahun di pengasingan.
Sebagaimana
tokoh-tokoh besar tadi, dalam perjalanan hidupnya, Awang Faroek pun berusaha
belajar dari kekalahan dan kesedihan. Peristiwa di akhir tahun 1990-an
setidaknya menguatkan pada dirinya bahwa hidup tidak melulu kemenangan dan
menang jadi wakil rakyat. Ada tangan-tangan lain yang bisa jadi ikut berperan
menentukan. Ketika pulang kampung mendaki di jalan terjal sebagai kepala daerah
yang ingin naik ‘pangkat’ Awang Faroek pun harus banyak belajar dari sebuah kekalahan.
A. Terpanggil Belum Pada Saatnya
Sebagai
climbers sejati, Awang Faroek ingin
terus mendaki dan mendaki sampai puncak. Dia berkeyakinan bahwa segala hal bisa
dan akan terlaksana kendati orang lain lebih banyak bersikap sebagai the quitters dan the campers. Climbers
sejati memang langka, karena tidak semua orang mampu, mau dan berkesempatan.
Salah
satu ciri climbers sejati adalah adanya
kekuatan gelegak tidak cepat puas yang cukup tinggi. Dan, Awang Faroek memang
tipe orang yang tidak cepat puas atas apa yang telah diperolehnya selama ini. Rangkaian
prestasi yang telah digapai, tidak lantas membuatnya berhenti berkarya. Dia
terus berkarya dan berkarya. Dengan self
confidence yang dimilikinya dan di tengah puncak prestasi membangun
Kabupaten Kutai Timur di tahun 2003, dia merasa “terpanggil” untuk membangun
wilayah yang lebih luas lagi, yakni wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah
setingkat kabupaten tampaknya tidak lagi mampu menampung “mimpi-mimpi besar”
Awang Faroek. Batinnya terus gelisah dan dia merasa tertantang untuk segera
mengoptimalkan potensi dan sumber daya alam daerahnya yang selama ini belum
diberdayakan secara optimal.
Demi
sebuah dedikasi, Awang Faroek harus rela meninggalkan kampungnya Kutai Timur
dan berpisah dengan rakyat yang masih merindukan figurnya. Pada bulan Mei 2003,
lelaki berdarah biru bergelar Awang
Ngebei Setia Negara ini ikhlas mengundurkan diri dari kursi Bupati Kutai
Timur guna memenuhi persyaratan mengikuti pencalonan Gubernur Provinsi
Kalimantan Timur periode 2003-2008. Keputusannya untuk mundur tersebut mengacu
pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 151 Tahun 2000.
Sayangnya,
panggilan itu ternyata belum pada saatnya tiba kendati waktu itu dukungan
rakyat Kalimantan Timur mengalir deras bagai air bah. Toh fakta tersebut tidak
cukup membuka mata batin 45 orang wakil rakyat yang duduk di DPRD Provinsi Kaltim.
Lewat Pilkada Gubernur yang berlangsung pada tanggal 2 Juni 2003 itu, dia harus
memendam obsesinya untuk menggenggam kursi Gubernur Kalimantan Timur. Jabatan
itu kemudian diraih oleh Suwarna Abdul Fatah. Gubernur Kaltim periode 1998-2003
itu kembali terpilih untuk kali kedua (2003-2008). Nasib belum berpihak kepada
Awang Faroek.
Dalam
kompetisi pemilihan Gubernur Kaltim tahun 2003, Awang Faroek berpasangan dengan
Abu Talib Chair. Dia berusaha maju untuk bersaing secara sehat dengan calon
lainnya, Suwarna Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh (Gubernur dan Wakil Gubernur incumbent), dan Imam Munjiat – Hifnie
Syarkawie (Ketua DPD PDIP Kaltim dan Bendahara PAN Kaltim).
Setelah
melalui sejumlah mekanisme, KPUD dan DPRD Provinsi Kaltim bersepakat menggelar
pemilihan gubernur/wakil gubernur pada 2 Juni 2003 di Gedung DPRD Kaltim.
Melalui sidang paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kaltim (waktu
itu) Sukardi Djarwo Putro. Suasana cukup menegangkan. Sebanyak 1.500 personil
gabungan Polri, TNI dan Polisi Pamongpraja mengamankan jalannya Pemilihan Gubernur
Kalimantan Timur periode 2003-2008 itu. Sebagai langkah awal, pengamanan telah
dilakukan sejak Ahad petang (sehari sebelum pemilihan) yang dilakukan tim
penjinak bahan peledak Polda Kaltim dengan mensterilkan kawasan Gedung DPRD
Kaltim di Samarinda.
Kepala
Kepolisian Resor Samarinda (kala itu) Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Drs.
Jusman Aer mengatakan pihaknya telah melakukan persiapan pengamanan dengan
mengerahkan 500 personil polisi dari Samarinda yang dibantu ratusan personil polisi
dari Kota Bontang, Tenggarong dan Balikpapan serta 150 personil Brigade Mobil
(Brimob) Samarinda. Pengamanan tersebut juga dibantu 171 anggota TNI dari
Batalyon Awang Long dan 50 personil Polisi Pamongpraja.
“Kami
juga menutup jalan raya di depan kantor DPRD Kaltim sejak pagi sebagai bagian
dari langkah pengamanan. Masyarakat diimbau untuk menghindari kawasan Rawa
Indah di sekitar DPRD Kaltim sepanjang pemilihan gubernor esok,” kata Jusman.
Perhelatan pesta demokrasi yang penuh hiruk-pikuk. Pengamanan dilakukan
berlapis-lapis di luar gedung, di halaman dan di dalam Gedung DPRD Kaltim.
Petugas telah bersiaga di DPRD Kaltim sejak pukul 06.30 WITA. Untuk menjaga
keamanan, di sekitar halaman Gedung DPRD Kaltim sudah terlihat barikade kawat
berduri.
Menjelang
hari pemilihan gubernur, sejumlah kelompok menyatakan akan mengerahkan ribuan
orang pendukung calon gubernur yang mereka jagokan. Aliansi Masyarakat Kaltim
Untuk Keadilan dan Kesejahteraan misalkan, menyatakan siap menurunkan 20.000
orang untuk mendukung kandidat pasangan Suwarna Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh.
Amir P. Ali, dari aliansi tersebut, menyatakan pihaknya siap mengerahkan massa
dalam pemilihan gubernur. Dia merasa optimis bahwa DPRD Kaltim mampu mengemban
amanat rakyat Kaltim dalam pemilihan gubernur tersebut.
Hari-hari
yang ditunggu pun tiba. Pada hari Senin 2 Juni 2003, DPRD Kalimantan Timur menggelar
sidang paripurna dengan agenda pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kalimantan
Timur periode 2003-2008. Tampil tiga pasangan calon, masing-masing Suwarna
Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh, Imam Munjiat – Hifnie Syarkawie, dan Awang
Faroek Ishak – Abu Thalib Chair.
Seusai
pencoblosan oleh para wakil rakyat dan penghitungan suara, pasangan incumbent yang diajukan Fraksi Partai
Golkar, Suwarna Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh, meraup 24 suara dari 45 anggota
DPRD Kalimantan Timur. Kemudian diikuti pasangan Awang Faroek Ishak (mantan
Bupati Kutai Timur) – Abu Thalib Chair (pengurus PAN) memperoleh 13 suara, dan
Imam Munjiat yang berpasangan dengan Hifnie Syarkawie (pengurus PAN) meraih
tujuh suara, dan satu suara batal. Dengan hasil tersebut, pasangan Suwarna
Abdul Fatah – Yurnalis Ngayoh terpilih kembali menjadi Gubernur dan Wakil
Gubernur Kalimantan Timur periode 2003-2008.
Proses
pemilihan Gubernur Kaltim 2003 itu sempat dihentikan sementara selama sekitar
satu jam. Penghentian itu menyusul banyaknya interupsi setelah pimpinan sidang
meminta semua anggota DPRD yang masuk bilik suara tidak membawa telepon
genggam, apalagi telepon genggam yang dilengkapi kamera.
Sempat
terjadi beberapa kali interupsi. Dan sidang diskors sementara. Ketika sidang
dilanjutkan, semua anggota DPRD Kaltim bersepakat tidak akan membawa telepon
genggam, dompet dan kertas apa pun ke dalam bilik suara. Bahkan, sebelum masuk ke
dalam bilik suara, semua anggota DPRD Kaltim diperiksa saku baju dan jasnya
oleh empat orang anggota panitia buat memastikan anggota tersebut tidak membawa
handphone dan perlengkapan lainnya ke
dalam bilik suara.
Di
luar Gedung DPRD Kaltim, sekitar 5.000 orang pendukung masing-masing calon
memenuhi jalan raya dengan pengawalan ketat sekitar 1.500 orang personil
petugas keamanan. Massa berdatangan ke lokasi sejak pukul 07.00 WITA dengan
menumpang puluhan truk, kendaraan roda empat, dan ratusan sepeda motor.
Massa
pendukung Awang Faroek yang memakai atribut topi bertulisan “AFI” mengambil
tempat di dekat pintu masuk utama halaman Gedung DPRD Kaltim. Mereka menggelar
orasi di atas panggung darurat yang dibangun di sana. Sementara kubu Suwarna
Abdul Fatah berada di sisi yang lain, berseberangan dengan seterunya. Para
pendukung kedua kubu mengenakan kaos bergambar tokoh yang dijagokan. Tidak
banyak terlihat pendukung Imam Munjiat, calon gubernur yang diusung PDIP
Kaltim.
Ribuan
orang dengan atribut Pemuda Pancasila, Pemuda Panca Marga (PPM), Forum
Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan ABRI (FKPPI), Keluarga Kerukunan Bubuhan
Banjar Kaltim (KBBKT), Laskar Pemuda Adat Dayak Kaltim, dan Aliansi Masyarakat
Kaltim untuk Keadilan dan Kesejahteraan tampak berbaur dengan massa. Terlihat
pula massa dari Ikatan Putra Daerah Peduli Kaltim (IPDP), dan sejumlah
organisasi kedaerahan seperti Persekutuan Dayak Kaltim (PDKT) dan Gerakan
Pemuda Asli Dayak (Gepak). “Kami menyatakan mendukung pasangan Awang Faroek
Ishak – Abu Thalib yang kami nilai mampu memperjuangkan nasib masyarakat asli
Kaltim yang selama ini terabaikan,” ujar Dharma Alex, Ketua IPDP.
Puluhan
spanduk dukungan juga terpasang di sekeliling Gedung DPRD Kaltim. Sedangkan di
sekitar pagar dan halaman, ratusan polisi, tentara, dan Satuan Polisi
Pamongpraja terus berjaga-jaga.
Usai
pengumuman pemenang pemilihan gubernur, massa pendukung Awang Faroek yang
merasa kecewa atas kekalahan jagonya, melakukan mimbar bebas menyatakan
penolakan terhadap kepemimpinan Suwarna AF yang dinilai penuh KKN. Mereka
menuntut Kalimantan Timur dipimpin oleh putera asli daerah Kalimantan Timur.
Kekecewaan
itu sampai membawa Kerukunan Masyarakat Kalimantan Timur mengadu ke Wakil
Presiden (saat itu) Dr. Hamzah Haz di Jakarta. Ikut dalam pertemuan itu mantan
Gubernur Kaltim era 1960-an Abdoel Moeis Hassan, Ilham Asid, dan Sekjen
Kerukunan Masyarakat Kaltim H. Helmi Djafar. Ketua Kerukunan Masyarakat
Kalimantan Timur Mayjend (Purn) H. Sulatin Umar mengakui bahwa pemilihan sudah
dilakukan secara demokratis melalui DPRD. “Tapi, ada sikap masyarakat Kaltim
yang disampaikan kepada kami. Mereka merasa kecewa yang mendalam dan sebagian
besar warga Kaltim melihat, kok Kaltim belum dipimpin orang Kaltim sendiri pada
era reformasi ini,” jelasnya.
Sulatin
mengatakan, memang sebagian warga masyarakat Kaltim merasa kecewa atas hasil pemilihan
itu. Kenyataan itu menunjukkan adanya perbedaan antara sikap masyarakat dan
realitas demokrasi di lapangan. “Saya tidak menolak keputusan DPRD, tidak
menolak gubernur terpilih. Tapi, keadaan di lapangan perlu diketahui. Kami merasa
khawatir, kalau kehendak masyarakat tidak sesuai dengan realitas, masyarakat
daerah tidak bisa menerima. Kami khawatir, tapi mudah-mudahan tidak terjadi
persoalan,” tandas Sulatin saat menghadap Wapres Hamzah Haz.
Dalam
pertemuan dengan Wapres waktu itu lahir pemikiran agar ke depan dilakukan
pemilihan gubernur secara langsung (Pilkada langsung). Dengan demikian
diharapkan pilihan benar-benar sesuai dengan hati nurani rakyat. “Ini bisa
seperti ‘bisul’ yang belum meledak. Tapi, jangan garis-bawahi, kalau statement ini ancaman. Ini bukan
ancaman. Kami peduli terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tutur
Sulatin.
Sulatin
menjelaskan bahwa keinginan sebagian warga masyarakat Kaltim itu merupakan
aspirasi yang wajar sehingga kekecewaan tersebut sangat manusiawi. Mengenai
figur gubernur Kaltim yang diharapkan oleh sebagian warga Kaltim, yaitu Awang
Faroek Ishak yang ketika itu menjabat Bupati Kutai Timur, ternyata kalah oleh
gubernur terpilih Suwarna Abdul Fatah. Namun Awang Faroek merasa legowo dan
ikhlas menerima kekalahan. Bahkan, dengan besar hati dia mengucapkan selamat
kepada Suwarna Abdul Fatah.
Inilah
kompetisi demokrasi lokal yang paling menyita perhatian publik Kaltim, menyusul
pernak-pernik pilkada yang penuh intrik dan ditengarai kental aroma politik
uang. Sebagai pribadi yang cukup kenyang di gelanggang politik dan pengalaman
panjang, Awang Faroek merasa ikhlas dan legowo
menerima kekalahan itu. Dengan jiwa besarnya, dia bahkan langsung memberikan
ucapan selamat kepada gubernur terpilih Suwarna Abdul Fatah.
Dengan
ikhlas dan legowo, Awang Faroek
merasa lebih mudah memaknai kekalahan dengan lapang dada. Bahwa berusaha,
bekerja, belajar, dan berdoa adalah tugas kehidupan anak manusia. Seberapa pun
kehidupan menghadiahkan hasil dari sini, dia berusaha memeluk hasilnya bagai
kolam luas memeluk sesendok garam.
Apa
yang disebut menang-kalah, sukses-gagal, dan hidup-mati, hanyalah wajah
perputaran waktu (Prama, 2009). Persis saat jam menunjukkan pukul 06.00, saat
itulah matahari terbit. Pukul 18.00, putaran waktu sang mentari tenggelam.
Memaksa pukul 06.00 agar matahari tenggelam tidak saja akan ditertawakan, namun
juga menjadi korban karena merasa kecewa.
Memang
ini terdengar aneh. Pejalan kaki yang telah jauh ke dalam diri bila ditanya mau
kaya atau miskin, akan memilih miskin. Atas menang atau kalah, ia akan memilih
kalah. Kaya adalah berkah, tapi sedikit ruang latihan di sana. Kendati ditakuti
banyak orang, kemiskinan dan kekalahan menghadirkan daya paksa tinggi untuk
senantiasa rendah hati. Menang itu membanggakan, namun godaan ego dan
kecongkakan besar sekali. Nyaris semua orang tak ingin kalah tetapi kekalahan
adalah ibu dari kesabaran (Prama, 2009).
Seorang
guru meditasi yang sudah sampai di sini, pernah berbisik, finally I realize there is no difference between mind and sky.
Inilah buah meditasi. Batin menjadi seluas langit. Tidak ada awan (awan hitam
kesedihan, awan putih kebahagiaan) pun yang mampu mengubah langit. Dan, ini
lebih mungkin terjadi dalam diri manusia yang telah berhasil memaknai
kekalahan.
Awang
Faroek tidak mau patah arang dan larut dalam kecewaan atas kekalahannya pada
pemilihan gubernur Kaltim pada 2 Juni 2003. Baginya masih banyak jalur
pengabdian yang dapat didaki. Lepas dari kekalahan itu, Awang Faroek kembali ke
kampus Universitas Mulawarman, Samarinda. Kawah candradimuka ketika dirinya
mengawali karir sebagai akademisi. Dia juga aktif menjadi penyaji makalah di
sejumlah seminar. Selain itu, dia pun berkecimpung di organisasi-organisasi
profesi dan lembaga swadaya masyarakat, antara lain menjadi Ketua Himpunan
Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kalimantan Timur, Ketua Umum Asosiasi Badan
Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta (ABPPTSI) Wilayah Kalimantan Timur, Ketua
Dewan Pendidikan Kalimantan Timur, dan Ketua Dewan Riset Daerah Provinsi
Kalimantan Timur.
B. Ketika Waktunya Tiba
Kembali
di tengah perjalanan Awang Faroek memimpin Kabupaten Kutai Timur (2006-2011),
masa jabatan Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah (2003-2008) usai
pada Juni 2008. Sejak akhir 2007 sampai Maret 2008, suhu dan eskalasi politik
di Bumi Etam Kalimantan Timur memanas lantaran memasuki tahap proses
pencalonan. Suku asli di Kalimantan, Dayak, menggugat agar ada perwakilannya
masuk bursa pencalonan gubernur. Sentimen etnis mengemuka. Suasana politik di
Kalimantan Timur menjelang pemilihan gubernur periode 2008-2013 menghangat.
Lagi-lagi, sentimen etnis kembali mencuat menjadi isu politik, sebagaimana
pernah terjadi pada Pilkada 2003.
“Suku
lokal harus diakomodir,” begitulah pesan yang tertulis di sejumlah spanduk yang
membentang di ruas-ruas jalan di wilayah Kota Samarinda. “Pilgub Kaltim harus
diundur,” demikian pesan lain yang juga terpampang di perempatan jalan-jalan
strategis.
Aksi
penolakan terhadap para calon gubernur yang diusung sejumlah partai politik itu
berawal dari kekecewaan sejumlah tokoh Suku Dayak atas hasil konvensi Partai
Golkar dan penjaringan calon dari PDIP. Karena putra daerah, seperti Drs.
Yurnalis Ngayoh (calon gubernur Kaltim yang sebelumnya menjabat wakil gubernur)
yang mendaftar ke PDIP tidak diminati sebagai figur yang diusung. Sementara itu
Dr. Marthin Billa (Bupati Malinau) juga mengalami nasib yang sama: gagal
memenangi konvensi. Bersyukur masih ada Awang Faroek Ishak berpasangan dengan
Farid Wadjdy yang diusung oleh 14 partai politik.
Partai-partai
pendukung pasangan Awang Faroek – Farid Wadjdy adalah Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) yang memiliki enam kursi di DPRD Kaltim, Partai Amanat
Nasional (PAN) empat kursi, Partai Bulan Bintang (PBB) dua kursi, Partai
Demokrat (PD) dua kursi, dan Partai Damai Sejahtera (PDS) satu kursi. Kemudian
partai politik lain seperti Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), Partai
Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK), PNI Marhaenisme, Partai Merdeka, Partai
Persatuan Daerah, Partai Persatuan Nahdlatul Ulama Indonesia (PPNUI), Partai
Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Persatuan Indonesia Baru (PPIB) dan Partai
Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).
Eksistensi
dan dukungan penuh 14 partai politik dan sejumlah organisasi massa yang diberi
nama Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) itu merupakan mesin politik AFI yang andal. Hasilnya,
dukungan rakyat mengalir cukup deras. Selain itu, keputusan memasangkan Awang
Faroek dengan Farid Wadjdy merupakan pilihan yang jitu. Betapa tidak, kendati
sosok Farid terkesan low profile
namun banyak yang tidak paham karena dia memiliki basis massa yang kuat. Di
samping sebagai Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Kaltim, sesungguhnya
Farid merupakan kader tulen NU yang didukung penuh oleh kalangan muda maupun
sesepuh warga nahdliyin.
Sebelumnya,
dalam Koalisi Rakyat Bersatu sempat muncul tujuh nama kandidat kuat pendamping Awang
Faroek. Mereka adalah Hadi Mulyadi dari PKS, Marthin Billa dari PPD, Darlis
Patalongi dari PAN, Sutrisno Toha dari PBB, Farid Wadjdy dari PPP, Yahya Anja
dari PD dan Hj. Asmainah dari PNBK. Ketujuh kandidat tersebut kemudian
diseleksi oleh tim independen yang beranggotakan akademisi sebanyak empat orang.
Ditambah enam orang dari lembaga riset, seperti Puskapol UI, Lingkaran Survei
Indonesia, Lembaga Survei Indo Barometer, LP3ES dan PusDeHAM Universitas
Airlangga.
Ada
sembilan kriteria yang dijadikan dasar atau tolok ukur untuk menyeleksi ketujuh
kandidat pendamping Awang Faroek saat itu. Sembilan kriteria tersebut adalah
kredibel, dikenal, mengenal dan memahami problem pembangunan di Kaltim, serta
memiliki integritas. Selain itu, kandidat harus pula didukung oleh partai
politik dengan tingkat resistensi yang rendah, mampu bekerja sama, memiliki
loyalitas, dan mempertimbangkan hasil survei serta efektivitas parpol.
Akhirnya,
pilihan mengerucut kepada nama Farid Wadjdy. Selain karena didukung PPP, dia
juga didukung oleh kalangan nahdliyin di seluruh pelosok Kaltim. Bahkan, salah
seorang tokoh muda NU berani menjamin bahwa tidak kurang dari 700 ribu suara
warga NU nantinya bakal diberikan kepada pasangan AFI.
Awang
Faroek pun merasa yakin kalau dirinya bakal didukung oleh konstituen di luar 14
partai politik pengusungnya. “Karena saya tidak mewakili satu partai atau
golongan tertentu, konstituen saya juga ada di partai-partai non-pengusung
seperti PDI Perjuangan, Partai Golkar, dan PKS. Sebab, saya mewakili
kemajemukan,” tandas Awang Faroek.
Di
luar Koalisi Rakyat Bersatu, mesin politik AFI berasal dari organisasi
kemasyarakatan seperti Kalima (K5), paguyuban, Dewan Pendidikan Provinsi
Kalimantan Timur (DPPKT), dan sejenisnya, terus bergerak secara massif guna
meraih dukungan. Sehingga, Tim Sukses pemenangan AFI merasa yakin kandidatnya
akan menang dalam kompetisi Pilkada langsung gubernur/wakil gubernur Kaltim
2008-2013.
Lantaran
itu pula, Ketua DPW PPP Kaltim Khairul Fuad, sekaligus Ketua Tim Sukses
pasangan AFI, tidak merasa khawatir terhadap kekuatan yang dihimpun oleh
kandidat lainnya. “Yang saya khawatirkan hanya satu, yakni kecurangan. Andai
Pilkada nanti berjalan mulus, saya yakin pasangan AFI akan menjadi pemenang,”
tegasnya optimistis. Karena itu, pihaknya jauh-jauh hari meminta warga
masyarakat Kaltim, khususnya simpatisan Koalisi Rakyat Bersatu, untuk mengawal
dan mengawasi seluruh proses jalannya Pilkada langsung gubernur/wakil gubernur
Kaltim 2008.
Awang
Faroek betul-betul menyiapkan diri berkompetisi dalam pemilihan gubernur Kaltim
periode 2008-2013. Selain menyampaikan visi, misi dan program yang akan
dilaksanakannya bila kelak terpilih sebagai gubernur Kaltim, pada tahun 2007,
Awang Faroek juga menyiapkan diri dengan membentuk Kalima (K5). Kalima adalah
program Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan, Pengentasan Kemiskinan, Pengentasan
Kebodohan, Menciptakan Kesempatan Kerja, dan Peningkatan Kesehatan.
Warga
masyarakat di seluruh Kaltim tampaknya menerima gagasan Kalima yang membumi
tersebut. Terbukti, dalam tempo relatif singkat, hanya lima bulan, organisasi
Kalima terus membesar dan sudah memiliki cabang di 13 kabupaten/kota di Kaltim,
termasuk di semua kecamatan dan semua desa. Minimal, terdapat sekitar 48.000
anggota Kalima. “Nah, inilah salah satu modal awal saya mempersiapkan diri
secara lebih matang untuk maju calon gubernur,” cerita Awang Faroek yang juga
memprioritaskan sektor pendidikan di Kaltim.
Mengenai
sektor pendidikan, Awang Faroek telah membuktikan keberhasilannya di Kutai
Timur, kabupaten tempatnya memimpin. Saat itu, dia sosok yang dikenal dengan
program Wajib Belajar (Wajar) 12 tahun di Kutai Timur, sementara daerah lain
baru Wajar 9 tahun. Kebijakan populis dan pro-rakyat Awang Faroek ini kemudian
menorehkan tinta emas. Alhasil, dia pun tercatat sebagai bupati pertama di
Indonesia yang membuat kebijakan pendidikan gratis, dari mulai tingkat SD, SMP,
SMA sampai Perguruan Tinggi, seiring berlakunya otonomi daerah pada tahun 2001.
Kebijakan ini akhirnya diikuti oleh sejumlah kepala daerah lainnya, antara lain
Kabupaten Kutai Kartanegara (Kaltim), Kabupaten Badung (Bali), Kabupaten
Bengkalis (Riau), Kabupaten Padang Pariaman (Sumatera Barat), dan Kabupaten
Sumbawa Barat (NTB). Di samping itu dia juga merealisasikan alokasi anggaran 20
persen dari total APBD untuk sektor pendidikan. Aktivitasnya di Kalima
memudahkan Awang Faroek mensosialisasikan ide-idenya dalam memimpin Kaltim ke
depan.
Dalam
Pilkada Gubernur Kaltim 2008, Awang Faroek merupakan kandidat pertama yang
memperoleh pasangan dan sokongan dari partai politik. Tidak mengherankan, bila
dalam berbagai kesempatan, misalkan saat pendaftaran ke KPUD Kaltim, terdapat
ratusan warga masyarakat, simpatisan, tokoh politik pendukungnya, bahkan artis
ibukota tampak hadir seperti Marissa Haque yang didampingi suaminya Ikang
Fawzi. Marissa sendiri mengaku (waktu itu) sebagai kader PPP, salah satu partai
pengusung Awang-Farid. Pasangan Awang Faroek – Farid Wadjdy (AFI) mendaftarkan
ke KPUD Kaltim pada Selasa pagi, 26 Februari 2008. Pasangan ini merupakan
kandidat pertama yang mendaftarkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil
gubernur Kalimantan Timur periode 2008-2013.
Awang
Faroek yang tiba sekitar pukul 10.20 WITA juga ditemani fungsionaris
partai-partai politik pengusung dan pendukungnya. Tampak pengurus PPP, PDS,
PBB, PAN dan Partai Demokrat. Puluhan pengurus Kalima turut pula hadir. Kalima
adalah LSM sekaligus think tank yang
menggodok visi, misi dan strategi pencalonannya di mana Awang Faroek duduk
sebagai ketua dewan pembina.
Kendati
merasa optimis memenangi Pilkada langsung gubernur Kaltim 2008, Awang Faroek
acap mengingatkan para pendukungnya agar terus menjaga kelancaran kompetisi
Pilgub Kaltim tersebut. “Jangan gara-gara Pilkada ini kita jadi terpecah belah.
Saya siap menang dan siap kalah. Tapi, insya Allah, kita akan menang. Sebab,
kemenangan saya adalah kemenangan seluruh rakyat Kaltim, bukan hanya kemenangan
pendukung saya,” katanya penuh optimis.
Optimisme
Awang Faroek tidak berlebihan. Baginya, kekalahan pada Pilgub Kaltim 2003
menjadi pembelajaran yang baik untuk mengatur strategi dan mempersiapkan segala
sesuatunya lebih baik dan profesional dalam memenangkan Pilgub Kaltim 2008. Apalagi,
didasarkan kepada antusiasme dukungan yang diberikan kalangan pemilih pemula,
nelayan, petani dan buruh. Di sisi lain, Ketua Tim Sukses Pemenangan Pasangan
AFI, Khairul Fuad, sudah memiliki berbagai pengalaman yang membawa kesuksesan
dalam pilkada yang berlangsung di Kaltim sebelumnya (News Eksekutor, 2008).
Hari
pencoblosan yang ditunggu pun tiba. Optimisme tim pemenangan Awang Faroek
berbuah kesuksesan. Pada Pilkada langsung gubernur/wakil gubernur Kaltim yang
diselenggarakan tanggal 26 Mei 2008 itu pasangan Awang Faroek Ishak – Farid
Wadjdy (AFI) memenangkan pertarungan yang diikuti empat pasangan calon gubernu-wakil
gubernur itu dengan perolehan 426.325 suara atau 28,9 persen. Namun, pendukung
AFI belum boleh bernafas lega. Pilkada harus memasuki putaran kedua karena
belum ada kandidat yang memperoleh suara lebih dari 50 persen. KPUD Kaltim lalu
menggelar Pilkada putaran kedua pada tanggal 23 Oktober 2008. Dan pasangan AFI
berhasil meraup 740.724suara atau 57,94 persen suara sedangkan pesaingnya
pasangan Achmad Amins – Hadi Mulyadi memperoleh 42,21 persen. Pasangan AFI
menang di 12 kabupaten/kota dari 13 kabupaten/kota di Kalimantan Timur,
termasuk Kota Samarinda.
Sosok
Kepala Daerah yang unik dan multidimensi yang dibentuk oleh enam unsur
–birokrat karir, politisi ulung, intelektual, entrepreneur, maestro Kutai Timur
dan negarawan terpilih Kaltim—ini akhirnya tampil di garda terdepan menakhodai
Kaltim Bangkit sebagai Gubernur Kaltim periode 2008-2013.
Terpilihnya
putra Kutai Awang “Maestro” Faroek Ishak sebagai Gubernur Kaltim pilihan rakyat
2008 itu menjadi prasasti yang mengukir sejarah di Bumi Etam Kaltim. Setelah
menunggu selama 46 tahun –usai Gubernur Kaltim A.P.T Pranoto menjabat pada
1962— akhirnya Awang Faroek menjadi orang kedua dari Suku Kutai yang mampu
menduduki kursi Gubernur Kaltim.
Yang
juga menggembirakan bahwa kemenangan Awang Faroek Ishak tersebut menambah
panjang daftar bupati/walikota yang sukses membangun daerahnya kemudian
dipercaya oleh rakyat untuk memegang amanah yang lebih tinggi sebagai gubernur.
Dalam catatan sejarah, Bupati Kutai Timur Awang Faroek Ishak adalah
bupati/walikota ke-11 di Indonesia, khususnya di era otonomi daerah saat ini
yang sukses memimpin daerahnya, kemudian memperoleh mandat rakyat dan amanah
dari Tuhan melalui ajang kompetisi Pilkada langsung untuk memimpin daerah yang
lebih luas, yakni sebagai Gubernur Kalimantan Timur periode 2008-2013.
Tanggal
17 Desember 2008, Menteri Dalam Negeri (saat itu) Mardiyanto melantik H. Awang
Faroek Ishak dan Farid Wadjdy sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan
Timur periode 2008-2013 berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor
117/P Tahun 2008 tertanggal 12 Desember 2008. Dalam upacara yang khidmat di
Gedung DPRD Kaltim Jalan Teuku Umar, Samarinda, setelah pengambilan sumpah,
Awang Faroek dan Farid Wadjdy menerima penyematan tanda jabatan dari Mendagri
Mardiyanto. Kemudian dilanjutkan serah-terima jabatan dari Pj Gubernur H.
Tarmizi Abdul Karim kepada Awang Faroek.
Sementara
itu d luar gedung tampak dua kelompok massa bergerombol. Mereka dari elemen
Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Rakyat Kalimantan
Timur (Gertak) itu menggelar unjuk rasa meminta klarifikasi persoalan hukum
yang diduga menjerat Awang Faroek, yakni isu dugaan korupsi pembangunan pusat
perkantoran Pemerintah Kabupaten Kutai Timur di Bukit Pelangi (Rainbow Hill).
Pelantikan
Awang Faroek cukup menarik karena dihadiri oleh para pejabat Kaltim, tokoh
Kaltim, hingga tokoh nasional. Dari tokoh nasional tampak Ir. Akbar Tanjung,
Ir. Sarwono Kusumaatmaja, Adi Sasono, Wismoyo Arismunandar, Prof. Dr. Bungaran
Saragih, dan fungsionaris Partai Demokrat Ruhut Sitompul. Dari lokal tampak
Pangdam Tanjungpura Mayjend TNI Tono Suratman dan Kapolda Kaltim Irjen Andi
Masmiyat.
Yang
tidak kalah menarik, selain hadir mantan gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh,
terlihat pula tiga pasangan rival Awang Faroek – Farid Wadjdy pada Pilgub 2008,
masing-masing Jusuf Serang Kasim – Luther Kombong (JULU), Nusyirwan Ismail –
Heru Bambang (NUSA HEBAT), dan Achmad Amins – Hadi Mulyadi (AHAD). Mereka
memberikan ucapan selamat kepada AFI. Kehadiran mereka merupakan apresiasi
teringgi untuk Kaltim yang layak ditiru oleh daerah-daerah lain dalam rangka
menciptakan iklim politik lokal yang sehat, kondusif dan bersahabat.
C. Bangkitkan Spirit Optimalkan
Potensi
Jauh-jauh
hari sebelum maju ke pencalonan gubernur Kaltim 2008, Awang Faroek telah
mempersiapkan visi dan misi yang akan dia jadikan pijakan untuk membangun dan
membawa kemajuan Kaltim yang lebih berpengharapan. Visi dan misi yang
diharapkan mampu membangkitkan spirit dan mengoptimalkan segenap potensi yang
dimiliki oleh Bumi Etam ini.
Sebagai
gubernur pilihan rakyat dan tokoh yang kenyang makan asam-garamnya perjalanan
karir akademik, politik dan birokratik, dalam merumuskan visi dan misinya,
Awang Faroek berupaya senantiasa menyimak dan mendengarkan aspirasi serta
masukan dari tingkat akar rumput. Hal ini dilakukan sebagai upaya pelibatan
komponen masyarakat (public engagement)
ke dalam proses perencanaan pembangunan. Langkah ini diharapkan mampu memantik
tumbuhnya rasa memiliki (sense of
belonging) dan rasa tanggung jawab (sense
of responsibility). Dengan begitu, masyarakat akan memberikan dukungan
penuh dalam bentuk legitimasi sosial (social
legitimate), serta turut bersama Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan
pembangunan bagi kepentingan daerah dan masyarakat di provinsi yang beribu-kota
di Samarinda ini.
Kemudian,
setelah melalui kajian secara mendalam terhadap potensi daerah dan permasalahan
mendasar, isu-isu strategis di Kalimantan Timur, diformulasikan public consultation (konsultasi publik)
serta masukan dari multistakeholder,
lahir visi pembangunan daerah yang cerdas dan futuristik “Kaltim Bangkit 2013”,
yakni “Mewujudkan Kalimantan Timur sebagai Pusat Agroindustri dan Energi
Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan Sejahtera”.
Upaya
mewujudkan visi pembangunan Kaltim 2008-2013 dilakukan melalui sinergi tiga
modal bangsa, yaitu (1) Modal manusia, dilakukan dengan mewujudkan kehidupan
masyarakat yang berkualitas dan bebas dari kemiskinan; (2) Modal alam dan
fisik, dengan memanfaatkan kekayaan alam secara optimal dan berkelanjutan; dan
(3) Modal sosial, dengan mewujudkan sinergi kelompok birokrasi, wirausaha dan
pekerja menuju daya saing global.
Pada
prinsipnya, tugas pokok pemerintahan mencakup empat fungsi penting, masing-masing
fungsi pelayanan (services), fungsi
pemberdayaan (empowerment), fungsi
pembangunan (development), dan fungsi
pembina jaringan bisnis (business
networking). Pelayanan yang baik diharapkan mampu menumbuhkan keadilan
dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, pembangunan
akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat, dan jaringan bisnis dimaksudkan guna
mendorong pengembangan dunia usaha sebagai pilar utama pengembangan potensi
daerah.
Dalam
konteks ini, konsep pengembangan agroindustri dan energi di Kalimantan Timur (Kaltim)
diintegrasikan ke dalam program pendidikan Kaltim
Cemerlang (Cerdas, Merata dan Berprestasi Gemilang). Program ini merupakan
reinkarnasi dari program Kutai Timur Cemerlang, program pendidikan yang menjadi
benchmark. Dengan begitu
program-program pendidikan di Kaltim senantiasa diarahkan dan berorientasi pada
pengembangan pembangunan daerah ini sebagai sentra agroindustri dan energi
dalam arti luas tanpa melupakan sektor-sektor lain, baik yang terkait secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Untuk
membangun dan mengoptimalkan potensi daerahnya, Gubernur Awang Faroek
mencanangkan grand strategy yang
fokus pada pengembangan agroindustri. Tujuan utamanya untuk menjadikan Kaltim
sebagai kawasan terkemuka agroindustri, tidak hanya dalam skala nasional
Indonesia tapi juga regional di Asia Pasifik. Salah satu jalannya adalah
membuat kawasan industri Maloy (Kutai Timur). Semuanya berbasis agribisnis
mulai dari hulu sampai hilir. Selama ini, agribisnis masih terbatas pada
perkebunan dan pertanian pangan. Di masa depan, keterkaitan agroindustri hulu
dan hilir perlu ditingkatkan dalam skala yang lebih luas lagi. Agroindustri
hilir perlu diperbanyak, antara lain industri minyak goreng, deterjen, margarin
dan produk yang terkait.
Kaltim
sedikit ironis. Daerah yang merupakan lumbung energi dan tambang di Kalimantan
Timur justru kondisi rakyatnya masih relatif tertinggal. Rakyat di daerah-daerah
dengan SDA melimpah dan telah lama dieksploitasi hampir-hampir tidak merasakan
manfaat langsung dari kekayaan yang ada. Hingga kini, infrastrukturnya amat
minim, warga masyarakatnya banyak yang jatuh miskin, dan beban pengangguran
tersebar di mana-mana. Kendati daerah tersebut memperoleh kompensasi, jumlahnya
relatif kecil. Sekadar contoh daerah Muara Badak. Daerah ini merupakan lokasi
penghasil gas terbesar di Indonesia. Namun, realitas yang muncul, kondisi
daerah Muara Badak saat ini tetap saja kumuh dan ditumbuhi kantong-kantong
kemiskinan. Rakyat di daerah ini tidak dapat menikmati secara langsung kekayaan
SDA yang dimilikinya. Beberapa daerah lain pun bernasib nyaris sama, antara
lain Marang Kayu, Anggana, Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan Samboja. Kelima daerah
ini masih sangat tertinggal dibandingkan daerah-daerah lain di wilayah
Kalimantan Timur.
Karena
itulah, proyeksi pada tahun 2025, sasaran kebijakan energi nasional adalah
mengurangi konsumsi minyak bumi dan mendorong pengembangan sumber-sumber energi
alternatif. Biofuel, tenaga surya, tenaga angin, nuklir dan biomassa,
diharapkan mampu menjadi sumber energi alternatif yang mulai digunakan. Pada
tahun 2003, penggunaan energi nasional masih didominasi oleh minyak bumi
(mencapai 54,4 persen dari total energi) diikuti gas bumi dan batubara.
Pengurangan penggunaan energi minyak bumi sampai 50 persen ini tentu mesti diimbangi
dengan peningkatan produksi gas bumi dan batubara serta energi alternatif yang lain.
Potensi energi yang dimiliki Kalimantan Timur sangat besar. Selain gas alam,
wilayah ini pun memiliki cadangan batubara yang berkelimpahan, yaitu sebanyak
19,5 miliar metrik ton. Potensi ini dapat dikatakan mengindikasikan bahwa
Kalimantan Timur sebenarnya mampu menjadi basis energi Indonesia di masa depan.
Dengan
mempertimbangkan potensi dan kondisi Kalimantan Timur saat ini dan juga untuk
memenuhi aspirasi yang berkembang di masyarakat menghadapi tantangan lima tahunan
(2008-2013) serta memperhatikan amanat konstitusional, serta untuk mewujudkan
motto, “Kaltim Bangkit 2013”, sekali lagi, kepemimpinan Awang Faroek Ishak
merentang visi pembangunan Kalimantan Timur: “Mewujudkan Kalimantan Timur
sebagai Pusat Agroindustri dan Energi Terkemuka Menuju Masyarakat Adil dan
Sejahtera”.
Makna
yang dimaksud dalam Visi Kalimantan Timur tersebut dapat diuraikan seperti
berikut: pertama, Pusat Agroindustri
Terkemuka adalah menjadikan Kalimantan Timur sebagai kawasan terkemuka di
bidang agroindustri tidak hanya di tingkat nasional Indonesia tetapi juga di tingkat
regional Asia Pasifik, ditandai dengan berkembangnya kawasan sentra produksi
pertanian dengan pendekatan sistem agribisnis, industri pengolahan yang
menghasilkan input maupun yang memanfaatkan produk hasil pertanian (industri
hulu dan hilir) seperti terbangunnya kawasan industri Kariangau, Maloy dan
lainnya.
Kedua,
Pusat Energi Terkemuka adalah menjadikan
Kalimantan Timur sebagai pusat energi terkemuka di Indonesia yang ditandai
dengan tersedianya kebutuhan energi dengan memanfaatkan secara optimal pada
sumber energi yang tidak terbarukan seperti gas alam, batubara; terbangunnya sumber energi alternatif
dengan memanfaatkan sumber energi
terbarukan tenaga surya, tenaga angin dan bioenergi serta tumbuhnya kesadaran
masyarakat untuk melakukan penghematan energi.
Ketiga,
Masyarakat Adil adalah masyarakat Kalimantan Timur yang menghormati, melindungi
dan memenuhi hak-hak sipil dan politik, dan hak-hak sosial, ekonomi dan budaya
rakyat, serta mengutamakan kepentingan rakyat dalam seluruh penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan tanpa membedakan ras, suku, agama dan latar
belakang dengan berlandaskan pada prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat.
Keempat,
Masyarakat Sejahtera adalah masyarakat Kalimantan Timur yang terpenuhi hak-hak
sipil dan politik, dan hak-hak sosial, ekonomi dan budaya sehingga rakyat dapat
menikmati kehidupan yang lebih bermutu dan maju; serta memilliki pilihan yang
luas dalam seluruh kehidupannya.
Secara
keseluruhan, visi tersebut berarti bahwa pembangunan daerah Kalimantan Timur
dimuarakan kepada kepentingan masyarakat. Dengan begitu ditetapkan slogan
pembangunan daerah Kalimantan Timur adalah “Membangun Kaltim untuk Semua”.
Untuk
itu, Awang Faroek memprioritaskan sebelas program pembangunan Kalimantan Timur.
Prioritas pertama adalah
penanggulangan kemungkinan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara
besar-besaran oleh sejumlah perusahaan terkait kondisi ekonomi global yang
memprihatinkan saat ini. Sebab itu, di antara program yang digulirkan
Awang-Farid adalah mengupayakan penyerapan 300.000 tenaga kerja melalui
pengadaan UKM serta bantuan modal kerja tanpa agunan dengan alokasi anggaran
Rp100 miliar per tahun.
Prioritas
kedua adalah peningkatan pembangunan
infrastruktur, mulai dari jalan raya, jembatan dan sarana penunjang lainnya. Peningkatan
kualitas infrastruktur tersebut dimaksudkan untuk menggerakkan perekonomian
rakyat dengan alokasi dana sebesar Rp600 miliar per tahun. Salah satunya adalah
target penyelesaian jalan Trans Kalimantan di Kalimantan Timur. Demikian pula
dengan penyelesaian pembangunan jembatan Mahulu, Mahkota II, Kota Bagun, Pulau
Balang, Anggana, Bahau, Muara Ancalong, Sangkulirang dan Penajam Paser Utara.
Selain itu, pembangunan pelabuhan peti kemas di Samarinda, Balikpapan dan
Pelabuhan Maloy di Kutai Timur terus berjalan sehingga dapat diselesaikan
sesuai target waktu.
Prioritas
ketiga, ketersediaan energi listrik
untuk memberikan jaminan bagi investor yang akan menanamkan modalnya. Selama
ini, menurut Awang Faroek, “Banyak program kerjasama dengan sejumlah pihak
terkait rencana pembangunan pembangkit listrik tidak berjalan sebagaimana
mestinya, bahkan beberapa pihak tidak ada tindak lanjutnya.” Sebab itu,
pasangan terpilih umaro dan ulama Awang-Farid antara lain berkomitmen penuh
mengatasi krisis listrik di Kaltim dengan cara memberikan bantuan satu genset
satu desa dengan anggaran Rp200 miliar per tahun, selain target utama membangun
pembangkit listrik dengan menggandeng investor.
Prioritas
keempat, kebutuhan dasar masyarakat
akan sarana air bersih dan air minum menjadi perhatian Pemerintah Provinsi
Kaltim. Pemprov Kaltim akan melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota terkait
pengelolaan sarana air bersih dan bila memungkinkan dibantu terkait soal
pendanaan dan teknis pengelolaan.
Prioritas
kelima, melakukan revitalisasi
pertanian dalam arti luas dengan alokasi anggaran Rp500 miliar per tahun.
Karena itu, persoalan irigasi pertanian juga tidak lepas dari perhatian Pemprov
Kaltim. Apalagi sejumlah kabupaten/kota di Kaltim memiliki potensi dalam
pengembangan berbagai komoditas pertanian sesuai dengan kekhasan masing-masing.
Pada Mei tahun 2012, Pemrov Kaltim menandatangani nota kesepahaman dengan PT
Sang Hyang Seri (Persero) untuk mencetak 9.000 hektar sawah di Kabupaten Berau.
Di dalamnya nanti terdapat sawah mekanisasi, embung air dan perumahan buat
petani.
Prioritas
keenam, membangun sektor pendidikan,
yakni menyediakan program akses sekolah gratis dan program Wajib Belajar 12
tahun, memberikan bantuan buku pelajaran kepada seluruh siswa SD hingga SMA,
perbaikan gedung sekolah, beasiswa bagi mahasiswa Kaltim, serta perbaikan
kesejahteraan bagi tenaga kependidikan dengan memberikan tambahan insentif bagi
guru pendidikan dasar dan menengah, baik swasta maupun negeri, termasuk guru
honorer, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1 triliun atau 20 persen dari APBD.
Prioritas
ketujuh, sektor kesehatan. Awang
Faroek berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan gratis dengan program satu
Puskesmas dua dokter, peningkatan Posyandu untuk kesehatan ibu, anak dan
lansia, dengan alokasi anggaran Rp200 miliar per tahun.
Prioritas
kedelapan, penanganan banjir di
sejumllah daerah. Pemprov Kaltim sudah mengusulkan pada pemerintah pusat agar
banjir di beberapa daerah di Kaltim menjadi bagian dari bencana nasional.
Dengan upaya itu, penanganan banjir di Kaltim menjadi program nasional yang
diharapkan mampu mengatasi masalah di daerah itu karena pendanaannya akan
disokong APBN.
Prioritas
kesembilan, pertumbuhan ekonomi.
Untuk itu Pemprov Kaltim akan mengedepankan perhatian terhadap perkembangan
usaha ekonomi kerakyatan dan peningkatan daya beli masyarakat. Awang Faroek
berharap pertumbuhan ekonomi Kaltim mampu mencapai 6,5 persen.
Prioritas
kesepuluh, pembangunan perbatasan dan
pedalaman. Awang Faroek mengakui persoalan ini perlu perhatian serius, sehingga
dibutuhkan sebuah lembaga khusus yang mengurusi kawasan tersebut. “Hal itu akan
diwujudkan dengan membentuk sebuah lembaga permanen yang memiliki tugas khusus
terhadap peningkatan pembangunan wilayah perbatasan dan pedalaman agar lebih
baik dan maju,” tandas Gubernur Awang Faroek.
Dan
kesebelas, Tatanan Transportasi
Wilayah (Tatrawil) Kaltim, terutama soal pembangunan bandara di sejumlah
wilayah strategis yang bisa didarati pesawat berbadan lebar. Sejumlah wilayah
yang memiliki bandara dengan landasan pendek diperpanjang dan diperlebar,
sedangkan yang belum memiliki bandara segera membangun, sehingga mampu
mempercepat pelayanan masyarakat dari segi transportasi udara.
D. Tiga Pendekatan Strategis
Untuk
membumikan visi dan misi grand strategy
Kaltim Bangkit 2013, Awang Faroek menjabarkan ke dalam rencana aksi (action plan). Rencana aksi yang
direkomendasikan pada dasarnya memasukkan tiga strategi, masing-masing
pendekatan sektoral, pendekatan spasial dan pendekatan manusia. Penjabaran
ketiga pendekatan tersebut sebagai berikut:
Pendekatan Sektoral.
Pada intinya, pendekatan sektoral memperhatikan dan memprioritaskan subsektor
kunci yang telah ditelaah sebelumnya. Hingga saat ini dan beberapa tahun ke
depan, struktur ekonomi Kaltim masih berbasis pada tambang, minyak dan gas,
serta sektor industri yang terkait tambang dan migas. Kontribusi sektor
tambang, minyak bumi dan gas beserta industri dan jasa terkait hingga saat ini
masih mencapai 80% dari PDRB Kaltim. Sebagai sumberdaya tak terbarukan (unrenewable resources), suatu saat kelak
tambang, minyak dan gas tersebut akan menipis dan kemudian habis.
Karena
itu, wilayah Kaltim harus sedini mungkin mempersiapkan ‘lokomotif ekonomi’ baru
yang berbasis pada sumberdaya alam yang terbarukan (renewable resources) yang potensial, yaitu agribisnis, yang meliputi
pertanian dalam arti luas. Agar transformasi dari lokomotif ekonomi lama ke
lokomotif ekonomi baru berjalan mulus sebagaimana direncanakan, maka diperlukan
upaya percepatan pembangunan agribisnis secara dini dan terencana secara baik. Dengan
begitu, lokomotif ekonomi baru di sektor agribisnis tersebut dapat menjadi
andalan (leading sector) bagi ekonomi
wilayah Kaltim.
Program
revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan harus menjadi basis penguatan
sektor pertanian. Revitalisasi pertanian sebagai bagian dari pengembangan
agribisnis dapat mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali
dan membangun komitmen tentang arti penting sektor pertanian secara
proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan
kemampuan, serta meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan daerah
(Kuncoro, 2008). Revitalisasi ini dilakukan dengan tiga pendekatan, yakni pro-growth, pro-poor dan pro-employment.
Pada
program revitalisasi pertanian perlu dikembangkan suatu sistem dan usaha
agribisnis yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Subsistem agribisnis hulu,
subsistem usaha tani dan subsistem agribisnis hilir perlu ditopang oleh suatu
sistem penunjang. Sistem penunjang ini terdiri dari perkreditan dan asuransi,
penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan, transportasi dan
pergudangan, serta kebijakan pemerintah. Dengan sistem yang terintegrasi
tersebut diharapkan mampu mendukung perkembangan agribisnis yang menjadi
andalan ekonomi Kaltim di masa depan.
Setelah
suatu sistem disusun, pendekatan pembangunan pertanian harus ditingkatkan dari
pendekatan produksi ke pendekatan bisnis, sehingga aspek usaha dan pendapatan
menjadi dasar pertimbangan utama. Pembangunan pertanian bukan semata-mata
pembangunan sektoral namun juga terkait dengan sektor lain (lintas sektoral).
Pembangunan pertanian bukan pengembangan komoditas secara parsial, melainkan
terkait erat dengan pembangunan wilayah, khususnya pedesaan yang berkaitan erat
dengan upaya peningkatan pendapatan petani. Karena itu, pemerataan melalui
percepatan pembangunan ekonomi, terutama sektor agribisnis, diharapkan mampu
mengurangi arus urbanisasi dan mengentaskan kemiskinan.
Selanjutnya
revitalisasi perkebunan harus menjadi bagian integral dari pengembangan
agribisnis di Kaltim. Perkebunan juga akan menjadi basis industri unggulan di
masa depan, khususnya komoditi kelapa sawit.
Produksi
kelapa sawit Indonesia dan Malaysia mencapai 85% dari produksi dunia. Pembangunan
perkebunan di Indonesia pada 2003 telah mencapai 5,2 juta hektar yang terdiri
dari Perkebunan Rakyat seluas 1,8 juta hektar (34,9%), Perkebunan Besar Negara
seluas 0,65 juta hektar (12,3%), dan Perkebunan Besar Swasta seluas 2,8 juta
hektar (52,8%).
Sasaran
pembangunan perkebunan kelapa sawit secara nasional sampai tahun 2025 adalah:
produktivitas kelapa sawit 20 ton TBS per hektar; pendapatan petani mencapai
US$2.500 per KK per tahun dan petani mempunyai saham di unit pengolahan;
tertatanya sistem distribusi dan transportasi produk CPO yang efisien;
diterapkan secara konsisten dan kontinyu zero
waste product/green product; tersedianya dana khusus pengembangan kelapa
sawit; dan berkembangnya industri hilir CPO.
Strategi
pengembangan kelapa sawit, yaitu pemberdayaan di hulu dan memperkuat di hilir.
Untuk itu, dibutuhkan dukungan organisasi sawit board. Peranan Pemerintah Daerah sebagai pendorong terjadinya
integrasi kegiatan on farm dan off farm serta mengembangkan sistem
mekanisme risiko dan ketidak-pastian. Untuk jangka pendek, pengembangan
industri hilir kelapa sawit diarahkan kepada produk CPO, PKO, abu TKKS, pulp
kertas, pakan ternak, MDF, jok mobil/kasur, arang aktif, olein, stearin, pupuk
cair, asam lemak, sabun dan deterjen, minyak goreng, margarin, shortenning, vanaspati dan minyak
pelumas. Dalam jangka menengah dan panjang, pengembangan industri hilir
diarahkan pada pengembangan produk biodiesel, vitamin A, vitamin E, alkohol
sulfat, alkohol etoksilat, aditif plastik dan karet, alkanolamida (kosmetika),
polihidroksobutirat (bio-plastik), emulsi pangan grade tinggi, tinta, agrosida dan lain-lain (Kuncoro, 2008).
Pendekatan Spasial.
Pendekatan sektor unggulan perlu dikombinasikan dengan identifikasi di mana
lokasi yang memiliki sektor unggulan. Strategi berdimensi spasial di Kaltim
perlu menitik-beratkan pada strategi pengembangan perkotaan, pengembangan
pedesaan, dan pengembangan wilayah. Pada gilirannya, ketiga strategi ini
bermuara pada strategi pengembangan kawasan berbasis kluster.
Jadi,
pengembangan ekonomi wilayah secara spasial, baik melalui sentra ataupun
kawasan, sangat tergantung kepada inisiatif yang menggerakkannya. Pengembangan
kawasan juga sebaiknya berbasis komunitas, mengingat di masa yang akan datang
masyarakat harus dapat diberdayakan sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan
dalam mengembangkan kawasan bisnis. Daerah yang berpotensi dikembangkan harus
dapat menguatkan posisinya sebagai daerah sentra suatu produk dan dapat menarik
banyak investasi dan pendapatan bagi daerah. Pengembangan ekonomi wilayah harus
melihat beberapa aspek, sehingga revitalisasi pengembangan dapat
berkesinambungan.
Minimal,
terdapat dua langkah strategis yang bisa dilakukan, yaitu demand pull strategy dan supply
push strategy. Kedua langkah strategis tersebut harus didukung kebijakan
terpadu, sehingga diperlukan langkah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan
dari tingkat nasional, provinsi sampai kabupaten/kota. Ada beberapa solusi yang
dapat diajukan dalam strategi pengembangan ekonomi lokal, misalkan: (a) Ada bantuan
subsidi untuk menurunkan harga; (b) Membantu proses pengadaan bahan baku; (c)
Memperbaiki akses sumber-sumber bahan baku; (d) Membantu permodalan untuk
pembelian bahan baku; dan (e) Membuat gudang penyimpanan.
Secara
umum, upaya pengembangan industri, baik yang bersifat pengembangan ke depan (development oriented) maupun dalam
konteks pemecahan permasalahan yang dihadapi sektor industri (problem solving), strategi pengembangan
yang dapat ditempuh harus didasarkan pada pola pendekatan yang logis dan
komprehensif melalui dua langkah yang simultan. Kedua langkah tersebut: (a)
Memperkuat daya tarik faktor-faktor penarik pada sisi permintaan terhadap
produk-produk industri (pull demand
strategy) melalui berbagai bentuk kebijakan yang sesuai dengan kondisi riil
dan kebutuhannya; (b) Memperkuat daya dukung faktor-faktor pendorong pada sisi
kemampuan daya pasok (supply push
strategy) untuk memperlancar kegiatan produksi yang sesuai dengan kondisi
riil dan kebutuhannya.
Lingkup
yang menjadi fokus pada strategi pengembangan industri dari sisi penguatan daya
tarik faktor-faktor penarik produksi industri, secara umum dapat dibagi menjadi
beberapa bagian, yaitu: (1) Penciptaan iklim usaha yang kondusif; (2) Penerapan
HAKI; (3) Peningkatan kemitraan; (4) Perluasan informasi pasar; dan (5)
Peningkatan promosi/pemasaran.
Sementara
itu yang menjadi fokus pada strategi pengembangan industri dari sisi penguatan
daya dukung faktor-faktor pendorong kemampuan daya pasok pada kegiatan
produksi, secara umum dibagi menjadi beberapa bagian, masing-masing (1) Menjaga
ketersediaan bahan baku; (2) Meningkatkan dukungan pada aspek permodalan; (3)
Pengembangan dan bantuan teknologi; dan (4) Peningkatan kemampuan SDM.
Strategi-strategi
yang telah disusun dan dikedepankan paling tidak dapat menjadi strategi dalam
pengelolaan perekonomian secara optimal, berkelanjutan dan integral. Dalam
implementasinya diperlukan koordinator pelaksana (leading sector) di mana dibutuhkan pembagian tanggung jawab di
antara stakeholder (institusi
terkait) yang tersusun. Penunjukan institusi, baik pemerintah maupun
non-pemerintah, dalam setiap strategi didasarkan pada pertimbangan tugas pokok
dan fungsi (Tupoksi) instansi yang paling relevan. Selain itu, juga perlu
dilakukan prioritas dalam implementasi strategi. Penentuan prioritas perlu
mempertimbangkan kepentingan untuk dilaksanakannya suatu program.
Pembangunan
ekonomi lokal dengan pendekatan spasial harus menitik-beratkan pada peningkatan
kerjasama antardaerah berdasarkan keunggulan komparatif daerah. Kota Balikpapan
misalkan, daerah yang memang sudah memiliki bandar udara internasional akan
menjadi daerah yang difokuskan sebagai kota perdagangan atau jasa dengan
optimalisasi infrastruktur perhubungan udara. Sementara itu Samarinda sebagai ibukota
provinsi akan menjadi pusat pemerintahan dan pusat pendidikan dengan
Universitas Mulawarman (Unmul) dikembangkan menjadi international university. Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara dan
Tanah Tidung akan difokuskan sebagai pusat agribisnis. Kabupaten Kutai Timur
akan menjadi gateway to north
Indonesia dengan pembangunan pelabuhan regional dan internasional Maloy.
Kabupaten Kutai Kartanegara akan dibangun infrastruktur pariwisata serta rumah
sakit berstandar internasional. Kota Bontang akan difokuskan pada pembangunan
infrastruktur industri dengan pemanfaatan potensi gas. Sedangkan di Kabupaten
Kutai Barat, ada pembangunan pusat pengembangan komoditas karet dan
infrastruktur industrinya. Kabupaten Berau akan dikembangkan infrastruktur
pariwisata kelautan lewat Pulau Derawan dan Pulau Sanglaki. Lalu Kabupaten
Bulungan difokuskan pada pembangunan agribisnis perkebunan. Kota Tarakan akan
dijadikan kota transito dan kota pendidikan. Adapun Kabupaten Malinau akan
dikembangkan sebagai pusat agribisnis wilayah utara/perbatasan dan juga
kabupaten konservasi. Dan Kabupaten Nunukan akan dijadikan pusat perdagangan
antarnegara.
Khusus
wilayah Maloy, diharapkan kelak menjadi pintu gerbang (gate) investasi dan akan ditransformasi menjadi sebuah Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK). KEK merupakan suatu kawasan yang menyelenggarakan
fungsi-fungsi pemerintah yang bersifat khusus, tujuannya untuk mengintegrasikan
pembangunan buat menarik investasi dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Pemilihan
Maloy sebagai KEK didasarkan pada beberapa potensi, yaitu: (1) Letaknya berada
di jalur jalan Trans-Kalimantan; (2) Lokasinya berada di antara kawasan
industri dan kota pertanian SANGSAKA (Sangkulirang, Sandaran dan Kaliorang) dan
area segitiga emas (golden triangle)
pembangunan Sangatta (ibukota Kabupaten Kutai Timur), Sangkulirang, dan Muara
Wahau; (3) Berada di posisi ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) dan berhadapan dengan Selat Makassar yang
memiliki keunggulan komparatif karena berada di jalur pelayaran internasional;
(4) Akses yang mudah menuju Australia, Malaysia, China, Korea, Jepang dan
Filipina. KEK Maloy ini akan didukung fasilitas pelabuhan internasional dan
kawasan industri dengan luas minimum 10.000 hektar dan kawasan penunjang 30.000
hektar.
KEK
Maloy ini diharapkan menjadi outlet
ekspor Kalimantan menuju pasar nasional dan global. Gabungan Asosiasi Pengusaha
Kelapa Sawit Indonesia (GAPSKI) telah bersepakat mendukung KEK Maloy sebagai
pintu ekspor CPO. KEK Maloy akan bekerjasama dengan mitra manajemen dari
Singapura, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, China, Taiwan, Amerika Serikat, dan
Uni Eropa, untuk mengembangkan fasilitas dan prosedur pengembangan kawasan.
Industri-industri yang akan dibangun sebagai penarik investasi adalah: (1)
Industri agribisnis (margarin, sabun, glycerin
& speciality fat plant); (2)
Pengolahan minyak dan kelapa sawit; (3) Terminal batubara; (4) Industri
petrokimia dan oleokimia; (5) Aromatic
complex industry; (6) Engineering
workshop; (7) Palm oil mills &
crushing plants; (8) Grain terminal,
transportation fleets; (9) Bulking
station, fasilitas pelabuhan Maloy (cargo terminal, pelabuhan penumpang,
Ro-ro terminal).
Demikian
strategisnya masa depan KEK Maloy ini, sehingga tenaga kerja yang akan diserap
diperkirakan mencapai 250.000 orang dengan tambahan 5.000 orang ekspatriat.
Kavling industri akan dibagi ke dalam delapan kluster kawasan industri dengan
total mencapai 4.500 unit. Sebagai kavling pendukung, akan disiapkan 1.000 unit
gedung perkantoran, perbankan, dan instansi pelayanan lainnya, serta 250.000
unit kawasan hunian.
Pendekatan Manusia.
Penekanan investasi pada manusia diyakini merupakan basis dalam meningkatkan
produktivitas faktor produksi secara total. Tanah, tenaga kerja dan modal fisik
bisa saja mengalami diminishing return,
namun tidak demikian dengan pengetahuan. Kualitas manusia yang meningkat
merupakan prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan
masyarakat industrial.
Alternatif
lain dari strategi pembangunan adalah apa yang disebut sebagai people-centered development atau putting people first (Korten, 1981).
Artinya, manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak
serta kapasitas manusia merupakan sumberdaya yang paling penting. Dimensi
pembangunan semacam ini jelas lebih luas daripada sekadar membentuk manusia
profesional dan terampil, sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan
manusia sebagai subyek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan (empowerment) manusia, yaitu kemampuan
manusia mengaktualisasikan segala potensinya (Kuncoro, 2008).
Bila
dilihat dari areal wilayah Kaltim yang relatif luas dan kepadatan penduduk yang
relatif jarang, hanya 15 jiwa per kilometer persegi, ketersediaan tenaga kerja
di Kaltim sangat langka. Selain kelangkaan tenaga kerja, kelangkaan SDM yang
bermutu juga menjadi salah satu isu yang penting diperhatikan dalam
pembangunan. Dengan lain kata, upaya mengatasi kelangkaan tenaga kerja seperti
mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah dan penerapan teknologi perlu
ditempatkan sebagai bagian dari pembangunan Kaltim. Demikian pula untuk
meningkatkan mutu SDM di pedesaan melalui penyuluhan, traning, magang dan
lain-lain, perlu dijadikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembangunan
Kaltim.
Peningkatan
mutu SDM Kaltim mencakup lima aspek, masing-masing peningkatan mutu pendidikan,
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, peningkatan akhlak dan agama,
peningkatan kualitas ketenaga-kerjaan dan aparatur pemerintah, dan
kependudukan. Kelima aspek ini harus dilakukan secara simultan sebagai syarat
peningkatan kualitas SDM Kaltim yang sesuai dengan arah pembangunan SDM Kaltim
ke depan.
Arah
pembangunan SDM Kaltim dilatar-belakangi oleh gambaran masa depan yang akan
dihadapi Kaltim seperti persaingan yang ketat, perubahan yang cepat, makin
tingginya ketidak-pastian, era globalisasi dengan kualitas dan informasi yang
makin mutakhir, dan munculnya tatanan dunia baru dengan pasar bebasnya. Arah
pembangunan SDM Kaltim harus mampu menyiapkan dan menjawab gambaran masa depan
ini, sehingga pembangunan SDM adalah syarat utama menuju “Kaltim Bangkit 2013”
sebagai keunggulan kompetitif. Kaltim masa depan adalah Kaltim yang mampu
mewujudkan masyarakat berdaya saing, sejahtera dan berkeadilan, ditunjang oleh
pemerintahan yang amanah dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) lestari
serta jaringan berbasis teknologi. ***
No comments:
Post a Comment