Dengan disahkannya UU No.24/2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) telah menumbuhkan harapan datangnya
jaminan sosial bagi pekerja yang lebih baik lagi. Hal ini menjadi angin segar
di tengah banyaknya kasus ketidakadilan yang dialami para pekerja. Namun
sayangnya, masih ada saja perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya
untuk mendapatkan jaminan sosial. Untuk itu, Kadin berharap agar para pengusaha
diminta mendaftarkan para pekerjanya di BPJS.
“Persoalan ini dikarenakan kurangnya informasi yang
diterima, termasuk para pengusaha yang terkadang dinilai kurang tanggap
terhadap kesejahteraan pekerja mereka. Untuk itu, kami meminta gara para
pengusaha bisa mendaftarkan pekerjanya di BPJS” kata Ketua Komite Tetap Kamar
Dagang Industri (Kadin) Bidang Tenaga Kerja, Frans Go di Jakarta, Rabu (13/2/2013).
Selain pekerja, kata Frans, sesungguhnya para
pengusaha masih perlu dibantu agar pajak yang mereka bayarkan secara nyata
dapat kembali dalam bentuk insentif untuk mengembangkan bisnisnya menjadi lebih
baik. Mereka juga membutuhkan jaminan untuk bisa melewati masa-masa krisis yang
sebenarnya wajar terjadi dalam sistem ekonomi pasar yang mengglobal.
Meski demikian, lanjut dia, para kerja juga
memerlukan rasa aman dan terlindungi. “Penciptaan bentuk rasa aman tentu tidak
tanpa kontroversi. Lika-liku reformasi sistem jaminan sosial menunjukkan
sedikitnya ada dua dimensi utama sistem jaminan sosial yang patut mendapat
perhatian khusus, jika target pertumbuhan ekonomi ingin diraih,” ujarnya.
Pertama, kata dia, dimensi manfaat yang dapat
mengukur tingkat rasa aman. Kedua, dimensi kontrol politik. "Dimensi kedua
ini perlu terus dipantau, karena dimensi inilah yang kerap menjebak sistem
jaminan sosial menjadi sekedar sapi perah bagi sebagian politisi atau kelompok
kepentingan tertentu. Sehingga sistem jaminan sosial tidak berkelanjutan, rasa
aman tergerogoti dan tentu saja pertumbuhan ekonomi terganggu," tutur
Frans.
Dia memaparkan, pertama adalah dimensi manfaat, di
mana mengukur tingkat rasa aman yang dirasakan oleh individu warga negara
secara langsung (baik pengusaha maupun pekerja). Kedua adalah dimensi kontrol
politik, di mana kita dapat mengamati aliran dana publik hasil kumpulan iuran
jaminan sosial. Penyelenggaraan jaminan sosial banyak memberikan manfaat kepada
negara, pemberi kerja, pekerja dan masyarakat.
Frans memaparkan, manfaatnya bagi negara adalah
dana yang dikeluarkan negara untuk pembiayaan program jaminan sosial baiknya
tidak dianggap sebagai beban atau pengeluaran yang sia-sia. Pengeluaran negara
tersebut seharusnya dilihat sebagai biaya sosial (social cost) dalam rangka
negara menciptakan suasana harmonis dan nyaman bagi warga negaranya.
Bagi pemberi kerja, lanjut dia, penyelenggaraan
jaminan sosial merupakan perwujudan tanggung jawab dan penghargaan kepada
pekerjanya. Dengan demikian akan tercipta keharmonisan di dalam hubungan kerja,
yang selanjutnya akan menciptakan produktifitas kerja. Selain itu, keberadaan
sistem jaminan sosial, memudahkan pemberi kerja dalam menyusun anggaran dan
pengeluaran yang menjadi kewajibannya dalam memberi proteksi atas resiko-resiko
yang mungkin terjadi kepada pekerjanya.
Sementara itu, bagi pekerja, penyelenggaraan
jaminan sosial bagi pekerja akan menambah ketenangan bekerja karena memperoleh
proteksi atas resiko-resiko yang bisa terjadi terhadap diri dan keluarganya
yang mengakibatkan berkurang atau hilangnya sama sekali penghasilan.
“Kita harapkan pengetahuan semua pihak bisa lebih
luas, sehingga penerapan jaminan sosial bisa lebih baik, mulai dari bagaimana
mekanisme untuk mengawasinya hingga aspek-aspek lainnya yang harus diperhatikan
dalam penyelenggaraan jaminan sosial nasional,” kata Frans.
Selain pekerja, dia meminta pemerintah membantu
para pengusaha perihal pembayaran pajak yang dapat kembali dalam bentuk
insentif untuk mengembangkan bisnis mereka menjadi lebih baik. Mereka juga
membutuhkan jaminan untuk bisa melewati masa-masa krisis yang sebenarnya wajar
terjadi dalam sistem ekonomi pasar yang mengglobal.
63%
Terlindungi
Sementara itu, Anggota Dewan Sistem Jaminan Sosial
Nasional (DJSN) Timoer Sutanto menjelaskan bahwa saat ini jumlah peserta yang
akan mengikuti program BPJS Kesehatan adalah 151 juta jiwa atau 63% dari total
jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2012 tercatat sebesar 239 juta jiwa.
Menurut dia, masih ada 88 juta jiwa yang masih belum terlindungi program BPJS
Kesehatan meski program ini mulai berlaku pada 1 Januari 2014.
Dipaparkan Timoer, dari data yang diterima DJSN,
peserta BPJS Kesehatan yang sudah terdaftar adalah Askes Pegawai Negeri Sipil
(PNS)/Pensiunan TNI/POLRI sebanyak 17,3 juta, Asabri 2,2 juta, Jamkesmas 76,4
juta, Jamsostek 5,6 juta, Jamkesda 31,8 juta, Asuransi Komersial 2,9 juta, dan
Self Insured 15,4 juta. “Banyak hal yang masih menjadi hambatan terkait data
kepesertaan ini, terutama pekerja sektor informal yang masih belum terdeteksi,
kami memperkirakan sisa pekerja informal yang masih belum ter-cover sekitar 31
juta jiwa,” ujar dia.
Timoer mengatakan, permasalahan yang terjadi adalah
pekerja informal itu jumlahnya tersebar ke seluruh daerah, serta tempat mereka
bekerja masih belum terdaftar di beberapa kelembagaan sehingga menyulitkan
untuk diperoleh datanya. “DJSN akan terus bekerja sama dengan pemerintah daerah
untuk memperoleh data akurat terkait pekerja informal ini dan sebelum tahun
2014,” ungkap dia.
Ditambahkan Timoer, selain akan terus meningkatkan
jumlah kepesertaan BPJS kesehatan, DJSN bekerja sama dengan Kementerian
Kesehatan juga akan bertekad untuk memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan.
Dia mengatakan saat ini dari data yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan,
jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit berjumlah 120 ribu, pada tahun
2014 jumlah tempat tidur akan ditambah menjadi 240 ribu, jumlah dokter akan
ditingkatkan dari 60 ribu tahun ini, menjadi 200 ribu pada tahun 2014.
Menurut dia, program penambahan dokter ini Kemenkes
telah bekerja sama dengan 62 fakultas kedokteran di seluruh Indonesia untuk
menciptakan dokter dokter berkualitas. “Kami harap para tenaga medis mau
ditempatkan di luar Jawa maupun di daerah pelosok, kalau mereka tidak mau, kita
akan pikirkan bagaimana caranya yang jelas gajinya dinaikan pasti mereka
berminat,” tambah Timoer.
No comments:
Post a Comment